PROLOG

925 Words
BORNEO NATA ADI “Borne!" Borne memutar badannya, menatap sang Ayah dan Pia – adik perempuannya satu-satunya – yang sedang berjalan ke arah ia dan Dirga. Borne tersenyum, merentangkan kedua tangannya, sementara Pia berlari ke pelukannya. "Selamat ya, Bang!" "Thank you, Pi!" "Bang Dirga congrats ya!" Dirga mengangkat telunjuknya dan mengedipkan sebelah matanya. Sesosok wanita menunjukkan dirinya dari belakang tubuh Benjamin – Ayah Borne. Ia mensejajarkan langkah dengan pria yang tak lagi muda itu. Senyum Borne hilang seketika. Kelam seperti mengelilingi mereka tatkala Bejamin dan perempuan itu kian mendekat. "Ngapain dia di sini?" tanya Borne sinis pada Ayahnya. "Borne, dia ibumu, nak." ujar Benjamin lembut. Borne melepas pelukannya pada Pia. Pia bersikeras tak melepaskannya, takut jika abangnya itu hilang kesabaran, seperti yang selalu terjadi ketika berhadapan dengan perempuan yang enggan mereka panggil Ibu itu. "Lepas, Pi!" geram Borne. "Abang..." Pia terpaksa melepaskan rengkuhannya. Borne tertawa. Perih. "Anda pikir dengan datang ke sini saya akan mengganti tiket Anda dan memberikan Anda uang saku?” sinis Borne. "Borne! Jaga ucapanmu!" sergah Benjamin. "Hah! Like I care!" "BORNEO NATA ADI!" Kebiasaan yang tak tak pernah berubah dari seorang Benjamin, menyebut nama lengkap anak-anaknya ketika geram dengan tindak tanduk mereka. “Ayah sadar ga kalau Ayah sangat menyedihkan? Gimana bisa Ayah membawa perempuan yang sudah mengkhianati Ayah? Dia bersetubuh dengan pria lain tanpa perduli dengan anaknya yang ada di sana! Pergi dari rumah tak perduli dengan darah dagingnya! Tak tau malu berkali-kali kembali hanya untuk mengemis harta!" Perempuan itu tergugu, air mata mengalir dari kedua netranya. "Borne... Nak..." "Jangan panggil saya dengan mulut kotor Anda itu!" "Borne!" Dirga berusaha menengahi. Dirga paham apa yang terjadi pada keluarga Borne. Paham dengan penderitaan Borne. Tapi bukan berarti ia akan diam saja melihat sahabatnya itu mencaci ibunya sendiri kan? Borne menundukkan wajahnya. Berusaha menahan diri dari menyumpahi perempuan di hadapannya. "Saya, selalu takut untuk jatuh cinta. Bahkan saya belum pernah memeluk seorang perempuan seperti saya memeluk adik saya. Anda tau karena apa? Karena Anda merusak kepercayaan saya pada perempuan. Saya takut bertemu seorang Rindang yang lain. Saya takut bernasib sama dengan seorang Benjamin Adi. Bahkan laki-laki sebaik Ayah saya saja bisa bertemu perempuan laknat seperti Anda. So please, get the hell out of my life!" ucapnya seraya melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih terpaku mendengar perkataan sinisnya. Ia duduk menyendiri di sebuah taman di kampusnya. Taman itu tidak seramai biasanya. Mungkin karena keramaian sedang berpusat di salah satu area yang digunakan untuk acara wisuda hari ini. "Cari kopi yuk, man!" ajak Dirga yang dengan santainya duduk di sampingnya. "Ne, at least buat bokap. Let's eat our lunch," ucap Dirga selembut mungkin. "Hilang selera gue. Padahal tadi gue lapar banget! Gue ga habis pikir bisa-bisanya Ayah bawa perempuan itu ke sini." "Gue yakin bukan Ayah yang ngajak. Tapi tante yang bersikeras mau ikut. Ne, asumsi kita dari apa yang kita lihat belum tentu itu yang sebenarnya terjadi." "Yeah, I know. Kecuali fakta gue liat siaran langsung dia bersetubuh dengan lelaki lain saat Ayah kerja. Lo bisa bayangin gimana shock–nya gue? Gue masih sembilan tahun Ga waktu itu! Itu perempuan ga pantas di sebut Ibu!" Dirga diam, hanya mendengarkan Borne menumpahkan kekesalannya. "I'm not gay. Tapi gue selalu ketakutan berurusan sama perempuan. I have a mother who’s a slut and a very pathetic father. Nyokap gue membuat keluarganya terhina. Lo tau gimana menderitanya kami? Goddamnit! That sucks, Ga!" *** IVANA DEBBY ARTHUR "We need to talk, By" Debby pun bangkit, duduk di atas tempat tidurnya. "Then talk!" "I want to end our relationship." Lirih pria itu kembali. Tiba-tiba saja udara di sekitar Debby seperti mengilang. Dadanya sesak. Netranya panas. Tak pernah disangkanya, pria yang telah menjadi kekasihnya selama tiga tahun belakangan, bahkan yang tinggal bersamanya satu setengah tahun terakhir meminta hubungan mereka berakhir. Tanpa bisa dicegah, bulir bening mengalir begitu saja dari kedua ujung netra Debby. "By... I'm sorry." "Kamu ga menginginkan aku lagi?" Aldo tertunduk lesu. Bingung menjawab pertanyaan Debby. "To be honest —" Aldo mendengus, seolah yang hendak ia katakan adalah beban yang teramat berat. "Apa, Do?" "I'm married, By! Sudah lima tahun. And I have a boy." Kali ini, Debby yang terdiam. Kedua tangannya terkepal hingga buku-bukunya memutih. Kecewa, sakit hati, amarah menjadi satu berusaha meledak dari dadanya. "b******k!" geramnya. Aldo tak bernyali menanggapi. "Jadi kamu bohongi aku selama ini?" desis Debby lagi. Aldo masih membisu. Debby berusaha menghapus air matanya yang terus saja mengalir tak mau usai. Ia beranjak dari tempat tidurnya sambil terisak. Mengambil pakaian di lemarinya, lalu mengganti seragamnya dengan pakaian itu di depan Aldo begitu saja. Debby mengambil koper besar yang ia letakkan di bawah tempat tidurnya. Mengisi koper itu dengan baju-bajunya. Kemudian beranjak mengambil surat-surat penting, dan memindahkan isi handbag–nya ke handbag yang lebih besar. Aldo hanya diam memandangi perempuan yang masih sangat dicintainya itu. "Aku ga perduli kapan kamu akan flight ke Jakarta. Lebih baik aku ga tau! Just go! Tinggalkan apartemen ini. Aku kasih kamu waktu sampai besok. Cari tempatmu sendiri, aku ga sebaik itu mau menampung mantan pacarku!" Aldo berdiri. Beranjak cepat mendekati Debby yang terburu-buru melangkah ke pintu unitnya. Aldo mencengkram lengannya, menariknya ke dalam pelukan hangatnya. "I love you, By... Aku ga pernah bohong soal perasaanku. I'm sorry!" "Lepas!" ucap Debby kesal seraya melepaskan diri dari pelukan Aldo. "Pergi dari sini. I'll tell security! Kalau sampai besok kamu belum pergi, mereka yang akan usir kamu dari sini!" Aldo meraih lengan Debby lagi. "Kamu mau kemana, By?" "Bukan urusan lo! You jerk!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD