chapter 2

2063 Words
Pejabat Direktur Operasi Garuda Indonesia, Capt. Tumpal M. Hutapea mengatakan bahwa pencapaian tersebut merupakan bentuk komitmen serta tidak lepas dari usaha seluruh lini layanan operasional untuk memberikan layanan terbaik bagi para pengguna jasa khususnya dengan mengedepankan aspek ketepatan waktu. "Menjadi maskapai dengan ketepatan waktu terbaik di dunia ini tentunya merupakan milestone tersendiri bagi kami dalam menjaga kualitas layanan dan tingkat ketepatan waktu yang merupakan "core" layanan kami sebagai maskapai full service", tambah Tumpal.  "Capaian ini tentunya memiliki arti tersendiri bagi kami mengingat Garuda Indonesia berhasil mencatatkan capaian Tingkat Ketepatan Waktu Terbaik tertinggi sebagai "The Most Punctuality Airline in the world" sejak tiga tahun terakhir dengan berhasil mencatatkan capaian tingkat ketepatan waktu diatas 95 persen". Tumpal melanjutkan “Kami harapkan pengakuan dunia ini dapat menjadi motivasi bagi kami  dalam mempertahankan kinerja operasional maskapai, khususnya dalam hal tingkat ketepatan waktu maskapai. Ke depannya kami harapkan capaian kinerja OTP ini dapat terus kami maintain dengan baik melalui koordinasi intensif dan optimalisasi lini layanan operasional bersama seluruh pemangku kepentingan untuk selalu mengedepankan komitmen "Operational Excellence", dalam menyediakan standar layanan penerbangan maskapai global". Tumpal menambahkan, Garuda Indonesia juga turut menyampaikan apresiasi kepada pelanggan setia Garuda Indonesia, yang turut memberikan kontribusi terhadap capaian ini dengan selalu melakukan proses check-in tepat waktu, sehingga sangat menunjang kelancaran dan ketepatan jadwal penerbangan. Garuda Indonesia sebagai IOSA Registered Airline juga akan terus menjaga aspek “operational safety” yang diterapkan melalui komitmen budaya safety di seluruh lini operasional Perusahaan, dengan demikian bukan hanya performa capaian OTP saja yang terjaga melainkan kualitas keamanan juga telah sesuai standar internasional. Penerbangan dari dan menuju Australia tersebut dilayani dengan menggunakan armada Airbus A330 yang memiliki kapasitas kursi sebanyak 287 dengan konfigurasi 24 kursi  kelas bisnis dan 263 kursi kelas ekonomi.   Pentigraf Ke-satu #1 Senyuman Maut Karya. Evy Wahyuni Ningsih berjalan tertatih-tatih, menyusuri lorong gelap di sebuah kampung terpencil. Mata sendunya menatap jalang pada apapun yang lalu lalang di hadapan ketika telah tiba di depan lorong. Keinginan menggebu telah menanti untuk terpuaskan. Dahaga yang sungguh menyiksa. Juwita, kembang desa yang masih belia itu terlihat dari jauh hendak melintasinya. Senyum merekah, mekar di kedua sudut bibir. Pertanda penantiannya akan segera berakhir. "Hai Juwita, lihat Aku!" serunya sebelum gadis cantik itu berlalu terlalu jauh. Mendengar namanya disebut, ia segera menoleh. Senyuman Ningsih berdaya magis. Juwita tak berdaya ketika Ningsih menarik tangannya masuk ke dalam lorong gelap itu. Tak berapa lama kemudian, dari mulut lorong itu keluarlah seorang gadis cantik berparas sendu. Ningsih tersenyum bahagia. Tamat.*** Pentigraf Ke-dua #2 Kampung Baru Karya. Evy Wahyuni Hari telah beranjak petang. Kuhapus peluh yang membasahi dahi. Perjalanan ke kampung ini ternyata cukup melelahkan. Setelah turun dari bus di pinggir jalan tadi, aku harus berjalan kaki lagi agar segera tiba di sini. Beberapa warga tampak menatapku dengan pandangan aneh. Penampilan ala-ala kota jelas menyolok di mata mereka yang hanya penduduk biasa. Namun, pandangan aneh mereka tak perlu ditanggapi terlalu jauh. Bergegas langkah menuju rumah yang kutuju. "Betul ini rumah Pak Kasdi? Saya menerima undangannya minggu lalu dan baru bisa datang ke mari," ujarku, setelah memberi salam pada seorang lelaki aneh yang tengah duduk di ruang tamu. Tatapannya pun aneh. Lalu dengan ramah menyuruh duduk di salah satu kursi yang ada. Tak banyak tanya kuurai, malam telah lebih dulu menyapa. Ada yang aneh pada kampung ini, jumlah penduduknya lumayan sedikit untuk sebuah ukuran kampung. Kerlingan orang-orang yang tadi kutemui pun tampak tak biasa bagiku. Entahlah ... aku harus berdoa banyak-banyak malam ini. Agar besok pagi tak kutemukan jasadku di liang tanah belakang rumah Pak Kasdi. Tamat.*** Pentigraf Ke-tiga #3 Sepucuk Surat Karya. Evy Wahyuni Dila tersenyum menatap taman bunga yang berada di samping rumah, dulu taman itu dibuat oleh Jay, suaminya. Sebagai wujud rasa cinta katanya, karena Dila sangat menyukai bunga. Sehingga di kala sedang merindukan Jay yang telah dua tahun bertugas di daerah lain, maka ke taman itulah ia melabuhkan rasa rindu pada sosok lelaki bertanggung jawab itu. Masih dalam buaian kenangan yang melarutkan asa, tiba-tiba Bik Suri menghampirinya. "Maaf Bu, nih ada surat dari Pak Pos." Begitu menerima surat itu, Bik Suri pun berlalu. Dila menatap surat bersampul cokelat yang ditujukan ke alamatnya. Tak sabar, surat itu segera ia buka, seketika senyum keceriaan itu langsung memudar, berganti pucat pasi, dan keterkejutan yang luar biasa. Sepucuk surat cerai dikirimkan oleh Jay! Air mata menetes tanpa diminta. Tangan pun bergetar kala membaca isi surat itu. Terjawab sudah kegelisahan selama ini, ternyata suaminya bermain api di belakangnya. Ada rasa tak rela, cinta yang baru terasa indah kini harus pupus dalam sekejap. Tak ingin menyalahkan takdir, mungkin sudah begitulah jalan hidupnya. Selesai.*** Pentigraf Ke-empat #4 Takdir yang Sama Karya. Evy Wahyuni Aku masih termenung di sini, di pinggir jalan dekat rumahmu. Suasana malam yang lengang kian menambah kekalutan nalar, nyanyian jangkrik saling bersahutan di balik kios yang lapuk makin menambah beban pikiran. Namun, aku menikmati iramanya, ikut bersenandung bersama, meski tak tahu lagu apa yang sedang hewan itu nyanyikan. Seakan membawaku sepuluh menit yang lalu saat masih duduk di beranda rumahmu. "Maafkan aku, Bang. Ayah telah menjodohkanku dengan anak sahabatnya. Aku menerima, karena tidak mau dianggap anak durhaka, Bang," katamu diselingi derai tangis yang membanjiri kedua pipi halus itu. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, kuasa orangtua lebih mengikat dirimu dibandingkan dengan ikatan kasih yang telah kau dan aku sepakati bersama selama ini. Kulepas dirimu tanpa harus menghadirkan rasa kecewa. Walau untuk saat ini, tak ada yang bisa menggantikan posisimu di hati, setidaknya ada kejelasan. Melepas ikatan cinta demi suatu ikatan yang lebih sakral di mata Tuhan, karena aku tahu takdir selalu memihak kepada siapa yang rela menerima kenyataan. Seperti saat ini, minggu depan akan datang sahabat ibu dari pulau seberang. Berkehendak pula menjodohkan aku dengan anak gadisnya yang pernah menjadi teman masa kecil saat masih tinggal bersama di panti asuhan. Tamat.*** Pentigraf Ke-lima #5 Berani Karya. Evy Wahyuni "Ayo Rudin, kamu pasti bisa!" seru ayah ketika pertama kali mendorongku naik ke genteng untuk mengambil buah mangga yang pas berada di atas genteng samping rumah. Kata-kata itu terus terngiang di telingaku hingga kini, kala ada hal yang harus kulakukan. Mengadu nyali, memberangus rasa pengecut. Menjadikan jiwaku menjadi sosok yang tanpa takut. Seperti malam ini, kukumpulkan keberanian menyatu di aliran darah. Tekad membulat, harus bisa menyelesaikan satu PR yang terbengkalai sejak lama. Menyatakan cinta pada Azizah, tetangga lima langkah dari rumahku. Tamat.*** Pentigraf Ke-enam #6 Tua-tua Keladi Karya. Evy Wahyuni Kau tampak lelah. Tubuh rentamu seperti sudah tak bisa menopang langkah-langkah yang kian tertatih. Kau telah menua, akan tetapi jiwamu masih tampak sangat kehausan, akan hadirnya seorang dara jelita pujaan hati. Langkahmu kini berhenti. Tiba-tiba ada yang menarik perhatian kedua netra yang kian rabun. Kau menyeringai senang, merasa puas akan titik pencarian yang kini berujung di depan mata. Kau memegang bahu sang dara jelita yang tampak terkejut. Tawa berkumandang mengisi ruangan pengap itu. "Akhirnya aku menemukanmu, cucuku. Kakek lelah. Ayo, berhenti main petak umpetnya, ya?" Tamat.*** Pentigraf Ke-tujuh #7 Kisah Sedih Di Sabtu Malam Karya. Evy Wahyuni Malam ini, udara begitu dingin menyapa pori-pori kulit. Menembus pertahanan tubuh yang hanya berlapis sweater dan gelungan sarung bali di leher. Cuaca memburuk sejak sore tadi, menyisakan butir-butir gerimis yang kian halus menetes di bumi. Suasana senyap, para penghuni rumah merasa lebih aman berada di balik selimut. Namun, tidak denganku. Aku masih betah duduk di beranda. Menunggu dirimu yang beberapa jam lalu berjanji hendak bertemu di rumah, sekilas kulirik jam di pergelangan tangan kanan, sudah pukul 21.15 WITA. Ini sudah terlalu lama, entah kemana gerangan dirimu? Gerimis perlahan mulai menjelma menjadi titik-titik hujan, aku terlena oleh iramanya. Tak sadar tepukan ibu di bahu kembali menyadarkanku. "Mira, masuklah, Nak. Tiada guna menunggu seseorang yang telah lama berpulang ke pangkuan Tuhan." Sakit hatiku mendengar kata-kata itu, perih. Aku belum rela kau tinggalkan pada kecelakaan yang menimpamu 3 bulan yang lalu. Tamat.*** Pentigraf Ke-delapan #8 Bus Sekolah Karya. Evy Wahyuni Bus itu terlihat lagi! Ia melewati jalanan kompleks rumahku. Ah, aku tak sempat melihatnya karena sedang berada di dalam rumah. Padahal biasanya bus itu selalu kutunggu lewat hampir setiap hari. Entah mengapa hari ini ia terlambat melintas. Ayah yang sedari tadi mengawasi, menghampiri dan memeluk hangat tubuhku. Ia pun menarikku menjauhi jendela dan membawaku ke luar halaman, menikmati indahnya cahaya sinar matahari di pagi hari. "Maafkan Ayah, Nak. Gara-gara Ayah, kini kedua kakimu harus di-amputasi." Ayah kembali melagukan kata-kata yang tiap hari ia ucapkan, sebuah penyesalan yang tidak ada gunanya. Toh, sekarang aku lebih bergantung pada kursi roda ini. Tamat.*** Pentigraf Ke-sembilan #9 Danau Biru Karya. Evy Wahyuni Hamparan air terpampang di hadapan, danau ini teramat sangat indah. Beberapa tumbuhan liar justru makin menambah keindahan danau itu. Aku larut dalam imajinasi, merangkai bentuk keindahan semu. Tak kupedulikan teriakan orang-orang di belakangku. Jembatan ini masih terlalu lama kutiti. Sesaat seketika menjadi begitu damai, aku seperti melayang-layang diantara mega di angkasa. Pesona danau ini begitu melenakan hasrat, membentuk sebuah fatamorgana abadi, begitu mendamaikan jiwaku yang luntang-lantung karena kekecewaan karena sebuah pengkhianatan cinta. Esok hari, sekitar danau ramai oleh riuh gempita warga yang berdatangan berebut ingin menyaksikan sesuatu yang tiba-tiba menggemparkan, padahal hari ini adalah hari Senin. 'Kenapa tidak dari kemarin saja, kalian datang?' bisikku lirih. Tim SAR telah berhasil mengevakuasi jasadku yang ditemukan tenggelam terkait di dasar danau. Tamat.*** Pentigraf Ke-sepuluh #10 Jingga Di Pucuk Senja Karya. Evy Wahyuni Kau ayunkan langkah menuju matahari tenggelam. Menapak jalan bebatuan, tak beralas kaki, terasa ringan tanpa beban. Kau terus menatap satu titik di sana, di batas penglihatan kala senja kian menyiratkan jingga di tepi pantai. Tiada yang menyangka! Senyum dibibir tipis itu hanyalah sebuah kamuflase. Hanya hiburan bagi wajah-wajah yang menyapa, walaupun sebenarnya ada sesuatu yang kau sembunyikan di balik keping hati yang kini menganga luka. "Aku menyukai hari dikala senja, membawa burat jingga yang kusuka." Itu katamu, selalu. Tak ada yang mengira, setahun yang lalu kala hari akan berganti malam itulah saat terakhir kau mengubur kekasihmu di bawah pasir putih pantai nan indah itu. Tamat.***   Based on true story  Seorang pria datang di hidupku, dia sangat lucu, dia selalu mneggodaku. Tapi dia adalah adik kelasku di SMA. Saat aku kelas dua SMA dia masih kelas satu. Bayangkan saja betapa beraninya dia menggodaku sebagai kakak kelasnya. Aku seorang vokalis band SMA. Semua bermula pada saat aku habis tampil di acara pensi sekolah. Teman temanku kebanyakan adalah laki laki karena aku adalah vokalis wanita dan satu satunya. Dia bernama Adam. Gitarisku pada saat itu mengenalkan Adam pada kami semua. First Impresion, Adam bertubuh gembul, dia sangat putih bagi seukuran kulit laki laki pada umumnya. Namun dia sangat lucu dan mudah beradaptasi. Pada saat itu band kami berkesampatan kembali tampil untuk merayakan hari ulang tahun sekolah, namun gitarisku tidak bisa mengikuti acara tersebut karena harus pergi ke luar kota bersama keluarganya. Jadilah Adam sebagai cadangan yang di perkenalkan kepada kami semua.  Dari situ awal mula kedekatanku dengan Adam. Bermula sering BBM an, latihan bersama hingga akhirnya nongkrong bersama. Aku juga merasa nyaman, dengan usia yang terpaut satu tahun di bawahku namun dia sangat pengertian.  Lalu acara ulang tahun sekolah pun berlangsung, kami tampil maksimal. Seusai acara tiba tiba adam menghampiri aku dan mengajakku ke taman sekolah. Aku kaget dan senang tiba tiba adam menyatakan perasaannya padaku. Namun saat itu aku memang belum begitu ada rasa dengan adam jadi aku pun menolaknya. Aku pun bilang sangat nyaman bersahabat dengannya. Dia tertawa dan hanya bilang "oke kita jalani aja kayak gini dulu sampe kamu ada feel sama aku.." aku hanya tertawa. Buset ni anak sok dewasa banget. Pertemanan kami berlangsung sampai akhirnya aku naik kelas 3 SMA dan sudah akhir semester. Selama satu tahun terakhir aku berjalan bersama Adam, have fun bersama dan nge band bersama di luar sekolah. Antar jemput pun menjadi rutinitas setiap hari. Rumah kami memang agak jauh tapi dia senang senang saja setiap kali aku suruh menjemputku. Mama papaku pun sudah mengenal Adam, sudah akrab dengan Adam. Adam adalah sosok laki laki yang sopan, dan sangat menyenangkan. Begitupun aku. Aku mengenal orang tua adam juga dan mereka memperlakukanku dengan sangat baik. Lalu di situ pula aku mulai merasakan nyaman dengan Adam dan mulai percaya. Dan dia pun akhirnya menyatakan kembali perasaannya kepadaku. Dan aku menerima. Tidak ada yang berbeda, hari hari kami sama seperti biasa dan sama seperti pasangan Alay lainnya. foto foto berdua dan jalan jalan. Hubungan kami berlanjut hingga aku ujian akhir kelulusan SMA. Aku berencana melanjutkan kuliah di salah satu universitas A. Dan Adam pun berjanji semangat sekolah agar bisa bersama kembali denganku di universitas A. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD