Part 2

992 Words
Tanpa sadar ada sosok pria berdiri di bawah pohon bambu di dekatnya. Sambil menyilang kan kedua tangannya di depan d**a, pria itu terus mengamati gerak-geriknya tanpa sepengetahuan Jihan. Setelah selesai memberikan laporan, Jihan baru sadar jika seseorang sedang mengawasinya sejak tadi dan pria bernama Herman itu tengah berdiri tepat di depan menghadang jalanya. Jihan sangat terkejut, lalu segera mengakhiri panggilan teleponnya. Dia menatap tajam ke arah Herman. "Ah sial! padahal sudah senang berhasil, tapi nyatanya ketahuan! apes banget deh!" Dumal Jihan dalam hati sangat kesal sekali, karena misi pertama terancam gagal total. Pria itu bergegas berjalan mendekat melewati jembatan kayu di atas sungai, tanpa aba-aba dia langsung meraih topi hitam yang dikenakan Jihan, sontak gelungan rambutnya terlepas meriap tertiup angin jatuh terurai di atas punggungnya. Jihan terbengong, tubuhnya diam terpaku melihat Herman tersenyum berjalan mendekat ke arahnya, hingga jarak mereka menjadi hitungan beberapa sentimeter. Diraihnya pinggang gadis itu, lalu dikecupnya bibir Jihan. Dilumatnya dengan lembut. Gadis itu masih terbengong tanpa bisa berkata apa-apa. Beberapa detik kemudian, Herman tersenyum lalu berjalan mundur menjauh sambil melambaikan tangannya. "Sampai bertemu kembali, jangan lupa tulis beritaku di halaman paling depan dan satu halaman penuh!" Sambil Kiss bye, pria itu masuk kembali ke dalam mobilnya lalu pergi meninggalkannya. "Pria b******k! apa dia kira aku ini seorang jurnalis? atau mantan kekasih? atau penggemar beratnya?!" Umpat gadis itu sambil mengusap bibirnya dengan kasar karena merasa jijik. "Sialaaaaaannn! ciuman pertamaku dirampas oleh pria gilaaaaa! bagaimana mungkin dia itu! akhh dasar pria gila popularitas! gak bermutu!" Teriaknya sangat kesal tidak bisa menahan diri lagi. Gadis itu terus mengumpat kesal sambil menghentakkan kakinya keras-keras diatas jembatan kayu. Lalu terdengar suara yang tidak asing. "Kraaak! ahhh tidak! kraaak! byuuuur!" Jembatan kecil itu runtuh bersamanya ke dalam sungai. "Ini sih namanya sudah jatuh terus tertimpa tangga!" Dumel Jihan sambil merangkak keluar dari dalam sungai. Setelah berjalan beberapa meter Jihan segera mengendarai sepeda motor sportnya menuju kantor kepolisian tempatnya bekerja. Dengan tubuh basah kuyup gadis itu bergegas masuk. "Wah, sukses ni mbak bro? cepet dapet barangnya! gimana Herman ganteng kan? loh kok basah kuyup gini? kehujanan mbak, tapi kok kayaknya aku nyium bau air parit." Cerocos Erico teman kerjanya sekantor, sambil terus mengekor mengikuti kemanapun langkah kaki Jihan. "Ganteng kepalamu! akhhh, sudah jangan berisik, nih coba cek sana isinya apaan?" Dumel Jihan sembari menyodorkan chip yang dia temukan dengan wajah cemberut. Setelah melihat data di dalam chip tersebut. Tak beberapa lama kemudian, mereka berdua saling bertukar pandang. "Kayaknya dia salah kira, gara-gara chip ini! akhhh sialaaaaaannn! braaakkkkkkk!!" Teriak Jihan kencang menggebrak meja diikuti lonjakan Erico yang terkaget karena ulahnya. Ternyata chip tersebut berisi foto-foto pribadi milik Herman. Jihan membenturkan kepalanya di atas meja kerjanya. Merasa misinya benar-benar gagal total. "Tliiiit! tliiiit! tliiit" Telepon di atas meja berbunyi, dan Jihan segera mengangkatnya. "Hallo kantor kepolisian Flanden, ada yang bisa saya bantu?" "Ini dari kantor pusat, perihal misi hari ini kami sudah tahu kalau anda tidak seratus persen gagal." "Jadi kami memberikan misi berikutnya melalui email, silahkan di cek, dan untuk perlengkapan misi akan kami kirimkan besok, tuuut! tutt!" Jelas seseorang dari seberang dan kemudian menutup panggilan. Beberapa menit kemudian, ada beberapa lembar kertas keluar dari mesin yang ada di sebelah komputernya, rincian mengenai misi selanjutnya. Jihan mencermati isi misi tersebut menyatakan bahwa dirinya harus menyamar sebagai seorang mahasiswi di sebuah kampus ternama, di sebuah kota besar yang terletak dengan jarak sekitar dua jam dari kantornya. Kampus tersebut merupakan tempat Herman kuliah, dan itu juga berhubungan dengan misi kedua untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai keluarga Katamso. Jihan harus mendekati Herman Katamso di kampus tersebut. **** Keesokan harinya Jihan sudah menerima beberapa setelan khusus yang merupakan seragam sebagai seorang mahasiswi, dan perlengkapan penyamaran lain beserta alamat tempat dia tinggal selama masa kuliah di kampus tersebut. Karena letak kampusnya agak jauh dari rumah, Jihan naik bus menuju alamat tempat tinggal sementara tersebut. Setelah 3 jam akhirnya bus yang ditumpanginya berhenti di sebuah kota, yang lumayan padat penduduknya. Rata-rata rumah yang berupa gedung elite berdiri berjajar di sepanjang jalan. Lalu di sebuah taman Jihan menemukan beberapa orang sedang membersihkan daun kering, ia mendekat sembari menyodorkan alamat rumah yang dibawanya. "Permisi Bu, ibu tahu tidak alamat rumah ini di mana?" Ujarnya pada seorang wanita paruh baya. Melihat dari baju seragam yang dipakai oleh wanita itu, sepertinya dia adalah salah seorang pelayan yang bekerja di sebuah rumah yang ada di sana. "Oh ini kira-kira masih lumayan jauh neng, ada 50 meter dari sini, nah neng lihat jalan di depan itu lurus saja neng. Nanti ada gedung tinggi kayak apartemen di sana alamatnya." Jelasnya pada Jihan sambil tersenyum ramah melihat wajah gadis muda di hadapannya itu. "Oh, makasih ya Bu." Jawabnya sembari mengangguk mengucapkan terima kasih. Dengan langkah agak berat Jihan menyeret kopernya sepanjang jalan. Setelah sekian lama berjalan, gadis itu kemudian menemukan alamat yang ditujunya. Jihan tersenyum melihat rumah besar tersebut, rumah itu sangat indah, sangat mewah dan megah. Nampak rumah tertata rapi dengan halaman luas. Bangunan tersebut memiliki tiga lantai, dan lumayan luas. Jihan terperangah melihat sekitar. "Woaaaaahhh kayak rumah artis nih, si bos gak salah nyuruh aku tinggal di sini? atau jangan-jangan aku yang salah alamat? gak deh, tadi sudah cek di depan tadi sepertinya alamatnya beneran di sini kok." Gumam Jihan pada dirinya sendiri. "Teeet! teeeet!" Belum sampai tiga kali memencet bel pintu gerbang depan rumah itu terbuka, Jihan bergegas masuk disusul suara pintu berdecit yang ada di dalam juga terbuka. Di sana nampak pria berkulit putih dengan rambut ikal, dia berdiri dengan satu tangan menahan daun pintu, mengenakan celana sport bertelanjang d**a. Melihat ke arahnya dari ujung kepala sampai ujung kaki tanpa berkedip. Body sixpack tubuh tegap tinggi 185 cm. Jihan menatap pria itu dari kaki sampai kepala. "Ngapain berdiri di sana? cepat masuk!" Ucap pria tersebut sambil memberikan isyarat padanya agar dia segera masuk ke dalam rumah. Jihan sejenak menatap dengan wajah ketakutan, dan rasa khawatir di dalam hatinya. Kemudian gadis itu berbisik pada dirinya sendiri. "Jangan-jangan si bos mau jual aku kepada orang ini???!!!?" bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD