48. The Girl

1152 Words
    "Jadi ... sudah berapa lama kalian berpacaran?"     "Uhuk!" Letty tersedak oleh teh yang baru di seruputnya.     "Darling ...," Buru-buru Emery menghampiri Letty yang tengah duduk di depannya. Emery membawa sapu tangan lalu di berikannya pada Letty.    "It's okay Mrs. Oliver," ucap Letty sambil meraih sapu tangan dari Emery. Dia memalingkan wajah sambil mengusap bibirnya.    "Oh, maafkan pertanyaan bodohku," ucap Emery lagi. Dia mengambil langkah untuk mundur dan duduk lagi di kursinya.    Sebenarnya Letty masih terheran-heran kenapa bisa-bisanya Alex membawa Letty ke rumahnya. Situasinya sudah sangat canggung sejak kali pertama Emery dan Letty bertemu. Di tambah pertanyaan Emery dan sorot matanya yang kadang kala tidak bisa di tebak. Astaga, Letty benar-benar terjebak di dalam situasi yang sangat canggung.    "Maaf, aku sangat antusias saat melihat Alex berkunjung ke rumah. Terlebih saat dia membawa teman ke rumah untuk yang pertama kalinya." Emery memutar bola mata sambil tersenyum haru. "Sungguh, aku tidak menduga dia akan membawa seorang gadis ke rumah," lanjut Emery.    Letty mengerutkan dahi. 'Pertama kali?' Batin Letty. Dia seolah tidak percaya dan memang sangat sulit di percaya. Mengingat seberapa populernya Alex di kalangan wanita saat di kampus. Bahkan dia terkenal dengan citra 'playboy'. Wanita bukan hal yang biasa lagi baginya. Tapi, sepertinya Emery salah mengerti.   "Mrs. Oliver, sebenarnya aku dan Alex hanya se—"   "Permisi," sergah seseorang.   "Oh," Emery memutar wajahnya menghadap sumber suara. "Nancy," ucap Emery.   "Makan siang sudah siap, Nyonya," ucap Nancy.   Emery tersenyum sementara disisi lain Letty semakin terlihat sangat canggung. Dia harus jelaskan pada Emery jika hubungan Letty dengan putranya hanya sebatas teman.    "C'mon sweety," ucap Emery. Senyum sumringahnya tidak mau lepas dan dia terlihat sangat protektif, terlebih ketika Emery tidak berhenti melingkarkan tangannya di lengan Letty. Berjalan bersebelahan bersama Letty sampai mereka tiba di dinning room.    "Dimana Alex?" tanya Emery.    "Aku disini," ucap Alex. Dia berdiri di depan jendela kaca sambil melipat tangan di d**a dan memangku kaki sebelahnya dengan kaki yang satunya. Alex menggeleng pelan. Dia sudah bisa menebak apa saja hasil interogasi ibunya.   Emery lalu menarik tangan Letty dengan antusias menuju meja makan. Emery duduk di ujung meja sementara Alex dan Letty duduk berhadapan. Alex tersenyum kecil saat manik matanya bertabrakan dengan mata Letty. Letty juga ikut tersenyum walau kaku.    "Selamat makan," ucap Nancy kepala pelayan di rumah ini.     Beberapa menit terasa hening. Hanya suara garpu, sendok dan pisau yang terdengar. Sampai ketika Emery semakin tidak bisa menahan rasa penasarannya.    "Jadi, dimana awal pertemuan kalian?" tanya Emery. Alex dan Letty kompak melempar tatapan.   "Apartemen," ucap Alex santai.   Emery membulatkan mulutnya sambil mengangkat kedua keningnya. Dalam hati Emery mulai berpikir jika hubungan Letty dengan putranya sudah sangat serius.   "Bagaimana?" tanya Emery lagi. Keduanya langsung memutar wajah menatap Emery.   "Apanya?" tanya Alex. Nada bicaranya sangat santai.   "Your first night," ucap Emery sangat polos.   Letty hampir tersedak. Buru-buru dia meraih wine di samping piringnya lalu meneguknya.   "Mom ...," rengek Alex sambil mengangkat sebelah tangannya di depan d**a. "Just stop it," pinta Alex dengan nada lembut.   "Oke, oke, forgive me," ucap Emery sambil menahan tawa di wajahnya.    Letty menyudahi makan siangnya. Dia meraih sapu tangan untuk membersihkan mulutnya. Berdehem sebentar. Dia menatap Alex sebelum akhirnya memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Emery. Iya, sepertinya Letty harus mengatakannya jika tidak ingin Emery terus bersalah prasangka.    "Mrs. Oliver," panggil Letty.    Sambil mengunyah makanan, Emery lalu memalingkan wajahnya pada Letty. Dia menaikkan kedua alis bersiap mendengarkan ucapan Letty.   "Sebenarnya aku dan putramu hanya sebatas teman biasa," ucap Letty.    Alex dan Emery kompak menghentikan aktivitas makan mereka. Lalu perlahan keduanya saling melempar tatapan.   "She's right," ucap Alex. Dia mengangkat kedua bahunya sambil memanyunkan bibir. "We're just friend," lanjut Alex.   Emery terlihat kecewa. Dia bahkan sampai mengembuskan nafas panjang sambil menatap wajah Letty. Sementara Letty masih cukup canggung. Dia pikir setelah mengatakan yang sebenarnya pada Emery, dia akan merasa lega tapi, ternyata di sisi lain, walau kemungkinannya sangat kecil, tetap saja Letty merasa kecewa pada dirinya. Dia juga sedikit merasa bersalah sebab telah mengecewakan Emery.    "Tapi aku sedang berusaha membuatnya menjadi kekasihku," ucap Alex tiba-tiba.    Mata Letty melebar seketika. Dia melotot pada Alex. Tapi, Alex hanya tersenyum lalu kemudian dia meraih wine, meneguknya kemudian membersihkan bibirnya.   "Mom, apa kau keberatan jika kami harus menyudahi makan siang ini?" tanya Alex tanpa melepas tatapan matanya pada Letty.   "No ... of course not," ucap Emery. Dia tahu persis jika dua orang muda di depannya butuh privasi. Emery yang tadinya sempat kecewa akhirnya memiliki harapan. "Pergilah, nikmati waktu kalian," ucap Emery.   Alex memutar wajah pada Emery. Dia tersenyum lalu meraih tangan ibunya kemudian mengecup punggung tangan Emery.   "Nikmati makan siangmu, Mom," ucap Alex. Dia berjalan memutar di belakang kursi ibunya lalu berhenti tepat di depan Letty. Seperti sebelumnya Alex kembali mengulurkan tangannya di depan Letty.   Letty mendongak. Sejak tadi jantungnya sudah berirama meningkat. Kegugupannya semakin menjadi-jadi. Lalu, dengan ragu dia menerima tangan Alex. Melirik kecil ke samping, tepat saat Emery kembali menatap Letty.    Senyum kaku Letty akhirnya lepas. "Permisi," ucapnya. Nada suaranya seolah bergetar. Astaga, Letty benar-benar gugup.    Emery tertawa pelan dengan raut wajah penasaran. Dia menggeleng lagi saat melihat tingkah kaku Letty, terlebih saat dia mencubit lengan Alex. Emery menjadi sangat yakin jika dua orang muda itu memiliki rasa satu sama lain. **** "Apa-apaan tadi itu?" tanya Letty. Dia melirik kecil kebelakang lalu beralih memasang tampang sinis. "Apanya?" tanya Alex. Mereka masih berjalan, keluar dari dinning room dan sekarang Alex sedang menuntun Letty menyusuri koridor rumahnya yang luas. "Leluconmu," ucap Letty. "Ck!" Letty melepas pengangan tangannya di lengan Alex. Hal itu sontak membuat Alex menghentikan langkah kakinya. Dia memutar tubuhnya menghadap Letty. "Lelucon yang mana?" tanya Alex lagi. "Ck!" Letty menggeleng lagi, kali ini sambil membawa tangannya di dahi. "Yang kau bilang pada ibumu," ucap Letty. Alex mengerutkan dahi. Perlahan memutar wajah menatap pintu di ujung koridor. "Perkataan yang mana?" tanya Alex lagi. "Alex, kau sudah bisa mengerti maksud ucapanku," ucap Letty. "Ck!" Alex berdecak. Dia membawa jemarinya mengapit hidung mancungnya selama beberapa saat lalu kemudian dia kembali mengangkat kepalanya menatap sepasang iris abu-abu biru yang tengah memandanginya. "Maksudmu lelucon yang mana, Letty?" Letty menarik nafas panjang. Ya Tuhan, Alex benar-benar memancingnya. "Yang kau bilang jika aku ...." ucapan Letty terhenti ketika dia kembali menatap Alex. "Aku?" Alex menggaruk keningnya dengan jari telunjuknya sambil terus menatap Letty. "Kenapa kau bilang jika ...." Letty berusaha sekuat tenaga untuk mengucapakan tujuh kalimat yang di ucapakan Alex pada ibunya yang menurut Letty itu sebuah lelucon. "Sudahlah!" Letty akhirnya memilih untuk meyerah. Lagi dan lagi. Dia membuang muka dengan kasar. Wajahnya berubah cemberut tapi sebenarnya dia sedang menampik perasaan di dalam dirinya. Dia berjalan dengan kasar menjauhi Alex. Alex tersenyum kecil sambil menggeleng pelan. "That's what i like the girl," gumam Alex. ________________ To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD