Hamil

1079 Words
"A-apa, hamil?" Sultan langsung menatap tak percaya pada Rumaisyah yang masih memejamkan matanya di atas ranjang pasien. Tiba-tiba, jantung pria melankolis itu berdebar dengan hebat. Hamil, Rumaisyah, sekretarisnya yang ia kenal sangat sederhana, kalem dan tak pernah neko-neko itu hamil. Bagaimana bisa? "Hamil, bukankah kemarin dia bilang tidak hamil?" tanya Sultan. "Apa?" Sarah mengernyitkan dahinya. "Kemarin, maksudnya apa Mas?" Wanita itu langsung berpikiran negatif, mungkinkah Sultan dan Rumaisyah telah bermain api di belakangnya? Bagaimanapun, mereka adalah bos dan sekretaris, apalagi Sultan tidak memiliki asisten pribadi karena kekasihnya itu cukup introvert, tak suka kenal banyak orang sehingga lebih suka meng-handle urusan pribadinya seorang diri. "Kamu tau Rumaisyah hamil, Mas?" tanya Sarah, ia mencengkeram kerah jaket kekasihnya. Sultan yang masih begitu syok, jantungnya berdebar tak karuan, serta rasa takut yang entah kenapa tiba-tiba menyelinap di hatinya, kembali menatap kekasihnya dengan bingung. "Katakan Mas, bagaimana bisa, apa kamu yang sudah hamilin Rumaisyah?" tanya Sarah, ia tak bisa membendung emosinya lagi. Sultan menggeleng, ia benar-benar bingung saat ini. "Tidak, tidak Sarah," jawabnya. "Maaf Pak Bu, jangan buat keributan di sini," kata seorang perawat. Sarah terdiam, ia yang syok tak sadar tempat. Akhirnya ia menyeret kekasihnya itu keluar dari ruang IGD. Ia harus menginterogasi kekasihnya itu. Setelah kepergian Sarah dan Sultan, Rumaisyah pun perlahan membuka matanya. Ia hanya tertidur efek obat biasa, bukan obat tidur. Ia tentu terusik dengan keributan Sarah dan Sultan tadi. Rumaisyah menitikan air matanya. Ia bingung sekarang. Niatnya kabur, sepertinya tidak direstui oleh pemilik semesta. Sekarang, Sarah dan Sultan sudah mengetahui kehamilannya, sesuatu yang ingin ia simpan seorang diri. Perlahan, Rumaisyah membelai perutnya. Tadi, dokter mengatakan jika detak jantung calon anaknya cukup lemah. Ada rasa khawatir takut kehilangan calon anaknya itu. Namun sekarang, mendengar keributan Sarah dan Sultan, terbesit pikiran, apa lebih baik janin itu gugur saja. 'Ya Tuhan, hamba harus bagaimana?' tanya Rumaisyah dalam hati, ia benar-benar dilanda kebingungan sekarang. Tak mungkin ia kabur lagi sekarang, di satu sisi kakinya masih sakit, kepalanya masih pusing akibat kecelakaan tadi, juga, masih ada harapan di hatinya agar Tuhan menyelamatkan calon anaknya dengan tangan dokter. Sementara kini, Sarah dan Sultan berada di dalam mobil mereka. Sarah menyerahkan lembar foto USG kandungan Rumaisyah. Pikirannya masih tertuju pada Sultan, kekasihnya itulah ayah dari bayi dalam kandungan Rumaisyah. "Usia janinnya 7 minggu, kalau aku ingat, jadwal menstruasi Rumaisyah itu sama denganku, kami selalu bertukar kabar soal itu, dan mens terakhir Rumaisyah itu, 10 hari sebelum aku pulang," kata Sarah. Sultan masih diam, ia bingung harus menjawab apa. "Maka, Rumaisyah dan ayah bayinya melakukannya, mungkin dalam waktu itu, sebelum aku pulang, Rumaisyah dalam masa subur, bukan?" "Mas ... apa kamu punya penjelasan?" tanya Sarah. "A-apa yang harus aku jelaskan Sarah?" tanya Sultan, ia benar-benar bingung, pikirannya ngeblank sekarang. Tak mampu menduga apapun, hanya ada rasa takut yang tak ia mengerti. "Mas, selama ini cuma kamu laki-laki yang paling sering berinteraksi dengan Rumaisyah, bahkan Kevan yang aku tau, sibuk bekerja juga mengurus keluarganya. Rumaisyah sering mengeluh jarang bertemu Kevan!" kata Sarah. Kevan, tiba-tiba Sultan ingat jika Rumaisyah punya kekasih. "Ya, ya mungkin itu anak kekasihnya sayang, kenapa kamu seperti menuduhku, selama ini aku setia sama kamu!" jawabnya. Sarah terdiam, berdasarkan informasi dari Rumaisyah selama ini, Sultan memang setia, belum lagi karakter kekasihnya itu yang melankolis, membuat ia yakin jika Sultan memang setia padanya. Komunikasi mereka juga selama ini sangat baik-baik saja meski menjalani hubungan jarak jauh. "Kamu, kamu tanya Kevan saja!" ujar Sultan. "Sayang, kita sama-sama tahu bagaimana cara berpacaran orang zaman sekarang, aku saja sudah tak tahan sama kamu, Kevan laki-laki normal, pasti dia pun sama. Terus, Rumaisyah itu terlalu lembek, dia pasti tak mampu menolak, tidak sepertimu!" Sarah pun berpikir, mungkin benar apa yang dikatakan Sultan padanya. Rumaisyah terlalu lembek, dan Kevan, mungkin saja pria itu memaksa Rumaisyah demi mempertahankan Rumaisyah di sisinya. Ia ingat bagaimana Rumaisyah pernah bercerita jika ia ingin mengakhiri hubungannya dengan Kevan karena pria itu seperti tidak serius padanya, selalu mengabaikannya. "Sayang," ucap Sultan. "Coba telepon Kevan, tanyakan padanya!" Sarah mengangguk. "Aku telepon dia sekarang!" Kemudian, Sarah menelpon Kevan, setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Kevan menjawab panggilan telepon darinya. Sarah pun mengabarkan tentang Rumaisyah yang kecelakaan di Bandung dan sekarang tengah dirawat di Rumah sakit. "Kenapa kamu gak bilang kalau Rumaisyah hamil?" tanya Sultan. "Itu nanti saja, aku harus bertanya langsung padanya, yang penting, dia ke sini dulu!" ujar Sarah. Sultan pun mengangguk, ada sedikit kelegaan di hatinya sekarang. Ketakutan yang ia rasakan tadi, ia simpulkan sebagai rasa takut jika Sarah curiga padanya, Sarah tidak percaya padanya dan Sarah pergi meninggalkannya. "Sayang, percaya padaku, aku tidak pernah mengkhianati kamu," ucap Sultan, ia genggam tangan kekasihnya. Sarah memaksakan senyumnya, ia pun mengangguk dan menerima pelukan Sultan begitu saja. Hati gadis itu belum sepenuhnya lega, entah kenapa serasa masih ada yang mengganjal di hatinya sekarang. Di ruang IGD, Rumaisyah menghapus air matanya. Gadis itu menarik napasnya panjang dan menghembuskan perlahan agar ia tak sampai terisak karena tangisnya. Pikirannya sekarang bingung, apa yang harus ia jelaskan pada Sarah nanti. Lalu, bagaimana dengan respon Sultan, pria itu sama sekali tak ingat dengan apa yang dilakukan olehnya saat mabuk. Rumaisyah ingat, Sarah pernah meminta padanya agar jangan sampai Sultan menyentuh alkohol, batas toleransi pria itu sangat rendah, jika mabuk, mungkin dia tak akan sadar, lupa dengan apa saja yang ia lakukan saat mabuk. Namun, mau bagaimana, dia hanya sekretaris, yang akan berpisah dengan bosnya saat selesai jam kerja. Ia tak mungkin mengawasi bosnya itu selama 1 kali 24 jam. Rumaisyah membuang napas panjang perlahan, sekarang, ia mulai bisa mengendalikan perasaannya. Ia masih berpikir, bagaimana cara menghadapi Sarah yang sudah sangat baik padanya selama ini. "Aku harap Rumaisyah segera sadar, aku harus tanya sama dia." Rumaisyah segera memejamkan matanya kembali saat mendengar suara Sarah. Ia takut, belum siap bicara dengan sahabatnya itu. Dibanding respon Sultan, ia lebih takut dengan respon Sarah. 'Ya Tuhan, aku harus bagaimana sekarang?' tanya Rumaisyah dalam hati. "Ini taruh mana?" tanya Sultan, tadi di depan IGD, polisi menyerahkan sebuah tas dan koper yang katanya milik Rumaisyah. "Situ aja Mas," jawab Sarah, ia lalu mendekati Rumaisyah. "Syah," ucap Sarah, ia membelai kepala sahabatnya. "Apa kamu niat kabur dariku Syah?" tanya gadis itu. Dengan koper milik Rumaisyah, Sarah yakin jika Rumaisyah pasti berniat kabur darinya dan menyembunyikan kehamilannya. Kehamilannya sudah hampir 2 bulan, mana mungkin Rumaisyah tidak tahu kehamilannya itu. "Syah," ucap Sarah, ia melihat air mata keluar dari sudut mata Rumaisyah. Rumaisyah tahu, ia tak mungkin berpura-pura tidur. Perlahan, gadis itu membuka matanya. "Syah, kamu bangun Syah," ucap Sarah, ia merasa sedikit lega sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD