Part 3

1431 Words
Jihan sedikit ragu, gadis itu melangkah masuk. "Itu kamarmu, tugasmu cukup bersihkan taman dan siapkan sarapan. Gaji kamu akan ditransfer setiap minggunya." Ucap pria itu tanpa peduli lalu kembali masuk ke ruang fitnes. Melanjutkan acara olahraga-nya. Pria itu kembali berolah raga tanpa memperdulikan keberadaan Jihan di sana. Jihan terkejut, menjatuhkan tas ranselnya ke lantai. Dia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. "Dia bilang akan mengajiku setiap minggunya? dan menyuruhku untuk membuat sarapan untuknya? astaga! apa wajahku ini sama seperti wajah pembantu?!" "Jadi si bos menjadikanku pembantu rumah tangga di sini?" Gadis itu menggertakan gigi dengan marah dan terus bergumam tidak jelas. "Oh anda nona yang kemarin mengajukan lamaran kerja?" Ucap seorang wanita paruh baya sambil tergopoh-gopoh mengangkat koper Jihan untuk dibawa ke dalam kamar. Wanita itu tersenyum ramah, dan menyapanya dengan tatapan hangat. Tak berhenti menatap wajah Jihan lekat-lekat. "I, iya, maaf perkenalkan nama saya Lina, anda siapa?" Dia ikut masuk ke dalam, sedikit ragu-ragu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri pada wanita tersebut. Wanita paruh baya itu menyambut uluran tangannya. Seolah-olah sudah menunggu kedatangan Jihan ke rumah tersebut jauh-jauh hari. Tatapan matanya begitu hangat dan sayang ketika melihat Jihan. Jihan sengaja menyamarkan nama berdasarkan tanda pengenal yang diberikan oleh bosnya kemarin. "Saya Sumi non, panggil saja bibi Sumi" ucapnya sambil tersenyum. Meletakkan koper Jihan di dalam kamarnya. "Iya bi Sumi, hmm biasanya itu, tuan rumah ini harus disiapkan sarapan jam berapa?" Tanya Jihan sambil menggaruk keningnya, karena bingung apa yang harus dilakukannya. Menjadi pembantu rumah tangga adalah soal yang baru untuknya. Kalau biasanya di pergi melakukan pelatihan taekwondo atau seni bela diri, kini malah harus terjun ke dapur untuk membuat makanan. Ibarat mendadak alih profesi menjadi koki. "Kenapa aku jadi tidak yakin begini ya?" Bisiknya kembali di dalam hatinya. Jihan kemudian menyeret kopernya dan membuka tutupnya untuk menata bajunya ke dalam lemari. Bi Sumi melihat si tuan rumah di depan pintu kamar Jihan, dan memberikan isyarat padanya untuk meninggalkan kamar. "Jam setengah enam pagi neng Lina, ya sudah bibi mau ke belakang dulu melanjutkan pekerjaan." Ucap wanita itu lalu kembali ke dapur. Takut tuan rumahnya marah karena berlama-lama di dalam kamar Jihan. Dengan langkah cepat bi Sumi kembali ke belakang melanjutkan pekerjaannya. Jihan tidak tahu jika pria itu tengah berdiri di pintu kamarnya, dia sendiri sedang sibuk menata barang dan bajunya ke dalam lemari. "Kenapa si bos mengirimkan diriku kemari? seolah-olah aku anak buangan! aku tidak bisa memasak tapi malah menjadikanku sebagai pembantu! yang benar saja!" Gerutu Jihan terus ngomel-ngomel tanpa henti. Ardy melangkah masuk sambil meneguk sebotol air mineral lalu meletakkan di atas meja. Dia berdiri tepat dibelakang punggung Jihan, mengusap keringatnya dengan handuk kecil. "Akhh! Bruuuk!" Jihan melangkah mundur kemudian tanpa sengaja menginjak kaki Ardy lalu jatuh tersungkur di lantai menimpa Ardy. Hanya sekejap, pandangan mata mereka bertemu, Jihan merasakan degup jantung Ardy mendadak berubah cepat. Wajah pria di depannya berubah menjadi merah. "Ah maaf saya tidak sengaja." Ucap Jihan sembari beranjak perlahan berdiri dari tubuh pria itu, namun Ardy menahan pinggangnya. "Tetap seperti ini sebentar." Ucap Ardy dengan nafas tidak teratur. Masih terus memandangi wajah manis di depannya itu. Jihan merasakan sesuatu yang tidak benar. Dia menahan dadanya dengan kedua telapak tangannya agar tidak menempel dengan dadanya. "Apa yang anda lakukan, lepaskan saya!" Teriak Jihan sambil meronta melepaskan diri dari pelukannya. "Bangunlah perlahan dengan tenang!" Ucap Ardy melepaskan pelukannya dan membiarkan gadis itu beranjak bangun dari tubuhnya. Dengan kikuk Jihan berdiri, sambil merapikan kembali pakaiannya. Jihan melirik sejenak pria yang masih terlentang di lantai tidak segera berdiri. Jihan dengan cuek kembali menata bajunya ke dalam lemari. "Apa maksudnya? apa dia berharap aku merayunya atau semacamnya? walaupun dia tuan rumah di sini! tapi masa dia pikir aku gadis tidak punya etika?!" Gerutu Jihan dalam hatinya. Ardy duduk lalu mengulurkan tangannya pada Jihan, mengisyaratkan agar dia membantunya berdiri. Jihan menarik tangan Ardy mencoba membantu berdiri namun Ardy kembali menariknya jatuh dalam pangkuanya. "Dasar pria b******k ini memang sengaja!" Gerutunya dalam hati. "Kamu dengan sengaja melakukannya? apa setelah ini kamu akan mengatakan kalau aku gadis penggoda pria?!" gumamnya lagi dalam hati menahan amarah. "Hey... apa kamu sengaja menggodaku?" Ardy tersenyum nakal menggoda Jihan yang wajahnya sudah berubah merah padam menahan dendam kesumat. Jihan mendekatkan wajahnya ke wajah Ardy lalu dengan mata mendelik berkata. "Maaf, saya tidak sengaja! dan jangan bermain-main lagi tuan, saya tidak memiliki waktu senggang untuk bermain-main denganmu, saya sangat sibuk sekali!" Gadis itu dengan kasar segera melepas pelukannya lalu kembali berdiri dengan bibir cemberut. "Menarik sekali! gadis yang sangat menarik, aku menyukaimu." Ungkap Ardy dalam hatinya. "Setelah kamu selesai berbenah, aku punya satu tugas untukmu! aku tunggu di lantai atas." Ujar Ardy dengan bibir tersenyum lalu melangkah ke luar dari kamar Jihan. Jihan mengikuti dari belakang menuju kamar di lantai atas, kamar yang sangat luas, sepertinya di lantai atas hanya ada kamarnya saja. Mata Jihan menyapu seluruh ruangan yang ada di seluruh ruangan. "Gantilah seprei kamar ini juga gordennya." Jihan segera melepaskan gorden dan sprei lalu membawanya ke lantai bawah untuk di cuci, lalu mengambil gantinya di lemari. Ketika Jihan masuk kembali ke kamar Ardy dilihatnya pria itu sudah selesai mandi, dia hanya mengenakan selembar handuk yang dililitkan di pinggang. "Apa dia sengaja memamerkan tubuhnya?! dasar pria gila!" Bisik Jihan pelan pada dirinya sendiri. "Oh maaf saya akan keluar dulu sementara anda memakai baju." Meletakkan sprei di atas tempat tidur bersiap melangkah pergi. "Tunggu tetap di sana!" Ucap Ardy melangkah mendekat ke arah Jihan sambil mengulurkan tangannya pada Jihan. Jihan sangat terkejut lalu menutup kedua matanya rapat-rapat juga bibirnya dengan kedua telapak tangannya. Ardy mendekat lalu mengambil laba-laba kecil yang hinggap di rambut gadis itu. "Kenapa kamu menutup matamu? apa yang kamu fikirkan?" Seringai Ardy sambil menatap wajahnya dengan tatapan menggoda. "Ah, e, tidak ada, oh kalau begitu saya akan keluar kamar dulu. Silahkan anda memakai pakaian." Ujar Jihan salah tingkah dengan wajah bersemu merah. "Tidak perlu keluar, cepat selesaikan saja pekerjaanmu. Lebih cepat beres lebih baik." "Lagi pula bukannya kamu tidak tertarik melihat tubuh indahku?" Ucapnya sambil tersenyum sengaja mengacaukan Jihan. Jihan segera memanjat kursi membetulkan gorden, tanpa berani melihat ke belakang. Ardy melangkah mengambil kaos lengan pendek berkerah warna biru muda, celana jeans dan mengenakannya. Memasang jam tangan, pada saat mendengar gumaman, melangkah mendekat ke arah suara. Berdiri di bawah Jihan. Mendongak ke atas menatap bibir gadis itu yang terus-menerus ngomel-ngomel. "Dasar pria tidak waras! mana ada pria yang begitu terbuka sama perempuan! buka sana-sini, pamer badan terus! walaupun bentuknya lumayan tapi apa-apaan! bikin kesal saja!" Gerutu Jihan. Gadis itu melihat ke bawah dan terkejut. "Astaga! sejak kapan anda berada di situ?!" Teriak gadis itu pada Ardy. "Sejak mendengar gumaman seseorang!" Geram Ardy menggertak. "Sudah berapa kali kamu mengumpatku hari ini?!" "Satu di depan pintu, tiga kali di dalam kamar tiga kali di sini barusan...jadi tujuh kali.." Jawabnya berlagak polos sambil tersenyum dipaksakan. "Kalau begitu gaji Minggu ini akan dipotong tujuh puluh persen!" Tandasnya seraya tersenyum kaku. Tiba-tiba debu jatuh masuk ke dalam mata Ardy, "Akh! aduh mataku!" Mengerjapkan mata berkali-kali mencoba mengeluarkan debu dari matanya. "Duk!" Tanpa sengaja menyenggol kursi pijakan kaki Jihan. Kursinya oleng menyebabkan gadis itu kehilangan keseimbangan. "Akh...akhhh.. awaaaas!" Teriak Jihan, tubuh Jihan terjatuh dari kursi. Dengan sigap Ardy menangkapnya, Sejenak Jihan terpaku, pikirannya melayang terlarut dalam dekapan Ardy. Pandangan Jihan mengagumi keindahan wajah pria itu. "Seharusnya kamu sedikit diet!" Ujar Ardy memecah keheningan. Melepaskan genggamannya sehingga tubuh Jihan terjembab dan jatuh ke lantai. "Aduh!" Jihan bangkit sambil meringis kesakitan memegang pinggul. "Dasar tidak punya perasaan!" Gerutu gadis itu lagi. Ardy melangkah mengambil tas kecilnya lalu keluar kamar meninggalkan gadis itu tanpa peduli. Setelah selesai mengganti seprei Jihan turun kebawah dan bersiap untuk pergi ke kampus. Selesai mandi mencari bi Sumi "Bi saya mau ke kampus dulu, nanti jika tuan mencari tolong untuk memberi tahu kalau saya ke kampus" "Siap non..." Dia menuju halte terdekat, lalu duduk di sana menunggu bus. Ardy mengendarai mobilnya melewati halte busway tempat Jihan menunggu. Tanpa sengaja tatapannya menangkap gadis itu. "Bukanya itu pembantuku? ngapain dia di sini?" Menghentikan mobilnya seraya membunyikan klakson. "Diiin! Diiiin!" Menurunkan kaca mobil. Jihan melihat ke arah mobil Ardy. Menengok ke kanan dan kiri lalu menunjuk dengan jari telunjuk pada dirinya sendiri. Mengisyaratkan pada Ardy. "Apakah Anda sedang memanggilku?" Ardy mengangguk. Kemudian Jihan berjalan mendekat ke arahnya. Berdiri di samping mobil. "Ada apa anda memanggilku?" "Seharusnya aku yang bertanya ngapain kamu keluyuran di halte, bukannya pembantu harusnya tinggal di rumah?!" Ejeknya. "Oh bukankah di dalam surat kontrak sudah dijelaskan pasal satu, bahwa masa kerja hanya separuh waktu karena saya harus kuliah..pasal kedua..." Cerocosnya dengan sengaja. "Cukup!" Potongnya. "Naik!" perintahnya pada gadis itu agar masuk ke dalam mobil seraya membuka pintu samping.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD