02 - ROMANTIC SONG HAN

1484 Words
RSH.02 PERNIKAHAN TANPA RESTU Hans Beufort Empat Tahun Lalu… Aku menikahi seorang wanita yang aku cintai di kantor Biro Urusan Sipil. Sebelumnya kami menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih semenjak kami mengecap pendidikan di bangku kuliah bersama. Meski kami bukanlah teman satu jurusan, tapi kami saling mengenal satu sama lain karena aku berteman dengan sahabatnya, Ellen Belton. Natalie Scott istriku adalah mahasiswi jurusan Public Relation. Sedangkan adalah mahasiswa dari jurusan Software Engineering. Ia dapat menyelesaikan kuliahnya hingga semester akhir, sedangkan aku terpaksa berhenti di tengah jalan karena terkendala dana. Aku adalah seorang pria yang lahir dari keluarga biasa. Ayahku meninggal saat aku masih duduk di bangku sekolah. Sedangkan ibu ku meninggalkan aku sendirian saat aku duduk di bangku kuliah. Meninggalnya ibu ku membuatku harus hidup sebatang kara. Untuk memenuhi segala kebutuhanku, aku harus bekerja setiap hari sebagai sales produk makanan dan mengantarkannya ke toko-toko yang sudah menjadi langganan produk makanan tersebut. Bahkan karena kesulitan ekonomi, dengan berat hati aku harus menginggalkan kuliahku dan focus pada pekerjaanku. Berbeda dengan Natalie Scott, ia adalah seorang wanita cantik yang sangat di idam-idamkan banyak pria. Ia adalah putri kesayangan dari keluarga Scott yang memiliki perusahaan, salah satu keluarga yang berpengaruh di kota ini. Perbedaan status social tidak menghalangi cinta kami. Kami tetap menjalin hubungan meski harus dengan cara diam-diam. Karena keluarga Scott sangat menentang putrinya untuk berhubungan denganku, seorang pria miskin ini. Tidak di restui oleh keluarga Scott tidak menyurutkan perasaan kami. Awalnya aku berpikir untuk mundur dan melepaskan Natalie Scott. Aku ingin merelakannya untuk pergi dariku yang tidak memiliki apa-apa ini. Namun kerasnya hati Natalie Scott membuat ia tidak mau menyerah dengan hubungan ini. Hingga akhirnya ia memintaku untuk menikahinya meski tanpa restu orang tua. Bahkan ia rela menikah tanpa mas kawin dan hanya menikah di kantor Biro Urusan Sipil. “Apa kamu yakin ingin menikah denganku?” Aku kembali bertanya pada Natalie Scott saat kami telah sampai di depan pintu masuk kantor Biro Urusan Sipil. Natalie Scott menganggukkan kepalanya dengan yakin sambil menggenggam tanganku, “Ya aku yakin. Asalkan bisa selalu bersamamu, aku sudah bahagia.” Melihat keyakinan yang ada di hati Natalie Scott membuatku yakin untuk melangkah memasuki kantor Biro Urusan Sipil. Aku tersenyum padanya, mempererat genggaman tanganku dan melangkah bersamanya dengan pasti. Dan hanya dalam waktu 1 jam, kami telah resmi menjadi sepasang suami istri. “Akhirnya kita sudah menjadi sepasang suami istri.” Natalie Scott tersenyum puas melihat buku nikah yang ada di tangannya. Ia terlihat sangat bahagia dengan moment yang baru saja terjadi. Begitu juga denganku, aku merasa sangat bahagia akhirnya bisa menikah dengan wanita yang aku cintai. Aku memeluk Natalie Scott dengan erat, lalu mengecup keningnya penuh kasih sayang. “Terima kasih, kamu telah mau menjadi pendamping hidupku.” “Aku juga sangat bersyukur, akhirnya bisa menikah dengamu, pria yang sangat aku cintai.” Minggu pertama pernikahan kami jalani dengan penuh rasa bahagia. Layaknya sepasang suami istri yang baru saja menikah, kami melalui hari-hari dengan penuh kasih sayang. Aku sangat bersyukur menikah dengan Natalie Scott yang mau menerima keadaan ku yang serba pas-pasan ini. Bahkan ia rela meninggalkan rumah mewah keluarganya yang sangat besar untuk tinggal denganku di rumah yang kecil ini. Saat ini hidupku terasa sangat damai ditemani oleh orang yang terkasih. Hingga suatu hari, beberapa anggota keluarga Natalie Scott menemukan tempat kediaman kami. TOK! TOK! TOK! Terdengar suara ketukan pintu begitu keras dari luar rumah. Aku yang sedang bersantai dengan Natalie Scott di depan TV pun kaget mendengar ketukan pintu yang diketuk dengan kasar itu. Natalie Scott yang duduk di sampingku menoleh padaku sembari bertanya, “Hans, siapa itu? Kenapa mereka mengetuk pintu seperti orang yang sedang marah?” “Tunggu sebentar. Aku akan melihatnya.” Aku melepaskan rangkulan tanganku di bahu Natalie Scott dan bangkit dari sofa tua ku. Aku berjalan dengan santai menuju pintu masuk rumah lalu membukanya. Baru saja aku membuka pintu rumah dan belum sempat melihat siapa yang datang, seorang pria telah lebih dulu mendorongku memasuki rumahku dengan paksa. Pria itu menatapku dengan tatapan marah sembari berkata, “Dimana kamu kamu menyembunyikan adikku?” Aku yang sudah terjatuh ke lantai akibat dorongan kuat pria itu, mendongakkan kepala menatapnya. Pria itu adalah kakak tertua Natalie Scott, Nelson Scott. Ia berdiri berkacak pinggang di hadapanku. Begitu juga dengan kedua orang tua Natalie Scott, mereka menatapku dengan tatapan benci sambil berdiri di belakang putra mereka. Ayah Natalie Scott melangkahkan kaki ke depan dan berkata dengan wajah angkuhnya. “Atas dasar apa kamu membawa putriku ke tempat tinggalmu yang kumuh ini? Kamu adalah pria miskin yang tidak memiliki apa-apa, tidak pantas dengan putriku ini. Aku bisa mencarikan pasangan yang lebih baik seribu kali lipat darimu untuk putriku. Jadi jangan berharap kamu akan bisa bersama putriku.” Aku tidak menanggapi ucapan ayah Natalie Scott yang telah menghinaku. Aku menoleh ke arah Natalie Scott yang kini sedang berjalan menghampiri kami. Dengan wajah marah ia berkata, “Ayah, Kakak, Ibu, kenapa kalian datang kemari? Kenapa kalian datang dan tiba-tiba bersikap kasar pada suamiku?” “Suamimu katamu?” Ibu membolakan matanya menatap Natalie Scott dengan penuh amarah. Natalie Scott yang telah berdiri di dekatku mengulurkan tangannya dan membantuku bangkit dari lantai. Kemudian ia merangkul lenganku sembari berkata, “Ya, sekarang Hans adalah suamiku. Kami telah menikah di kantor biro urusan sipil.” Ayah menggelengkan kepalanya dan kembali berkata, “Tidak mungkin. Aku tidak akan pernah menganggap pria miskin ini sebagai menantuku. Sekarang pulanglah bersama kami.” “Aku tidak mau.” Ibu Natalie Scott yang dari tadi menatapku dengan tatapan penuh amarah, menarik tangan putrinya untuk keluar dari rumahku. Namun dengan segera Natalie Scott melepaskan genggaman tangan ibunya itu dengan kasar. “Tidak, aku tidak mau ikut. Bukankah waktu itu kalian semua telah mengusirku? Kalian mengusirku karena aku mencintai Hans. Sekarang kalian tiba-tiba ingin membawaku kembali ke rumah itu. Aku tidak mau.” “Natalie, kamu adalah putri satu-satunya dari keluarga Scott. Tempatmu bukan di sini. Tempatmu ada di rumah keluarga Scott. Perempuan dari keturunan konglomerat sepertimu tidak cocok tinggal di tempat yang sempit dan pemukiman kumuh ini. Kamu lebih pantas tinggal bersama kami.” Nelson Scott kembali bersuara. “Tidak, aku tidak mau.” Aku menoleh pada Natalie Scott yang masih memegang tanganku. Dengan perasaan sedih namun aku tutupi, aku pun berkata, “Natalie, kembali lah ke keluargamu. Apa yang dikatakan Kakak dan orang tuamu benar. Putri sepertimu tidak pantas tinggal bersamaku.” Natalie Scott semakin menguatkan genggamannya di tanganku. “Tidak, aku tidak akan pergi dari sini. Bagaimana mungkin aku pergi dan meninggalkanmu di sini sendirian. Kamu adalah suamiku, dan aku adalah istrimu. Apa pun yang terjadi, kita akan selalu bersama.” Kemudian Natalie Scott menoleh pada kedua orang tua dan kakaknya. Ia menarik nafas dalam dan membuangnya dengan kasar. “Ayah, Ibu, Kakak, pulanglah! Jangan buat keributan di rumahku. Aku tidak akan pulang dengan kalian.” “Natalie, pulanglah! Kamu tidak akan bahagia tinggal bersamanya.” Ibu Natalie Scott kembali bersuara. “Tidak, Ibu. Aku tidak akan pulang. Aku di sini saja bersama suamiku.” Ayah Natalie Scott manatap putrinya dengan wajah iba dan berkata, “Putriku, aku mohon, pulanglah! Kamu adalah putri satu-satunya kami. Kami tidak mungkin membiarkanmu hidup susah dengan pria ini.” “Ayah, maafkan aku. Bukankah waktu itu Ayah telah mengusirku dari rumah? Sekarang aku telah pergi dari rumah, jadi jangan minta aku untuk kembali lagi.” “Natalie, pulanglah!” Nelson Scott menambahkan. “Aku akan pulang jika kalian mengakui pernikahanku dan membiarkan suamiku juga ikut pulang denganku.” “Itu tidak akan mungkin.” Nelson Scott tersenyum miring menatapku seolah sedang meremehkan aku. “Kalau begitu, jangan harap aku akan pulang.” Ayah Natalie Scott menunjuk putrinya dan berkata dengan nada tinggi. “Anak pembangkang! Aku tidak akan memberikan sedikit pun warisan untukmu.” Natalie Scott tidak mempedulikan tatapan marah bercampur benci dan ucapan keluarganya. Ia melepaskan tanganku dan melangkah ke depan. Ia tersenyum ringan dan mendorong keluarganya yang masih berdiri di ambang pintu rumah untuk keluar. Dengan suara rendah ia berkata, “Maaf, hari sudah malam. Kami harus istirahat.” Setelah keluarga Scott berada di luar dan Natalie Scott menutup pintu rumah, aku masih berdiri mematung di dekat pintu. Beberapa hinaan keluarga Natalie Scott terhadapku masih terngiang jelas di telingaku. Aku juga tidak menyangka ia akan berani meminta keluarganya untul pergi dari rumahku ini setelah membuat keributan. “Hans, kenapa kamu masih berdiri di sana?” Natalie Scott yang telah duduk kembali di sofa bertanya padaku. Mendengar suaranya yang khas itu membuatku tersadar dari lamunanku. Spontan aku menggelengkan kepala dan berkata, “Tidak apa-apa. Natalie, kenapa kamu sangat berani berkata seperti itu pada keluargamu?” “Sudahlah, jangan di pikirkan lagi. Yang penting saat ini mereka semua telah pergi. Aku tidak ingin mereka membuat keributan di rumah kita. Aku ingin istirahat. Hamil pertama ini membuatku benar-benar mudah lelah.” “Kalau begitu, istirahatlah! Sebentar lagi aku akan menyusulmu ke kamar. Besok pagi-pagi aku juga harus pergi mengantarkan kue ke toko langganan pabrik.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD