Perkenalan Mainstream

1769 Words
Permainan ini benar-benar mengasikan, istilahnya s*****a makan tuan. Jebakan yang tanpa sadar Raiya buat sendiri, menempatkan dirinya dalam bahaya. Kali ini Miko merasa puas. Akhirnya dia ada kemajuan juga untuk membalas musuhnya. Dan Miko dengan seluruh kesadaran sebagai orang nomor satu pembuat onar di SMA Gajah Mada, dialah yang akan mengendalikan permainan ini. Ditatapnya cewek mungil yang tengah kewalahan mendribel bola basket di lapangan. Dari tempat persembunyiannya di kursi panjang belakang taman samping lapangan basket, Miko dengan posisi tidur menyamping tanpa sedikit pun melewatkan keluhan, pertanyaan, juga kebingungan si cewek mungil tentang dirinya. Sengaja memang dia biarkan si cewek itu menikmati 5 hari pertamanya di sekolah ini tanpa ada gangguan. Yah anggaplah pemanasan dulu sebelum benar-benar kepanasan di neraka Gajah Mada nantinya. Tapi setelah itu, permainan akan dimulai, neraka kecil benar-benar akan Miko ciptakan demi misi balas dendamnya. "Lo nggak ngerasa aneh?" napas Raiya ngos-ngosan masih terus mendribel, tapi bukannya bola ada dalam kendalinya, malah bola yang mengendalikannya. Raiya harus lari pontang-panting di tengah lapangan mengejar itu bola yang memantul nggak beraturan. Jam kosong di kelas memang sengaja Raiya pakai untuk keluar kelas. Dia mengajak Niken ke lapangan basket karena ingin lebih bebas membahas sang preman sekolah. "Apanya yang aneh?" Niken balik tanya. Niken lebih memilih duduk di tepi lapangan sambil menutupi kepalanya dengan diktat matematika! Panas banget brooo jam 11 siang! Pasti kalau ada yang lihat, dipikir mereka sedang kena hukuman. "Yaaa 5 hari ini, kok aman-aman aja ya? Gue nggak pernah liat Kak Miko, gue ngerasa ini disengaja!" Raiya berhenti di depan Niken, memakai bola basketnya untuk duduk. "Bagus dong Ray, lo nggak ketemu Kak Miko dan lo juga nggak perlu mengkhawatirkan ancaman Kak Miko. Syukur-syukur nanti misal kalian ketemu, dia udah lupa!" "Gitu?"ada sedikit rasa kecewa di benak Raiya yang buru-buru disamarkan, segera Raiya betulkan perasaannya itu, bukan kecewa mungkin lebih ke bad feeling. Belum pernah dia lolos begitu mudah dari preman sekolah setelah bikin masalah dengan mereka. Sebelumnya dia nggak pernah merasakan kebebasan seperti ini setelah berpisah dengan Chiko. "Kak Miko, dia itu orangnya gimana sih?" tanya Raiya penasaran juga, kalau dilihat dari respon warga Gajah Mada saat di kantin waktu itu, memang sepertinya Miko nggak bisa diremehkan begitu saja. Sebentar Niken berdehem, menoleh kanan kiri sedikit waspada memastikan nggak akan ada yang menguping. Karena apa yang akan dia infokan itu mengenai sang pentolan sekolah. Sesuatu yang menurutnya adalah hal paling penting dari sang Miko Dirgantara sebagai laki-laki. Tapi sayang makhluk yang sembunyi tepat di belakangnya telah luput dari pengawasannya. "Kak Miko itu cowok yang paling ganteng di sekolah ini!!! Ganteng bangetttt!!!" Sontak tawa Miko nyaris meledak mendengar itu. Sedang Raiya langsung cemberut kuadrat menghelas napasnya. "Gue tanya Kak Miko itu orangnya gimana? Bukan tampangnya!" omel Raiya jengkel, Niken itu kadang-kadang emang ngeselin banget, nggak bisa bedain orang serius sama becanda, "gue pengen tahu karakternya gimana Nikennnn!" Raiya jadi gemes sendiri dengan temannya ini. "Owhhh!" sedang Niken cuma ber 'oh' ria tanpa ngerasa bersalah, lantas melanjutkan ceritanya. "Menurut gue kak Miko itu sosok dari gabungan mantan pentolan sekolah SMA Gajah Mada. Kak Miko itu bisa jadi cowok dingin kayak Kak Ali, bisa jadi s***s banget kayak Kak Eza, dan bisa jail kayak Kakaknya Wahyu. Di luar sekolah dialah yang selalu pimpin anak Gajah Mada buat tawuran, pokoknya dia itu top deh!" "Kok bisa? Gimana bisa dia jadi orang nomor satu di sekolah ini? Dia kan anak pindahan?" "Gue denger-denger, seminggu setelah dia masuk kesini dengan bantuan Kak Angga dan Kak Aji yang ternyata mereka dulu itu anak buahnya Kak Wahyu. Mereka kumpulin semua anak cowok yang paling brandal, yang punya jiwa pemberontak ...," jelas Niken terhenti, sebentar dia menarik napas panjang. Raiya cuma diam mendengarkan begitu serius, sampai nggak sadar mulutnya menganga. Dan sekali lagi Miko harus kuat-kuat menahan tawanya supaya nggak meledak, benar-benar pemandangan yang kocak. Baru kali ini Miko menghabiskan waktunya hanya untuk menunggui cewek-cewek menggosip dan itu tentang dirinya. "Terus lo tahu apa yang dilakuin Kak Miko?" Raiya menggeleng pasti. "Dia hajar mereka satu persatu sampai bonyok. Terus Kak Miko pidato panjang lebar membujuk mereka untuk gabung sama dia. Juga karena mereka tahu kalau Kak Miko itu adiknya Kak Wahyu sang mantan pentolan sekolah. Urusannya bakal berabe, kalau mereka nggak turutin permintaan Kak Miko, bisa-bisa mantan 3 pentolan sekolah turun tangan." "Serius?" tanya Raiya setengah teriak, antara takjub juga kesel, emang selalu gitu ya preman sekolah? Sok berkuasa banget? "Dua rius! Tapi selama ini dia nggak pernah secuilpun mau punya urusan sama yang namanya cewek! Nggak ada satu pun cewek yang berkeliaran di sekitarnya, kalau ada yang berani deket-deket pasti langsung mundur begitu Kak Miko menatap mereka dengan tatapan dinginnya tanpa ngomong sepatah kata pun!" "Iya, emang matanya itu nyeremin!" Raiya bergidik ngeri ingat waktu menabrak Miko dulu. "Bahkan gosipnya, nggak ada kontak nomor cewek di ponselnya." "Itu artinya, ancaman Kak Miko dulu kemungkinan cuma gertakan?" "Iyappp! Jadi lo nggak perlu khawatir!" "Bagus deh! Kalau gitu gue bisa napas lega, lagian hobi Kak Miko kan tawuran, pasti dia nggak sempet mikirin cewek yang udah tabrak dia. Dia pasti juga udah lupa sama muka gue!" *** Hari ke 6, Raiya semakin yakin kalau dia nggak akan bertemu Miko, nggak akan berurusan dengan Miko, dan sangat yakin kalau Miko 100% sudah mengabaikannya. Senyum Raiya terus merekah, dia merasa kalau kutukan untuk terus berada di samping preman sekolah sudah hilang. Bebas dari preman sekolah lama dan juga dari preman sekolah baru. Sempurna, dia akan sungguh-sungguh menikmati hidupnya sekarang. Langkahnya sangat ringan, bahkan Raiya memutuskan untuk mampir dulu ke kantin sebelum pulang. Dia ingin mengisi perutnya yang sudah kosong sejak tadi pagi. Karena jam istirahat tadi Raiya sibuk mengerjakan PR, ehmm lebih tepatnya mencotek sih! Tapi mungkin saking ringan langkahnya itu, angin begitu mudah membuat tubuhnya mendadak terhuyung ke depan. Raiya gelegapan dibuatnya, untung saja dia masih sempat pegangan di tiang koridor, kalau nggak mungkin mukanya sudah nyungsep duluan ke selokan. Hampir saja Raiya mengumpat, tapi buru-buru dia urungkan, "Sabar, sabar, ini di sekolahan, tahan emosi Ray!" batinnya mengelus d**a kemudian menoleh tanpa merubah posisinya yang memegang tiang koridor. Ahhh ternyata ini bukan sekedar angin biasa, melainkan angin topan yang lagi kesurupan. Raiya mengerut seketika. Siapa lagi yang cari gara-gara? Angin topan ini benar-benar merusak harinya. "Siapa lo?" tanya Raiya sarat menantang, kali ini sudah berdiri tegak di depan si angin topan kesurupan. Nggak tahu siapa dan nggak tahu kenapa cewek di depannya itu tiba-tiba mendorongnya. "Gue Mia!" desis si angin topan, oh Mia! Jadi? Ada apa? Raiya mengerutkan kening mengamati Mia dari atas sampai bawah. Dilihat dari modelnya Raiya langsung merefleksikan ke sosok cewek antagonis pada novel atau drama tv romance remaja. Wowww, Raiya sempat-sempatnya berdecak kagum, ini kali kedua dia menghadapi cewek model seperti ini. "Terus?" "Itu tadi peringatan!" "Tentang?" Mia tersenyum sinis, nggak menjawab. Gantinya dengan gerakan tiba-tiba tangannya sudah menarik kerah seragam Raiya tanpa kesulitan sedikit pun, menatap Raiya tajam tepat di mata mungilnya. "Lo tanya tentang?" Raiya mengangguk sekali mencoba tetap terlihat tenang, meski sebenarnya ngeri juga. Dulu di sekolah lama juga pernah mengalami hal semacam ini. Tunggu, tunggu apa ini yang disebut De Javu? Untuk beberapa detik Raiya tercenung sendiri dengan ingatannya itu. "Miko Dirgantara!" Gedebuk!!! Ponsel yang sedari tadi Raiya pegang terlepas begitu saja. Ahhh, semoga nggak rusak! Apalagi ini? Kenapa tiba-tiba tentang Miko Dirgantara? Kembali Mia tersenyum, mengeratkan cekalannya kuat, "Hebat banget lo ya, baru datang udah langsung curi perhatiannya Miko!" Raiya semakin nggak paham! Perhatian sebelah mananya? "Maksudnya?" "Kalau lo masih punya malu, dan gue harap lo sadar diri sih, lo itu nggak pantes buat Miko!" "Bentar, serius deh, ini lagi ngomongin apa sih? Dan ...," dengan kasar Raiya mendorong Mia sampai cekalannya terlepas. Raiya semakin geram. Baru aja dia bersyukur dengan harinya tanpa Miko, kenapa sekarang jadi gini? "Mau lo apa sebenarnya? Kenapa bawa-bawa Kak Miko?" "Jauhi Miko, jangan pernah lo berani deket-deket dia!" "Kenapa?" "Karena gue calon pacarnya Miko. Jadi ini untuk terakhir kalinya, kalau lo masih aja berani deketin Miko, bukan cuma ponsel lo yang rusak, tapi gue juga bikin lo rusak!" Raiya diam sejenak, menarik napasnya panjang, memcoba memahami apa yang tengah terjadi. Ini cewek cemburu, terus ngancem Raiya seperti di tv-tv? Tapi yang Raiya bingung, biasanya si prontagonis dilabrak setelah dia deket sama si target. Lhah ini dia aja belum apa-apa, bahkan pertemuan terakhirnya dulu dalam suasana yang horor banget, kenapa dia langsung dilabrak sebelum deket sama si target? "Jadi lo calon pacarnya?" tanya Raiya akhirnya. Raiya memang suka bermain. Dan kali ini mempermainkan cewek di depannya itu boleh juga. Raiya pikir hal ini nggak akan berdampak buruk buatnya sendiri, "Okey!" pungkas Raiya manggut-manggut seolah mengerti, dengan tampang nggak bersalah Raiya menjetikkan jarinya di depan muka Mia, "Dan gimana kalau gue ini pacarnya?" Kening Mia saling bertatutan, tapi matanya langsung melotot begitu paham arti dari ucapan Raiya barusan! "Gue pacarnya Miko Dirgantara! Gue pacarnya secara sah!" tandas Raiya memperjelas. SKAKK MATT! "Nggak, mana mungkin? Denger lo nggak bakal bisa ngibulin gue!" keadaan seketika berbalik, Raiya menguasai permainan sementara. Mia langsung panik. Raiya tetap tenang, matanya benar-benar menunjukkan keseriusan dari ucapannya. Tapi dalam hati, dia pengen ketawa melihat ekspresi si angin topan ini. Astaga sepertinya Raiya bakalan sakit perut kalau tawanya pecah. "Ngapain gue ngibul kalau itu kenyataannya? Lo boleh tanya langsung ke Kak Miko!" tawar Raiya bohong. Jangan sampai deh si Mia ini nekat tanya ke Miko! Yang ada dia yang kena! Tapi Raiya yakin sih kalau hal itu nggak akan terjadi, karena seorang Miko kan nggak pernah tersentuh sedikit pun oleh kaum hawa. "Iya, lo boleh tanya langsung ke gue!" Deggg!!! Waktu seakan berhenti. Degup jantung Raiya tiba-tiba saja nggak beraturan. Cepet banget! Lebih cepet dari Rio Haryanto balapan. Ini bukan angin topan kesurupan lagi, tapi sudah mencapai level paling serius tsunami bebarengan dengan p****g beliung. Kaki Raiya sudah membeku, nggak bisa bergerak bahkan hanya untuk menoleh melihat siempunya suara pun Raiya nggak punya nyali. Keyakinannya baru saja menguap! SLAPPP! Satu rangkulan lembut membuat Raiya terkesiap, refleks menoleh ke samping, ke cowok yang merangkulnya, yang melempar senyum manisnya ke Mia, cowok itu nggak lain adalah Miko murid nomor satu di SMA Gajah Mada, pemimpin jalanan yang selalu berhasil membuat Kepala Sekolah kewalahan. Baru Raiya akan melepas rangkulannya, Miko malah semakin mempereratnya, nggak sedikit pun memberi celah Raiya untuk bergerak. Hal itu berhasil membuat Raiya juga Mia jadi pucat pasi, yang satu nggak terima sang Pangeran Impian jatuh ke tangan murid baru, yang bahkan dari segi fisik jauh banget dari sempurna menurutnya. Dan yang satunya lagi semakin ketakutan karena bisikan Miko ke telinganya saat dia berusaha meronta, "Terlambat!" "Lo nggak perlu tanya sih, lo cukup denger pernyataan gue!" tandas Miko menatap tajam Mia, "Raiya Aryani resmi jadi pacar gue, Miko Dirgantara!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD