38. London

1722 Words
Imperial College of London August 2014  Letty POV _____________________ Akhirnya aku menginjakan kakiku di sini, salah satu kampus ternama di Inggris yang hanya menerima 200 mahasiswa per tahun. Aku dan Scarlett baru keluar dari ruangan adminstrasi untuk memasukan berkasku. Aku telah lulus tes online jadi aku tinggal mengikuti tes wawancara, psikologi dan narkoba. Semua urusanku di sini telah selesai, dan kelasku akan di mulai minggu depan. Aku tidak sabar akan hal itu.   "Apa kita makan siang dulu?" tanya Scarlett. Kemarin setelah selesai berbelanja, kami memutuskan untuk keluar dari hotel yang kami tempati karena sudah banyak orang yang terlanjut mengetahui keberadaanku disana. Aku tidak mau rencanaku jadi gagal sebelum di mulai. "Baiklah. Kita makan siang di restoran cepat saji saja. Setelah ini, aku ingin langsung melihat apartemenku." "Baiklah, ayo."    Kami berjalan menelusuri koridor kampus menuju pintu keluar. Aku mengamati setiap sudut bangunan bahkan mengamati ruangan-ruangan yang kami lewati. Dinding koridor di penuhi lukisan sejarah dan terdapat  patung King Albert dan Queen Victoria, beberapa sejarah kerajaan Inggris juga terukir di dinding bangunan. Kelasku akan di mulai bulan depan. Aku tidak sabar untuk segera bertemu teman-teman baruku. Kami tiba di depan kampus dan seperti biasa ada Jhony di dalam mobil. Kami langsung masuk ke mobil dan Scarlett segera menunjukan rute berikutnya yaitu restoran cepat saji kemudian Jhony mulai menjalankan mobil.    "Scarlett, setelah makan siang kita langsung ke apartemenku di Sloane Ave street, ada sebuah apartemen bertuliskan Jame Flame's. Aku telah melihatnya di internet, apartemen itu salah satu apartemen terdekat dengan kampusku kebanyakan yang tinggal di sana adalah mahasiswa di Imperlial College. Aku telah memesan deluxe room di sana." "Baiklah, kita kesana setelah makan siang," ucap Scarlett.   Semakin kesini aku semakin merasa bahwa Scarlett-lah ibu keduaku. Lihat saja dia membangunkan aku pukul enam pagi hari ini. Dia bahkan menjagaku saat mandi, dan membantuku memilih baju. Dia juga telah mempersiapkan berkasku untuk di serahkan di kampus. Scarlett sangat membantuku, aku berterima kasih pada dad yang telah mengirim dua orang ini.   Akhirnya kami tiba di restoran cepat saji di seputaran Kensington Palace. Aku dan Scarlett bersama Jhony langsung masuk dan memesan makanan. Kami mengisi makan siang kami dengan obrolan ringan, tidak sampai satu jam kami sudah selesai makan siang. Kami langsung kembali ke mobil, dan segera menuju apartemenku.  "203 Sloane ave street. Jame Flame's sweet Apartemen," ucap Scarlett, ternyata dia mencari tahu apartemenku lewat situs internet. Belakangan Scarlett jadi rajin menggunakan iPadnya. Mungkin karena ini pertama kalinya Scarlett menetap di Inggris, hingga kami butuh penunjuk arah untuk berpergian.  "Oh iya, Letty tadi tuan besar meneleponku. Katanya kau tidak menjawab panggilannya," ucap Jhony tiba-tiba. Aku langsung memeriksa ponselku yang sedari tadi ku biarkan di dalam tas, dan benar saja ada lima panggilan tidak terjawab dan sebuah pesan singkat. *** From : Dad Letty, jika kau sudah membaca pesanku segera telepon aku. ***   Apa maksud dad? Aku segera menelepon nomor dad dan dad mengangkat di nada sambung ke lima.   "Halo Letty?"   "Ada apa dad?"   "Kau dimana?" tanya dad.  "Aku sedang di jalan bersama Jhony dan Scarlett, kami akan berkunjung ke apartemenku." "Letty, kau tahu aku sedang butuh bantuan tapi aku tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Bruce sedang ke Swedia. Chester sedang ke Indonesia bersama Lucas. Kau, Scarlett dan Jhony bisakah kalian menolongku?" Dad berbicara sambil menahan sesuatu, dia seperti sedang berpikir keras dan tidak menemukan jalan hingga terpaksa dia menghubungi aku seolah akulah jalan keluar dari masalahnya. "Ya. Katakan," ucapku. "Begini, malam ini ada transaksi di London. Jumlahnya cukup besar 12 juta dolar. Aku mengirim paketnya menggunakan sterofom berbentuk permen. Polisi akan mengira bahwa itu adalah mainan anak-anak. Pesawatnya akan tiba nanti malam, tugas kalian hanyalah mengawasi pengiriman. Gunakan penyamaran, pastikan barangku tiba pada Nate st. Jhon. Dan pastikan uangnya tidak kurang." Aku diam tanpa ekspresi saat mendengar permintaan dad, baru saja aku menginjakan kaki di London dan tiba-tiba saja aku harus melakukan pekerjaan kotor. Aku tidak bisa menolak permintaannya karena permintaanya adalah perintah. "Baik. Akan aku usahakan," jawabku pasrah.   "Bagus. Aku akan memberitahu rencananya pada Scarlett. Kau akan ikuti instruksi mereka. Ingat Letty, kau harus melakukannya persis saat di Miami. Jangan ragu untuk membunuh atau kau akan terbunuh." Lagi dia mengingatkanku untuk hati-hati padahal dia sedang mengirimku di medan perang. "Baiklah aku akan hati-hati"   "Aku menyayangimu nak."    Tut. Tut.. Aku menyandarkan bahuku pada sandaran kursi mobil sambil membuang nafas panjang. Baru saja aku merasa seperti bebas, tapi ternyata aku memang tidak bisa bebas dari si mafia. "Letty," panggil Scarlett sambil mengusap lembut telapak tanganku yang sedang ku kepalkan. "Aku tidak tahu, kenapa ayahku begitu tertarik dengan dunia gelap itu. Heroin, cocaine dan segala macam obat haram itu. Dia begitu gembira saat tumpukan uang hasil dari pekerjaan kotornya telah berhasil didapatkan. Padahal dia sendiri adalah bos dari perusahan raksasa.Cih ... entah mengapa memikirkannya membuat dadaku sesak." "Kau tahu pribahasa nasi sudah menjadi bubur?" "Ya aku pernah mendengarnya dan itu prinsip orang primitif. Aku tidak suka kalimat itu." "Letty, jika ayahmu berhenti sekarang itu tidak akan menyelesaikan masalahnya. Kau tahu sejarah Black Glow dan kau pasti tahu apa yang akan terjadi jika ayahmu behenti melakukan pekerjaannya." "Tidak perlu di ingatkan," ucapku sarkasme. "Keputusan ada padamu Letty, kau pemimpin kami selanjutnya. Kau yang akan meneruskan bisnis ayahmu, jika kau sudah masuk ke dalam dunia gelap itu, akan sulit untuk menemukan jalan untuk kembali."     'Tidak ada pengorbanan tanpa perjuangan Scarlett. Aku akan berjuang agar ayahku bisa keluar dari bisnis gelap itu, sampai saat itu tiba aku harus menjadi mafia sepertinya.' Batinku. Scarlett tersenyum dan aku tidak mengerti arti senyumannya. Aku tidak peduli dia mendukung ku atau tidak yang jelas, aku akan menolong ayahku agar bisa terlepas dari bisnis haram ini. "Sudah sampai," ucap Jhony saat mobil kami tiba di sebuah gedung bertuliskan Jame Flame's sweet apartemen. Mood-ku berubah sejak dad meneleponku. Aku jadi tidak semangat ingin melihat apartemenku.  Scarlett sudah turun sedangkan Jhony membukakan pintu mobil untukku. Terpaksa aku turun, dan mengikuti Scarlett menuju kedalam gedung. Kami langsung menuju meja resepsionis dan kami langsung di sambut dengan hangat oleh para pelayan apartemen.  Aku berusaha mengembalikan moodku agar tetap fokus, aku tidak boleh lemah. Ini konsekuensi yang harus aku hadapi, dan perjuanganku baru saja dimulai. "Selamat siang Nyonya, selamat datang di Jame Flame's Sweet Apartemen. Apa anda sudah melakukan reservasi sebelumnya?" ucap wanita blonde bernama Betty, ku lihat dari papan nama yang di sematkan di d**a kanannya. "Aku telah memesan deluxe room lewat situs online," jawabku singkat tanpa ekspresi. "Baiklah, boleh kami tahu reservasi atas nama siapa?" Lagi tanya wanita blonde itu padaku. "Atas nama Letty Murphy," jawabku."Baiklah, tunggu sebenar nyonya kami akan melakukan pengecekan terlebih dahulu," ucap wanita itu. Dia tampak sibuk dengan layar monitor. Aku menunggu kira-kira lima menit lalu dia kembali mengangkat wajahnya.  "Nona Letty Murphy telah membeli deluxe room di lantai dua puluh dan sudah di bayar lunas sampai satu tahun kedepan. Pelayan kami akan mengantar anda sampai ke kamar anda, dan jika anda memerlukan sesuatu silahkan hubungi nomor ini," Wanita itu menyerahkan selembaran berisi nomor-nomor telepon dan aku bersedia menerimanya. "Kami akan siap melayani anda kapanpun anda memerlukan," lanjutnya. "Baiklah terima kasih," ucapku dengan menyunggingkan senyuman, kemudian salah seorang pelayan pria langsung menuntun kami menuju ke lift dan kami langsung menuju lantai dua puluh. 'TING' Pintu lift terbuka. Kami segera keluar. Menyusuri koridor yang terbuat dari lantai batu pasir, dinding beton berwarna putih dengan lukisan klasik menjadi pemandangan yang bagus sebelum kami berhenti di depan pintu bertuliskan 94. Ada dua pintu di samping kiri dari pintu yang sepertinya akan menjadi milikku. Pria itu menaruh kunci berbentuk kartu untuk membuka pintu dengan keamanan moderen itu.  "Nona, anda perlu menyetel ulang kode pengaman di pintu anda agar hanya anda dan keluarga anda yang bisa masuk ke dalam apartemen," tutur pelayan pria itu. "Terima kasih sudah mengingatkan," ucapku. Kami langsung masuk. Mataku langsung memandangi sekeliling ruangan. Well, seperti apartemen-apartemen lainnya. Dapur mini dengan mini bar, satu kamar utama dan satu kamar tamu. Ruang tamu, dan jendela luar yang di lengkapi balkon teras. Aku mengangguk-anggukkan kepala saat tahu jika fasilitasnya sudah sama seperti yang aku lihat di internet. Hanya tinggal menambah beberapa furniture dan mengisi mini bar.  "Aku ingin segera pindah kemari. Aku bosan tinggal di hotel. Besok, aku ingin barang-barangku segera di pindahkan kemari," ucapku.  "Baik," ucap Scarlett. Aku memilih untuk melihat kamar utama. Sekedar untuk memastikan sekiranya apa yang perlu kutambah untuk bisa membuat kamarku hidup. Lalu setelahnya aku beralih melihat pemandangan di balkon luar. Pemandangan seputaran Kensington, sepertinya tidak terlalu buruk.     Setelah selesai melihat seluruh sisi ruangan dan memantapkan diri untuk segera pindah kemari, aku kembali ke ruang tengah dan mendapati Scarlett sedang berbincang dengan pelayan pria yang tadi mengantar kami. Sepertinya Scarlett bertanya masalah kemanan di apartemen ini, sebenarnya aku tidak perlu pengamanan yang ketat. Aku bisa menjaga diriku. Lagi pula ini apartemen bukan frat jadi sudah pasti keamanannya sudah berstandar.  "Kau sudah selesai melihat-lihat ruanganmu?" tanya Scarlett. Aku mengangguk sambil menyunggikan senyum tipis. "Baiklah, kita harus segera bersiap. Maksudku, kau ingat malam ini kita punya pekerjaan penting," Scarlett memberikan kode lewat tatapannya. Aku memutar bola mata.  "Bagaimana aku bisa lupa," ucapku. Aku melipat tangan di d**a lalu berjalan melewatinya. Aku berbalik lagi saat ingat sesuatu.  "Oh iya, aku ingin ruanganku di bersihkan sebelum aku pindah kemari," ucapku.  "Baik nona," ucap pria tersebut.    Aku merogoh dompet di tasku dan mengeluarkan 100 paunds untuk membayar pria ini. Dia berucap terima kasih. Kami segera keluar dari apartemen setelah urusanku selesai, tidak lupa aku mengganti password di pintu agar tidak ada yang bisa menyabotase ruanganku. Setelah selesai, kami langsung menuju kedalam lift. Pelayan pria yang sedari tadi menemani kami menekan tombol ground kemudian pintu lift segera tertutup, namun tiba-tiba saja seseorang menyelipkan tangannya dari luar pintu lift sehingga pintu kembali terbuka, dan aku sangat terkejut saat melihat siapa pria di hadapanku. "Selamat siang tuan Alex," ucap pelayan pria itu sambil membungkukan d**a. "Selamat siang untukmu Frido," sahut pria itu, dan seketika jantungku kembali berdegup kencang saat pria itu berdiri tepat di sampingku. Astaga ... apakah takdir harus sesederhana ini? Maksudku, aku bertemu lagi dengannya? Dan kenapa dia ada disini, apakah dia juga salah satu penghuni apartemen ini? Entahlah, yang jelas sepertinya dadaku berdebar-debar. Sialan, apanyang terjadi padaku. Mengapa jantungku harus berdetak meningkat, dan kenapa aku gugup? Sialan aku mencubit lenganku sendiri sambil menggigit bibir bawahku. Ada apa denganku!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD