8. The New Member of Van Der Lyn Family.

4697 Words
Jaksonville, Florida, Southeast America         "Anda tidak perlu tergesa-gesa nyonya muda, pusatkan pikiran dan mata anda pada titik merah itu. Kudengar, anda sudah berhasil melakukannya beberapa hari yang lalu. Kau hanya butuh konsentrasi," ucap Chester.      Mereka saat ini sedang berada di halaman belakang mansion, tempat Letty berlatih menembak beberapa hari yang lalu bersama paman dan ayahnya. Dan hari ini Letty sedang berlatih di temani Chester Paterson.      "Diamlah Cade, apa kau tidak lihat aku sedang berusaha?!" gerutu Letty. Dia kesal karena sedari tadi Chester terus berceloteh karena Letty belum berhasil melakukan shoot.      "Sekali lagi nyonya muda," lagi ucap Chester.      "Ya, pergilah bawel!" bentak Letty.      Chester mengangguk, lalu membungkukan badannya sebelum kakinya perlahan meninggalkan majikannya dan  memantaunya dari jarak dua ratus meter.      Letty menarik napas, dia kembali mengangkat pistol yang di berikan Lucas, pamannya, untuk di gunakannya saat latihan. Dia menatap arah bulatan merah di hadapannya sambil mengatur pernapasannya.      "Easy Letty, easy…," gumam Letty. Dia mengangkat kembali pistolnya, menarik pelatuk seiring dengan tarikan napasnya.      DOR …      Bunyi tembakan kembali menggema. Letty membuang napas berat saat melihat pelurunya berhasil mengenai titik merah dan membuat lubang di sana.     Chester bertepuk tangan sambil berlari menghampiri Letty.      "Sudah ku bilang ini mudah bukan?"  ucap Chester      “Mudah bagi seorang yang sudah terlatih sepertimu,” ucap Letty sambil membuka kaca mata dan penutup telinga yang dia gunakan. Letty lalu melempar revolver yang di pakainya pada Scarlett yang juga ada di sana memantau latihan Letty.      "Nyonya muda, apa sekarang kita bisa memulai latihan bela drimu?" tanya Scarlett saat membantu Letty melepas perlengkapan latihannya.      "Ya, kurasa. Bela diri apa yang akan kau ajarkan Scarlett?" ucap Letty.     "Kau sudah bisa melakukan kickboxing, sekarang bagaimana kalau kita mulai berlatih bela diri judo?" tanya Scarlett.      "Mmm … baiklah, kalau begitu, ayo." Letty berdiri. Dia berjalan menuju ruang latihan bersama Scarlett dan Chester yang berada jauh di belakang mereka.      "Kenapa kau tidak mengganti pakaianmu Scarlett?" tanya Letty. Dia bingung saat melihat Scarlett tampak santai sewaktu Letty sibuk mengganti pakaiannya.      "Bukan aku yang akan mengajari anda, nyonya muda. Tapi. putra tuan Bruce yang akan mengajari anda," ucap Scarlett. Sontak mata Letty membelalak. Dia begitu terkejut mendengar perkataan Scarlett barusan.      "Jangan bilang kalau dia akan menjadi pelatihku Scar," tanya Letty sedikit penasaran.      Scarlett tersenyum. Dia berjongkok untuk membantu Letty berganti pakaian.     "Terakhir kali aku melihatnya bertanding dua tahun yang lalu, dan saat itu dia memakai sabuk coklat. Dia dan keenam saat itu. Kita lihat seberapa tangguh dia sekarang,” ujar Scarlett      "Aku penasaran, memangnya dia sehabat apa, hah?" ucap Letty. Dia sedikit merasa kesal akan ucapan Scarlett barusan.      Scralett tidak mengatakan apa pun lagi dan langsung membawa Letty ke ruang latihan. Letty kembali terkejut saat melihat Chester sudah di sana, lengkap dengan seragam latihannya. Matanya langsung menangkap sabuk hitam yang melilit di pinggang Chester dan itu  semakin mengintimidasinya.      Chester kembali membungkuk saat Letty tepat berada di depannya.      "Kau siap nyonya muda?" tanya Chester      Letty mengulum bibir. Sambil menaikan setengah bahunya dia berkata, “Yah, kurasa.”      “Sebelum memulai latihan, ada yang perlu ku sampaikan. Di dalam bela diri judo, hanya ada tiga kunci bertarung. Nage waze artinya bantingan. Kau harus mengungguli teknik lawan dengan membantinganya dengan tenaga dan kecepatan dan benturkan punggung lawan ke lantai lebih dulu atau, katame waze. Kau harus mengunci pergerakan lawan. Kau harus bisa mengunci semua pergerakannya dari kaki,” Chester memajukan kakinya bersiap melilit kaki Scarlett lalu langsung memegang tangan dan leher Scarlett dan dalam hitungan detik, dia sudah bisa mengunci pergerakan Scarlett dengan mengaitkan lengannya di leher Scarlett.      “Maitta,” ucap Scarlett yang artinya menyerah.     Chester langsung membuka kuncian dan melepaskan tubuh Scralett.      “Ada juga teknik ketiga, yaitu teknik menyerang atemi waza. Menyerang dengan tendangan atau pukulan bahkan dengan senjata pisau atau pedang tapi, itu jarang di lakukan. Yang akan kita lakukan saat latihan bebas hanyalah menyerang dengan tendangan dan pukulan.”     Mulut Letty menganga melihat bagaimana pria yang tingginya hanya sebahu dari Scarlett, tetapi  mampu mengunci pergerakannya dan bahkan sanggup membanting tubuh Scarlett.      "Aku tidak akan langsung mengajarimu bergulat karena judo berbeda dengan kickboxing. Jadi, aku akan mengajarkan cara kuda-kuda dan latihan dasar padamu. Jika dalam judo, kau masuk dalam kelas pemula, shosinsha," tutur Chester.      Letty hanya bisa diam. Namun, dalam hati dia sangat kagum akan pengetahuan Chester soal bela diri judo.     “Bisa kita mulai?” tanya Chester.      "Ya,terserah padamu." ucap Letty.     “Baiklah, kalau begitu, mmm … sebenarnya, seorang judoka harus memberi salam sebelum memulai bertandingan. Walau sebatas latihan, kita tetap tidak boleh mengabaikan zarel,”     “Well, bisa kau langsung mulai saja?” tukas Letty.     “Baiklah, yang perlu kau lakukan adalah, berdiri dengan kedua pangkal kaki didekatkan, bungkukkan badan ke depan sekitar 30 derajat dengan telapak tangan di depan paha. Diam dalam posisi ini selama beberapa saat, kemudian kembali ke posisi berdiri.”      Letty melakukan sesuai dengan yang di perintahkan Chester. Lalu mereka mulai melakukan latihan dasar. Cheser mengajarkan mulai dari  posisi alami, posisi bertahan, melangkah, hingga ke posisi jatuh dan berguling semuanya di ajarkan Chester secara bertahap dan sangat hati-hati sebab dia tidak ingin sehelai rambut dari majikannya jatuh atau dia dan keluarganya akan menanggung akibatnya.     Chester juga tidak menyangka jika Letty bisa dengan mudahnya menghafal seluruh gerakan hingga dia tidak perlu mengulangi instruksinya. Dia sangat kagum melihat Letty yang seolah  memiliki kemampuan khusus, seolah Letty sudah pernah melakukannya sebelumnya. Chester hanya menunjukan jurusnya sekali lalu Letty langsung mengikutinya dan melakukan sama persis seperti yang di lakukan Chester.      “Ternyata tuan Lucas tidak pernah salah. Nyona muda, memang memiliki intuisi yang tajam. Matanya mampu merekam semua yang dia lihat dan otaknya mampu menyimpan semuanya dalam hitungan detik membuat tubuhnya bertindak sesuai insting indahnya dan dia melakukannya dengan sempurna,” gumam Scarlett. Dia seolah terpikir sesuatu lalu cepat-cepat dia merogoh ponselnya, “Aku harus mengabadikan momen ini dan mengirimnya kepada tuan Lucas,” lanjutnya sambil mulai mengarahkan ponselnya ke arah Letty dan Chester.                   ****       Waktu terus berjalan. Hari terus berganti.     Hari-hari yang di lewati Elena dan Angelie terasa panjang tanpa kehadiran suami mereka. Sudah seminggu lamanya Fredrick dan Lucas meninggalkan keluarga di Florida. Mereka hanya berkomunikasi lewat video call. Elena terus menanyakan kabar Fredrick dan anak-anaknya terus menanyakan kapan ayah mereka akan kembali.      Elena tampak lesu dan tak bersemangat ketika kelopak matanya mulai terbuka menampakan pagi yang menandakan hari telah berganti, dan dia kembali bangun tanpa Fredrick di sampingnya. Elena melenguh, dengan malas dia meraih ponselnya lalu mencari nama Fredrick yang di tulis dengan nama Lovely Husband di kontaknya.      "Selamat pagi, dewiku.”     Ujung atas bibir Elena terangkat membentuk senyuman ketika suara lembut di seberang telepon menyapanya.     "Hai Fred, bagaimana kabarmu?" tanya Elena.     "Aku selalu baik tapi berada jauh denganmu membuatku gelisah. Bagaimana denganmu?  Oh, aku begitu merindukanmu, sayang."      "Aku baik, Fred. Kapan kau akan kembali?" ucap Elena.     "Dua hari lagi, sayang.  Kami masih ada beberapa urusan dengan client kami, terlebih aku harus terus memantau perkembangan bisnisku. Kenapa apa kau merindukan aku, atau merindukan sesuatu yang ada dalam diriku, heh?" Fredrick masih sempat-sempatnya menggoda Elena.     Elena terkekeh mendengarnya. "Fred, ku rasa kau bisa sedikit mengurangi pikiran cabulmu itu," ucap Elena dengan senyum yang tidak lepas dari wajahnya.     "Oh ayolah, aku juga begitu merindukan dirimu.  Aku ingin berada di antara kedua pahamu sekarang,"  lagi ucap Fredrick. Sontak, pipi Elena terasa panas hingga dia harus menggigit bibirnya.      "Dasar c***l!!" Elena pura-pura menggerutu. Fredrick malah terkekeh di seberang telepon.     "Bagaimana keadaan kedua anak kita, sayang?"  tanya Fredrick.     "Mereka baik-baik saja. Tapi, mereka terus menanyakan keberadaanmu. Cepatlah kembali," ucap Elena.     Mereka berdua sedang menikmati bincang ringan sambil melepas rindu lewat sambungan telepon lalu, tiba-tiba suara berisik dari luar pintu menggema menginterupsi mereka.      "Mommy ... Mommy …," seru suara itu diikuti bunyi pintu yang di gendor dengan kuat.     "Ya, sayang ada apa?" sahut Elena. Dia berdiri dan langsung mencari alas kakinya lalu bergegas menghampiri pintu kamar.      “Mommy …,”     “Leo?!” Elena berjongkok di depan tubuh Leo. Wajah Leo terlihat panik membuat Elena panik mendadak.      "Mommy, tante Angelie berteriak dalam kamar sambil memegang perutnya," ucap Leonard tergesa-gesa.     "Oh my God, Angelie." Elena langsung berdiri dan tanpa berpikir lagi, dia langsung menarik tangan putranya dan bergegas menuju ke kamar Angelie.      “Marie …,” Elena berteriak memanggil kepala pelayan mansion. Namun, ternyata para pelayan sudah lebih dulu berada di kamar Angelie.     “Angelie …,” panggil Elena sambil mempercepat langkahnya.      "Mommy, auntie Angelie," ucap Leo tersedu-sedu. Pria kecil itu masih syok sebab dia orang pertama yang melihat bibinya berteriak dan itu membuatnya takut.      "Ssshh … tenanglah, sayang,” gumam Elena. Dia lalu menunduk dan memeluk tubuh putranya. Memberinya kecupan di puncak kepala sambil menepuk bahu putranya pelan, lantas mampu  membuat pria kecil itu sedikit tenang.      Elena melirik pengasuh putranya yang berdiri tidak jauh dari mereka. Pengasuh bernama Naomi itu lalu mendekat dan langsung meraih tubuh Leo dan membawanya ke pelukannya sementara Elena lanjut memasuki kamar adik iparnya. Saat Elena hampir meraih gagang pointu, tiba-tiba seseorang telah lebih dulu membuka pintu dari dalam dan ternyata itu adalah Marie, kepala pelayan mansion. Dia langsung membungkukan badannya saat matanya bertabrakan dengan mata Elena.      "Nyonya besar, para dokter dan perawat sudah berada di dalam. Semua peralatan yang di perlukan sudah di sediakan oleh tim medis. Mereka memastikan jika nyonya Angelie bisa melahirkan dengan aman. Anda tidak perlu khwatir,” tutur Marie.      Elena menarik napas panjang lalu membuangnya dengan kasar.     "Oh God … aku sangat takut.” Elena mengangkat kepalanya sambil menyapu dadanya, dia kembali bernapas panjang. “Syukurlah Lucas telah membayar beberapa dokter dan perawat untuk tinggal dan mengawasi kami disini. Jadi kita tidak perlu terlalu khawatir. Hanya saja, dia tetap butuh Lucas untuk menemaninya," lanjut Elena.      Elena menyadari sesuatu. Dia melirik kebawah. Tangannya mulai terangkat menuju telinganya.     "Halo, Fred kau masih di sana?"      "Ya, kami sedang dalam perjalanan menuju bandara.  Kami akan kembali saat ini juga. Katakan pada Angelie, Lucas sedang dalam perjalanan," ucap Fredrick. Terdengar suara klakson dan decitan ban mobil yang mengikuti suaranya. Walaupun suara Fredrick terdengar tenang, namun Elena tahu suami dan adik iparnya begitu khawatir saat ini.     "Fred, berhati-hatilah. Utamakan keselamatan kalian, aku tidak ingin terjadi sesuatu pada kalian," ucap Elena. Fredrick tidak menjawab, dia langsung mematikan sambungan teleponnya.      Elena menarik napas untuk kesekian kalinya. Dia membawa ponselnya ke d**a dan sambil menangkupkan wajahnya ke atas, Elena mulai memanjatkan doanya agar Tuhan melindungi suami dan adik iparnya. Lebih lanjut, Elena mendoakan adik iparnya Angelie yang tengah berjuang melahirkan keturunan Van Der Lyn.      Elena sangat gelisah di depan kamar Angelie. Dia bahkan belum berani menengok ke dalam padahal, tidak ada larangan dari tim medis untuk mencegahnya melwati pintu dari kayu mahoni itu namun, Elena masih belum menemukan keberaniannya untuk langsung berhadapan dengan Angelie, sebab dia tahu bagaimana menderitanya seorang wanita ketika pertama kali akan melahirkan.      "Mom …," panggil Letty. Dia menghampiri ibunya yang sejak tadi mondar-mandir dengan raut wajahnya yang bercampur aduk. Gadis itu seolah ikut merasakan apa yang sedang di rasakan ibunya saat ini. Hatinya ikut gelisah, terlebih saat mendengar suara rintihan bibinya dari dalam kamar membuatnya ingin sekali mendekati ibunya.      “Mommy …,” panggilnya lagi namun, ibunya masih sibuk berkutat dengan pikirannya. "Mom!" lagi, panggil Letty kali dengan setengah berteriak. Elena langsung berhenti dan berbalik saat mendengar suara Letty.      "Ada apa nak?" ucap Elena.     Letty menarik napas lalu membuangnya dengan perlahan. Matanya langsung tertuju pada tangan ibunya yang sejak tadi terkatup di depan d**a. Dia meraih tangan ibunya, menggenggamnya lalu membawanya ke sudut ruangan.      “Tenanglah, duduklah dulu,” ucap Letty. Dia menuntun ibunya ke sebuah sofa dekat jendela.      "Aaa, Sakit..."      Elena kembali berdiri saat mendengar rintihan Angelie.      "Angelie …," gumam Elena. Dadanya bergetar hebat sebab dia tahu bagaimana rasanya seorang wanita yang tengah bergumul sambil menikmati pembukaan demi pembukaan menjelang melahirkan. Tanpa sadar, Elena lantas menitikan air mata.     "Mom, tenanglah.” Letty kembali meraih tangan ibunya. Elena menunduk menatap putrinya yang sedang berusaha membuatnya tenang. “Auntie akan baik-baik saja, kita harus mendoakannya," ucap Letty. Dia menggenggam tangan ibunya dengan kedua tangannya sambil bibirnya mengusahakan sebuah senyum yang dia yakini bisa sedikit mengusir kegelisahan di hati ibunya.      Elena yang tampak gunda gelisah, akhirnya bisa sedikit tenang saat tangan hangat putrinya membungkus punggung tangannya. Dia meraih tubuh putrinya dan mereka berpelukan untuk saling menguatkan.      Suasana kembali hening. Elena tidak henti-hentinya memanjatkan doa, sementara Letty tetap setia berada di samping ibunya. Sesekali dia memeluk ibunya dan menggumamkan kata tenang. Sedangkan Leo, dia telah tertidur dalam pangkuan Naomi pengasuhnya. Leo kelelahan karena terus menangis. Walau masih seorang bocah, namun dia tergolong emosional sehingga dia seakan merasakan penderitaan bibinya. Dia begitu khawatir sama seperti ibu dan kakaknya.      Kira-kira sejam hampir berlalu. Kemudian seorang petugas medis keluar dari balik kamar Angelie. Elena dan Letty kompak berdiri saat mendengar suara pintu terbuka. Bergegas Elena menghampiri petugas medis yaitu salah satu dokter yang sedang bertugas.      Dengan wajah penasaran Elena pun langsung menanyakan keadaan adik iparnya.     "Dokter bagaimana keadaan Angelie, apa kita perlu memindahkannya ke rumah sakit?" tanya Elena.     "Nyonya Angelie sudah memasuki pembukaan ke tujuh. Tenanglah, kita tidak perlu membawanya ke rumah sakit karena seluruh perlatan yang di perlukan sudah di persiapkan disini. Jadi, walaupun mungkin nyonya Angelie akan di operasi kita tidak perlu membawanya ke rumah sakit. Kami sudah mempersiapkan semuanya," ucap Dokter.     "Syukurlah," gumam Elena sambil membawa tangannya menyapu d**a.     "Walau begitu, suami nyonya Angelie sepertinya harus ikut menemani istrinya. Nyonya Angelie menanyakan suaminya sejak tadi," ucap dokter.     "Dokter, mereka sedang menuju kemari. Mungkin beberapa jam lagi meeka akan sampai,” ucap Elena. Dokter mengangguk. Elena memikirkan sesuatu namun, dia enggan mengungkapkannya. Dia butuh beberapa menit untuk mengatur pernapasannya sambil mencari keberaniannya namun, oleh dorongan naluri sebagai sesama wanita, Elena berhasil menguatkan hatinya.      “Bisakah aku melihat adik iparku?" ucap Elena setelah lama berpikir dia akhirnya membuat keputusan untuk menemui adik iparnya. Jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya. Dia takut sekaligus cemas. Sebenarnya, dia agak ragu untuk menemui Angelie. Dia tidak sanggup melihat wajah Angelie namun, Elena juga paham bahwa Angelie butuh seseorang untuk menyemangatinya.      "Tentu," ucap dokter.      Elena yang tampak ragu, mencoba mengatur napasnya lagi sambil memperbaiki mimik wajanya. Dia berusaha mengusir rasa takut dan gelisahnya dan mencoba memasang senyum di wajah. Elena mulai melangkah, seorang pelayan bersedia membukakan pintu untuknya sehingga jalannya sangat mulus menghampiri adik iparnya. Elena sempat memalingkan wajah saat melihat Angelie yang sedang di dudukan di atas bola karet berukuran besar. Dua orang pelayan termasuk Marie dan beberapa perawat ada di sana. Seorang dokter sedang mempersiapkan alat medis, salah satunya jarum suntik. Mereka bersiap memberi perangsang pada Angelie yang hampir memasuki pembukaan akhir. Elena tersenyum saat matanya menabrak mata hijau Angelie. Keringat bercucuran di wajah Angelie dan dia tampak sangat gelisah menahan sakit di seluruh tubuhnya.      "Angelie …," panggil Elena.      "Kakak …." Angelie hanya bergumam. Wajahnya tampak lesu. Dia hanya bisa sebatas mengangkat kepalanya tanpa memberi ekspresi lebih. Tubuhnya benar-benar sakit dan seolah tulang-tulangnya sedang di cabut paksa.      Elena yang mengerti apa yang sedang di rasakan Angelie berusaha terlihat tegar agar adik iparnya itu bisa mendapat energi positif darinya. Seorang pelayang memberi kursi di depan Angelie untuk di duduki oleh Elena. Elena kini duduk di depan Angelie. Dia meraih kedua tangan adik iparnya. Dari sini, dia bisa merasakan keringat dingin Angelie.      “Aku tahu apa yang sedang kau alami saat ini begitu menyiksa. Aku pernah berada di posisi itu dan aku begitu menderita tapi, tahukah kamu, jika disinilah semua wanita benar-benar akan menjadi seorang wanita. Maksudku, inilah saatnya bagi wanita untuk menikmati hari terindah di hidupnya. Melahirkan seorang keturunan baru dan meneruskan nama keluarganya.” Elena menarik napas, membuangnya perlahan. Membentuk senyum di bibir lalu meraih rambut adik iparnya. “Bertahanlah, Lucas juga sedang dalam perjalanan kemari. Dia begitu senang mendengarmu akan melahirkan tapi dia juga sangat menghawatirkanmu. Sekarang, ayo sama-sama berdoa dan kita berjuang bersama, hmm?”      Angelie mengulum bibirnya, air mata kembali lolos di pipinya namun dia tetap berusaha menganggukan kepalanya.      “Awh … perutku.” Angelie kembali meringis saat merasakan mulas lagi diikuti keram di sekujur perut dan kakinya.      “Dokter ....” Elena melirik para tim medis. Dengan sigap mereka langsung memindahkan Angelie ke ranjang. Ada tiga orang dokter kandungan dan seorang dokter anastesi di tambah rekan-rekannya. Jumlah tim medis sekitar lima belas orang. Mereka dengan sigap memeriksa keadaan Angelie.      “Dokter ….” Elena menghampiri salah satu dokter kandungan yang terlihat sibuk.      “Nyonya Angelie memasuki pembukaan kedelapan. Sebentar lagi dia akan melahirkan. Kami akan berusaha semaksimal mungkin,” ucap dokter. Elena mengangguk. Dia kembali menghampiri Angelie dan meraih tangannya.      “Kakak, perutku sangat sakit,” keluh Angelie menatap nanar kakak iparnya.      Elena berusaha tersenyum walau matanya tetap tidak bisa menyembunyikan air mata yang sejak tadi menggenang di pelupuknya.      “Hei, kau harus kuat demi bayimu, hmm … aku akan disini bersamamu,” ucap Elena sambil mempererat genggaman tangannya.      Para dokter terlihat sibuk memasang alat-alat dan beberapa di antara mereka tengah berdiskusi sambil mengecek sebuah tablet berisi rekam medis Angelie.      Salah seorang dokter akhirnya menghampiri Elena saat mereka selesai berunding dan sepertinya mereka berhasil memutuskan sesuatu setelah beberapa saat meneliti kondisi fisk Angelie.      “Nyonya besar,” panggil salah satu dokter.      Elena memalingkan wajahnya. Dokter itu berhenti tepat di samping Elena.      "Nyonya, bisa kita bicara sebentar?" tanya dokter bernama Gerald. Dia adalah salah satu dokter kandungan yang bertugas.      Elena mengangguk. Dia berbalik dan kembali menatap Angelie, “Aku akan segera kembali,” ucapnya. Angelie berusaha menganggukan kepalanya.      Elena mengikuti dokter. Mereka berjalan menjauhi bangsal agar memberi ruang bagi keduanya untuk berbicara.      "Nyonya besar, sepertinya nyonya Angelie tidak bisa melahirkan secara normal. Kondisi fisiknya mulai menurun. Para dokter menyarankan oprasi sesar namun kami butuh persetujuan dari pihak keluarga," ucap dokter Gerald.     "Dokter, saya harus menanyakannya pada Lucas. Bisakah saya meneleponnya terlebih dahulu?" tanya Elena.     "Baik, nyonya. Namun, kami membutuhkan jawaban segera," ucap dokter.      Elena mengangguk. Bergegas dia menghubungi Lucas. Tidak sampai dua detik Lucas sudah menjawab telepon Elena.      "Katakan Elena,” ucap suara panik dari seberang sambungan telepon.      "Lucas, kata dokter Angelie harus segera di oprasi, kondisinya tidak memungkinkan untuk melahirkan normal. Mereka menunggu persetujuanmu," ucap Elena.      "Katakan pada dokter untuk melakukan yang terbaik.  Aku ingin bayi dan isteriku selamat. Aku menyetujuinya," ucap Lucas.     "Baiklah," ucap Elena kemudian langsung mematikan sambungan telepon.      "Dokter, Lucas menyetujui oprasi sesar," ucap Elena.     "Baiklah, nyonya. Kami akan langsung memulai operasinya. Tapi untuk itu, ruangan ini harus di sterilkan. Kami mohon anda untuk menunggu di luar," ucap dokter.      "Baiklah," ucap Elena. Sebelum dia meninggalkan ruangan ini dia kembali menghampiri Angelie.      "Hei, tenanglah, Angelie. Berdoalah, Lucas sedang dalam perjalanan kemari. Kau akan aman, dokter akan berusaha sebaik mungkin," ucap Elena. Angelie yang terlihat lesu berusaha tersenyum. Elena tak kuasa lagi menahan air matanya, dia menitihkan air mata. Dia mengecup puncak kepala Angelie sebelum berlalu meninggalkan kamar ini.      Elena keluar dengan perasaan bercampur aduk. Bayi di dalam perut Elena menendang-nendang dengan hebat hingga Elena perlu duduk. Dia mengampiri putrinya, Letty yang masih setia menunggunya di depan kamar Angelie. Mereka kembali berpelukan dan mulai berdoa sambil terus menantikan kelahiran anggota keluarga baru.      Suasan kembali hening, tidak terdengar lagi rintihan suara Angelie karena dia sudah di beri suntikan anastesi. Elena dan para pelayan di mansion megah ini terus memanjatkan doa mereka. Bunyi dentuman jam seolah menggema menambah kegelisahan seisi mansion namun, mereka tetap sabar menunggu di depan kamar Angelie.     "Elena ...." panggil seseorang. Elena langsung berdiri dari kursinya saat melihat siapa yang baru saja memanggilnya.     "Fred …."     Fredrick mempercepat langkahnya. Dia berlari dan langsung meraih tubuh istrinya. Dia memeluk Elena. Fredrick bisa merasakan ketukan jantung Elena yang menggema seolah memukul dadanya.     “Tenanglah, semua akan baik-baik saja.” Fredrick mengecup puncak kepala Elena. Dia tahu persis jika istrinya tengah gelisah sekarang.     "Bagaimana keadaan Angelie?" Lucas baru tiba.     Elena menarik dirinya dari pelukan Fredrick. Dia menatap adik iparnya lalu berkata, “Dia sementara menjalani oprasi.”     Lucas mendesis. Dia berkacak pinggang. Tampak sangat gelisah saat dia membawa tangannya mengelus dagunya, lalu dengan cepat berpindah ke dahinya.     Fredrick menghampiri adiknya. Dia meraih tubuh Lucas dari samping lalu menepuk bahu kanan adiknya.      “Tenanglah, semua akan baik-baik saja,” ucap Fredrick.     “Aku takut sekali, Fred.” Lucas meremas dahinya cukup kuat. Wajahnya berubah pucat sementara jantungnya berdegup sangat kencang bahkan Fredrick bisa mendengar dentuman jantung Lucas.     “Kau sudah berusaha, sekarang serahkan semuanya pada Tuhan.” Fredrick lanjut berusaha menenangkan adiknya.     “Daddy …,” panggil Letty. Fredrick tersenyum. Dia melepas tangannya dari pundak Lucas dan beralih meraih tubuh putrinya. Fredrick memeluk tubuh Letty.     “Terima kasih sudah menjaga Ibu dan Bibi selagi Ayah dan Paman tidak ada,” ucap Fredrick memasang senyum di wajahnya.     Letty tidak menjawab. Dia langsung melingkarkan tangannya di pundak ayahnya lalu menyandarkan wajahnya di pundak kekar ayahnya. Ini hampir larut malam. Letty tak kuasa lagi menahan kelopak matanya yang sedari tadi berusaha menutup namun, gadis itu terlalu tidak ingin membiarkan ibunya yang sejak tadi gelisah sendirian.     “Tidurlah, Ayah menyayangimu,” gumam Fredrick lalu mengecup puncak kepala putrinya.      Sekitar setengah jam berlalu. Kemudian, suara tangisan bayi menggema dari dalam kamar.     Lucas, Fredrick dan Elena. Tiga orang itu sontak berdiri. d**a yang berdebar-debar gelisah seolah sirna, tergantikan dengan kebahagiaan. Lebih-lebih saat salah satu petugas medis yang masih menggunakan seragam oprasi keluar dari kamar. Lucas dan kedua kakaknya bergegas menghampiri perawat itu.     “Selamat tuan Lucas Van Der Lyn, bayi anda telah lahir. Bayi perempuan, beratnya mencapai 4,3 kg,” ucap perawat.     Lucas tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Dia tersenyum sumringah namun matanya juga tak sanggup menahan air mata bahagianya.         “Fred, aku punya anak. Aku punya anak, kau dengar itu?” Lucas sangat bahagia. Fredrick mengangguk lalu meraih tubuh adiknya dan memeluknya.     “Selamat, bung,” ucap Fredrick.     “Daddy ….” Letty terbangun dari tidur sesaatnya saat telinganya menangkap suara bayi. Dia mencari ayahnya. Fredrick menghampiri Letty.     “Nak, adik kalian sudah lahir,” ucap Fredrick.     “Really?” pekik Letty sambil menahan senyumnya. Fredrick tersenyum sambil menganggukan kepalanya.     “Oh my …,” Letty menutup mulutnya. Sedetik kemudian dia turun dari sofa dan berlari menghampiri adiknya yang tengah tertidur di pangkuan pengasuhnya yang duduk berlawanan arah dengan Letty.     "Leo, Leo, bangun. Adik kita sudah lahir." ucap Letty sambil menguncang-guncangkan tubuh Leo yang tertidur dalam pangkuan Naomi. Leo kaget dan melompat. Sontak pria kecil itu menangis sebab dia sangat terkejut.     "Letty, kau mengagetkan adikmu," ucap Elena.     “I’m sorry,” ucap Letty.     Fredrick dengan sigap meraih tubuh putranya dan langsung membawanya ke pelukannya. “Jagoanku,” ucap Fredrick sambil mengecup pipi putranya. Si hot daddy, kembali berusaha menenangkan putranya.      Pintu kamar kembali terbuka. Seorang petugas medis kembali keluar, kali ini sambil menggendong seorang bayi di pangkuannya. Dengan hati-hati perawat itu membawa bayi mungil itu untuk di perkenalkan kepada keluarganya. Seluruh pasang mata yang berada di rumah ini langsung tersenyum gembira menyambut bayi yang baru lahir itu. Perawat tersebut membawa bayi perempuan itu pada Lucas dan membimbingnya untuk memeluknya.     "Owh, Lucunya," ucap Elena saat melihat bayi perempuan yang masih kemerahan dalam pelukan Lucas.     "Canadia, Canadia Van Der Lyn," gumam Lucas lalu mengecup dahi bayi mungilnya.     Beberapa saat kemudian, pintu kembali terbuka. Beberapa tim medis tampak sibuk mengeluarkan alat-alat medis yang di pakai saat operasi. Satu per satu para petugas medis mulai keluar dan memberikan selamat kepada Lucas.     "Selamat atas kelahiran bayi anda. Beratnya mencapai 4,3 kilo gram. Ibunya juga selamat. Dia akan segera siuman saat efek anastesinya mulai menghilang. Anda bisa melihat isteri anda setelah ruangan kamar sudah selesai di bersihkan,” ucap salah satu dokter. Dia mengulurkan tangannya memberi selamat pada Lucas dan semua yang berada di ruangan ini.      Beberapa saat kemudian, tim medis sudah selesai membersihkan ruangan kamar yang digunakan untuk melahirkan. Semua peralatan medis telah di keluarkan, kecuali oksigen dan alat untuk mendeteksi detak jantung, beserta sebuah tiang tempat kantong darah dan infus yang di pasang di tangan Angelie. Lucas menyerahkan bayinya kepada Elena dan memasuki kamar mereka. Dia melihat Angelie yang terbaring lemah di atas ranjang dan mendekatinya.     "Hei sayang," Lucas membelai lembut kepala Angelie lalu memberinya kecupan di kening. “Kau berhasil. Kali ini kau berhasil, sayang. Kau telah berusaha, terima kasih sayang." Lucas kembali mengecup puncak kepala Angelie.     Kemudian Fredrick, Elena, Letty dan Leo serta bayi perempuan Lucas menyusul memasuki kamar. Elena menaruh bayi Angelie dan menidurkannya di samping ibunya.     "Wajah mereka sangat mirip. Ini seperti Angelie yang terlahir kembali," ucap Elena.     "Mom, kapan kau akan melahirkan?" tanya Letty dengan begitu polosnya.     "Usia kandungan Mommy baru tujuh bulan, sayang. Kita harus menunggu sekitar dua bulan lagi," jawab Elena.     "Kupikir kau akan melahirkan sekarang," ucap Letty. Mereka hanya tertawa menanggapi ucapan Letty yang polos.     Mereka terus berada dalam ruangan ini. Bayi kecil yang bernama Canadia telah di beri s**u pengganti ASI karena Angelie belum sadar. Elena menidurkan keponakannya di ranjang bayi, sedangkan Letty dan Leo berbaring di samping ranjang sepupu mereka. Para dokter dan perawat terus memantau kondisi Angelie.     Tiba-tiba tangan Angelie bergerak disertai dengan bulu matanya, perlahan dia mulai membuka matanya.     "Angelie, Dokter ...." Lucas berteriak memanggil para dokter.      Dengan sigap para dokter langsung masuk dan memeriksa keadaan Angelie.      "Bayiku …," gumam Angelie. Elena langsung mengambil bayi Angelie yang terbaring di ranjang bayi.      "Awh..." Angelie meringis saat mencoba berdiri dari ranjang.      "Kau belum bisa banyak bergerak, sayang. Kau baru menjalani operasi sesar. Kau harus beristirahat," bujuk Lucas.      "Itu benar Angelie, biarkan bayimu berbaring di sampingmu," ucap Elena. Kemudian Elena menaruh bayi Lucas dan Angelie di samping Angelie.      "Anakku," ucap Angelie. Ia menitihkan air mata bahagianya.      "Anak kita perempuan, namanya Canadia," ucap Lucas.     Angelie tersenyum mendengarnya. Fredrick dan Elena juga berpelukan dan tersenyum melihat kebahagiaan adik mereka.     "Dad," panggil Leo dan Letty bersamaan. Tiba-tiba sesuatu terlintas di pikiran mereka.     "Ya, ada apa nak?" ucap Fredrick     "Apa kau membawa pesanan kami?" ucap kedua anak itu bersamaan.     "Sayang sekali," Fredrick berusaha memasang wajah sedih dan bersalah yang di buat-buat. "Sayang sekali kalian harus melihatnya sendiri di bawah," lanjutnya.     Letty dan Leo melompat dari kasur yang mereka tempati, tanpa berlama-lama mereka langsung berlari untuk melihat sesuatu yang di bawah ayah mereka.     Elena menggelengkan kepala. Sambil melipat tangan di d**a, dia menatap suaminya dengan menaikan setengah alisnya Elena pun bertanya "Fred, apa kau mengabulkan permintaan mereka?" ucapnya dengan nada santai.     Fredrick tersenyum. Memasang wajah  tak berdosa dan sambil mengangkat kedua bahunya dia pun menjawab "Aku adalah ayah yang baik, tidak mungkin aku mengecewakan anak-anakku."     "Bagaimana kau sempat membelikan anak anjing dan bayi beruang untuk mereka, bukannya kalian datang mendadak?” lagi tanya Elena.     Fredrick meraih tubuh istrinya dan merangkulnya dari samping.     "Kau tahu, seorang ayah akan memprioritaskan apa pun permintaan anaknya. Jadi, yang ku lakukan hanyalah memenuhi keinginan anak-anakku, tidak peduli bagaimanapun situasinya,” ucap Fredrick.     Elena hanya bisa menggelengkan kepala. Namun, bibirnya masih tersenyum sedari tadi. Yah, dalam hati dia memuji loyalitas Fredrick. Dia begitu memanjakan anak-anaknya, bahkan mampu memenuhi permintaan kedua buah hati mereka di saat genting sekalipun.     "Kau memang ayah yang baik kakak, ku harap Lucas akan mengikuti sikapmu,” sanjung Angelie yang sejak tadi memperhatikan perdebatan kecil kedua kakak iparnya.     "Jadi kau meragukan suamimu, heh? Kau tahu Fredrick tidak ada apa-apanya di banding aku. Bahkan aku yang mengingatkannya untuk tidak lupa membelikan Letty dan Leo hadiah. Apa kau pikir aku payah, heh?" ucap Lucas dengan menaruh nada candaan pada perkataannya.     Angelie tersenyum. Sambil menatap suaminya dia pun berkata, “Ya, kau sudah membuktikannya. Kau bahkan melewatkan kesempatan emas seluruh kaum lelaki. Kau membiarkan istrimu melewati masa-masa sulitnya sebelum melahirkan. Bersyukur kau masih sempat mendengar tangisan pertama bayimu, atau kau benar-benar kehilangan momen yang di tunggu-tunggu banyak suami di luar sana.”     Fredrick sontak terkekeh mendengar sindirian halus adik iparnya. Lucas berbalik hanya untuk menghadiahkan tatapan sinis pada kakaknya. Dia kembali menatap istrinya sambil berusaha memasang senyum di wajah.     "Maafkan aku, sayang. Aku berjanji jika kau akan melahirkan lagi, aku akan membatalkan semua urusan bisnisku dan menemanimu," bujuk Lucas.     Fredrick dan Elena hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Lucas.     "Dia tidak ada bedanya denganmu," ucap Elena sambil menatap suaminya. Fredrick hanya terkekeh mendengarnya.     “Ayo, sayang, kita biarkan mereka menikmati waktu berdua mereka. Kita juga butuh waktu berdua," ucap Fredrick sambil melilitkan tangannya di pinggang Elena.           * * * Beberapa minggu kemudian,        "Apa semuanya sudah beres?" tanya Fredrick pada Lucas. Mereka sedang bersiap-siap untuk kembali ke New York.      "Ya, waktu liburan kita telah berakhir. Sekarang waktunya untuk berburu," ucap Lucas.      "Well, aku tidak sabar untuk kembali bekerja. Aku juga penasaran dengan keadaan b*****h itu. Dia tidak bisa bergerak sedikitpun sekarang," ucap Fredrick.      "Tapi, dia belum mengaku kalah, lagi pula selain Oliver kau juga masih punya seseorang yang perlu kau urus," ucap Lucas.      "Maksudmu?" tanya Fredrick.      "Pemimpin kelompok Yakuza ingin bertemu langsung denganmu. Katanya, dia ingin bernegosiasi langsung dengan mu," ucap Lucas.      "Well, atur pertemuanku dengannya. Secepatnya," ucap Fredrick. Lucas menajawabnya dengan menganggukan kepala.     Mereka melanjutkan berkemas sebelum akhirnya meninggalkan Florida dan kembali ke New York beserta keluarga mereka.8
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD