Pertemuan Pertama

1521 Words
"Hosh... hosh..." Arya memegang dadanya kuat-kuat. Ia terus berlari memasuki hutan walau fisiknya tidak kuat lagi karena luka yang menganga di dadanya terus mengucurkan darah. Baju yang dipakainya basah, campuran antara darah dan keringatnya. Rasa sakit di dadanya menjalar ke seluruh tubuhnya. Hutan yang lebat cukup menyulitkannya. Pohon-pohon besar, tumbuhan yang merambat  beserta rumput yang tumbuh tinggi membuat langkahnya melambat. Hutan ini memang bisa menyembunyikan keberadaannya dari pasukan VOC. Arya berjalan tertatih sambil sesekali memegang batang-batang pohon di sekitarnya. “Argh...” Bruk! Tubuh Arya ambruk di tengah hutan diantara rimbunnya semak belukar dan bebatuan. Ia tidak kuat lagi berjalan, tubuhnya melemah karena  terlalu banyak kehilangan darah. Ya Allah tolonglah aku! Sementara itu Sophia sedang berjalan-jalan di  tengah hutan mencari sejenis jamur untuk menemani makan malamnya. Ia menyusuri hutan, matanya menelisik tiap sisi hutan. Tiap jamur yang tumbuh di atas tanah maupun batang kayu yang membusuk di telitinya, Sophia mampu membedakan mana jamur beracun dan mana yang bisa dimakan seperti apa yang diajarkan Aki kakeknya. Jamur yang bisa dimakan dipetiknya dan dimasukkan ke dalam kantung yang ia bawa sementara jamur yang beracun dibiarkannya tumbuh bebas. Aki mengajarkan pada Sophia untuk menjaga alam maka ia tidak akan mengambil sesuatu yang tidak dibutuhkan dan membiarkannya hidup di alam bebas, sekalipun jamur itu beracun bagi manusia tetapi pasti memiliki manfaat bagi makhluk lain begitu keyakinan Sophia. Suara burung-burung menemani Sophia mencari jamur. Mata Sophia terus melihat ke sana dan ke sini mencari jamur dan jika beruntung Sophia bisa bertemu dengan ayam hutan ataupun kelinci yang bisa menambah lauk makan malamnya. Tiba-tiba Sophia mendengar suara rintih kesakitan, ia terdiam sejenak memastikan suara itu adalah suara manusia bukan suara hewan hutan. Setelah pasti itu suara manusia ia mencari sumber suara itu. Sophia bukanlah gadis penakut, ia tidak akan lari hanya karena suara yang misterius. Matanya melihat ke berbagai arah menelisik semak belukar di sekitarnya. Tangannya digunakan untuk menyibak semak belukar yang tumbuh tinggi di sekitarnya.  Diantara rimbunan semak ia melihat seorang laki-laki terkapar di atas tanah. Ia mendekati pria itu. Laki-laki itu masih bernafas namun sepertinya amat lemah. "Aaa..." Arya merintih menahan sakit di d**a. Tangannya menahan darah yang terus merembes melalui bajunya. Sophia berjongkok di samping Arya, "Kamu terluka, darahnya terus mengalir, tunggu sebentar!" Sophia melihat d**a Arya, mengangkat sedikit tangan Arya, darah merembes ke bajunya. Bagian bajunya terkoyak di bagian d**a. Sophia bangkit berdiri lalu matanya melihat ke sekitar, ia mencari sarang laba-laba yang ada di pepohonan. Sebuah sarang laba-laba terlihat tidak jauh dari posisinya, ia menghampiri sarang itu lalu mengambilnya dengan tangan. Sophia membawa sarang laba-laba di genggamannya ke dekat Arya, membuka baju Arya lalu meletakkan serat-serat dari sarang laba-laba itu ke bagian d**a yang terluka. Darah masih merembes walau tak sebanyak sebelumnya, Sophia kembali mencari sarang laba-laba lalu melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Tidak lama, darah berhenti mengalir. Arya tidak mengeluarkan sepatah katapun, ia hanya memperhatikan Sophia yang begitu cekatan merawat lukanya. Siapa gadis ini? Batin Arya. "Matahari hampir terbenam, sebaiknya kita segera ke pondok." Sophia membantu Arya berdiri lalu memapahnya, tubuh Arya lumayan berat sehingga mereka membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai ke pondok. Ditambah lagi semak belukar dan akar-akar pohon yang terkadang membuat Arya tersandung. Dari jauh sebuah pondok kecil sederhana terlihat diantara pepohonan, Sophia berusaha mempercepat langkahnya namun ia kesulitan karena tubuh Arya yang makin melemah bahkan hampir kehilangan kesadaran. “Bertahanlah! Kita hampir sampai.” Ucap Sophia pada Arya yang hampir memejamkan matanya. “Eugh...” hanya lenguhan yang menjadi jawaban Arya. Sekitar 5 meter dari pondok, Sophia berhenti, "Aki... aki...tolong Sophi!" Teriak Sophia. Aki yang mendengar teriakan cucunya bergegas keluar dari dalam pondok dan segera menghampiri Sophia yang memapah Arya. Arya hilang kesadarannya begitu Aki sampai di depan Sophia kemudian Aki membantu Sophia membawa masuk Arya ke dalam pondok. Mereka meletakkan tubuh Arya di ruang tamu pondok itu. "Dimana kamu menemukan pemuda ini?" tanya aki pada Sophia. "Di hutan Aki, lukanya parah, darahnya keluar terus, Sophi tutup pakai sarang laba-laba." Sophia berkata sambil melihat kebayanya yang ikut terkena darah Arya. "Biar Aki bersihkan dulu lukanya. Tolong cari bekicot ambil lendirnya!" "Iya Ki." Sophia segera mematuhi akinya dan keluar pondok mencari bekicot. Di halaman pondok Aki menanam pohon pisang, di sekitar pohon pisang itu biasanya banyak bekicot. Sophia mengambil 3 ekor bekicot yang masih utuh. Lalu mengambil lendirnya dan menampungnya pada selembar daun pisang. Hewan itu memang menjijikkan tetapi lendirnya sangat berkhasiat untuk mengobati luka. Sophia menyerahkan lendir itu pada Aki lalu mengganti bajunya dan  masuk ke dapur untuk memasak makan malam. Rencananya membuat pepes jamur gagal, karena menolong Arya jamur yang sudah dikumpulkannya tertinggal di hutan. Akhirnya ia kembali keluar mengambil jantung pisang langsung dari pohonnya. Ia  lalu memasak sayur jantung pisang dan merebus singkong. Hari ini ia tidak memasak nasi, persediaan berasnya habis karena Aki belum ke kota. Sophia tinggal berdua di pondok itu bersama Akinya. Pondok yang dibangun aki bersama nini. Dua tahun lalu mereka bertiga saat Nini masih hidup namun Nini sakit lalu wafat. Makam Nini tidak jauh dari pondok mereka. Selesai memasak lalu mereka menikmati makan malam. Aki sudah selesai mengobati Arya, membebat d**a Arya dengan kain dan mengganti baju Arya dengan baju bersih milik Aki. Sementara Arya masih tidak sadarkan diri. Semalaman Sophia dan kakeknya merawat Arya yang demam, mereka bergantian mengompres  Arya. Pagi menjelang ayam jantan pun berkokok, Sophia menjalani rutinitasnya di pagi hari seperti biasa yaitu  menyalakan api di tungku menggunakan kayu bakar yang sudah tersedia di pinggir tungku, lalu  memasak air. Samar-samar terdengar suara lirih. Sophia berhenti dari aktivitasnya lalu fokus mendengarkan suara itu. "Allahu Akbar." Arya mengucapkan kata itu pelan sambil menggerakkan tangannya. Kata yang diucapkan Arya itu jarang di dengar Sophia, terakhir ia mendengar itu 5 tahun yang lalu saat berkunjung ke desa bersama Aki untuk membeli persediaan makanannya. Sophia tidak diizinkan bepergian oleh Aki karena fisiknya yang berbeda dengan perempuan kebanyakan sangat menarik perhatian. Rasa ingin tahu Sophia membuatnya mendekati Arya, tetapi Arya sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Ia melakukan gerakan-gerakan halus dengan tangannya yang masih lemah. Mulutnya komat-kamit seperti membaca mantra. Setelah menoleh ke kanan dan ke kiri sambil berucap 'assalamualaikum' barulah Arya menatap Sophia. "Apa masih terasa sakit?" Sophia menunjuk d**a Arya. Dan Arya mengangguk. "Arya." Suara Arya pelan sekali. "Apa?" Sophia mendekatkan wajahnya pada Arya hingga jarak antara wajahnya dan Arya sangat dekat. "Saya Arya." "Saya Sophia. Tadi apa yang kamu lakukan?" "Shalat," Sophia mengernyit bingung. Ia ingin bertanya lagi tapi kondisi Arya masih lemah. "Saya buat bubur dulu." Sophia kembali ke dapur masih dengan benak yang penuh tanda tanya. Arya memegang dadanya ia merasa jantungnya berdetak lebih kencang saat bertatapan dengan Sophia. Mata abu-abu Sophia seakan memerangkapnya. Apakah karena luka atau ada hal lainnya? Arya membatin. Sophia memiliki kulit putih dengan rambut coklat dan mata yang berwarna abu-abu. Ciri yang mirip dengan perempuan Belanda. Mengapa seorang perempuan Belanda tinggal dengan seorang kakek di dalam hutan? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Arya. Ia harus mencari tahu. Sophia membuat bubur jagung. Ia terus mengaduk bubur jagungnya hingga matang.Asapnya masih mengepul saat dituangkan ke mangkuk yang terbuat dari tanah liat. Ia mengambil sebuah sendok kayu dan meletakkannya di mangkuk. Aki yang berdiri tidak jauh dari Sophia sedang bersiap-siap pergi, ia mengambil topi capingnya yang tergantung di dinding anyaman bambu. "Sophia, Aki ke desa dulu. Persediaan beras kita sudah habis." "Sarapan dulu Ki, singkong bakarnya sudah matang." Sophia menyodorkan sepiring singkong bakar pada Aki. Aki menyantap singkong bakarnya dengan lahap bersama Sophia. Sebulan dua kali Aki pasti pergi ke desa untuk membeli persediaan makanan seperti beras dan garam. Setiap ke desa Aki membawa barang untuk dijual seperti gula aren, singkong dan tumbuhan yang dikeringkan untuk jamu. Hasil penjualannya digunakan untuk membeli beras dan kebutuhan lain. “Aki berangkat, setelah Arya sarapan, minumkan obat yang telah aki buat.” “Baik, Aki.” Setelah aki pergi, Sophia membawa semangkuk bubur dan segelas air ke hadapan Arya. Ia menaruhnya di samping tubuh Arya. “Makan dulu ya kang nanti habis itu minum obat yang sudah dibuat aki tadi!” Arya sedikit menangkat kepalanya dibantu Sophia yang menaruh bantal tambahan di bawah kepala Arya. Bantal tambahan tersebut dibuat Sophia dari tumpukan kain. " A..." Sophia menyodorkan bubur jagungnya. Arya terdiam sejenak ragu-ragu menerima suapan Sophia. “Makan kang, tubuh akang butuh makanan. Akang kehilangan banyak darah!” pinta Sophia yang dijawab anggukan oleh Arya. "Bismillah." Arya menerima suapan Sophia. Perlahan ditelannya bubur jagung hangat itu, Arya tidak perlu mengunyahnya karena Sophia sudah menumbuk jagungnya sampai halus saat ia memasaknya. Mata Arya memperhatikan Sophia lekat-lekat, jantungnya kembali berdebar. Ia memperhatikan gerak gerik Sophia. Astaghfirullah Arya berusaha menyadarkan dirinya. Separuh dari porsi bubur yang dibawa Sophia sudah masuk ke dalam perut Arya. Pada suapan berikutnya Arya menolak karena merasa sudah kenyang. “Minum air putihnya kang.” Sophia menyodorkan gelas bambu berisi air putih pada Arya dan Arya perlahan meminum air itu. “Saya ambil obat dulu di dapur.” Sophia pergi ke dapur membawa mangkuk dan gelas kotor lalu kembali dengan mangkuk lain berisi ramuan obat yang sudah direbus. “Ini obatnya, diminum dulu kang!” Dengan menggunakan sendok Sophia menyuapi Arya ramuan obat yang dibuat Akinya. Rasa pahit menjalari lidah Arya namun bukan masalah bagi Arya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD