#16 Yakin Dengan Keputusannya

1440 Words
Kondisi Shiela masih lemah, sehingga pihak rumah sakit meminjamkan sebuah kursi roda atas persetujuan Dokter Matthew. Setibanya di apartmen, Shiela hanya rebahan di dalam kamarnya. tina memberikan kamar utama yang lansung menghadap laut untuk putri tercinta, agar Shiela tidak merasa bosan. "Shiela, kamu tiduran saja di kamarmu? atau mau nonton dulu di sofa ini?" tanya Mami Tina. "Nonton dulu Mam, bosen dan pegel rasanya dari tadi tiduran terus." "Mami potongin apel yah? atau kamu mau jeruk?" tanyanya sambil membuka lemari pendingin. "Terserah Mami....hm...jeruk boleh deh Mam. Mulut Shiela terasa pahit soalnya." "Ok..sebentar Mami potongin jeruk sunkistnya dulu." Dalam hatinya, Shiela merasa betapa beruntung dirinya memiliki seorang ibu seperti Tina." Dari aku kecil hingga sekarang dia selalu berada disampingku, walaupun kadang aku suka galak dengannya. Sorry Mam, Shiela merepotkan Mami." batinnya. "Hari apa yah sekarang?" tanya Shiela pada siapapun yang mendengarkan "Kamis sayang." sahut Mami di dapur. "Papi jadi kembali kesini malam ini Mam?" "Belum kabari lagi Shiel, Mami belum telepon Papi. Takut lagi sibuk. Nanti juga Papi call. Dimakan jeruknya Shiel." Tina meletakan piring berisi jeruk yang menggiurkan di meja. "Sean...yuk..makan jeruk" ajaknya. "Ohh..ya tante, sebentar lagi nanggung nih." sahutnya tanpa melepaskan pandangannya pada laptopnya. Shiela dan Tina asik makan jeruk sambil nonton berita lokal Singapura. Sesekali mereka saling berkomentar mengenai berita yang ditontonya. Tiba tiba "Huekkk...." Shilea berlari ke kamar mandi dan meneruskan muntahnya disana. Tina segera menyusul dan menepuk nepuk punggung Shiela dengan lembut "Sabar yah Shiela...sabar..." Sean hanya bisa melihat mereka dari luar kamar mandi. Selesai muntah, Tina memapah Shiela kembali ke dalam kamarnya. Direbahkan tubuh Shiela kemudian diselimuti. Dimatikan lampu utama, menyisakan lampu baca di sudut ruangan. Dibiarkan Shiela istirahat dan keluar kamar. Sean merasa bersalah melihat Shiela seperti itu. Bukannya dia tidak mau menemaninya tadi, tapi dia harus menjawab email dari atasannya karena ditunggu saat itu juga. Perlahan Sean masuk ke kamar Shiela, dilihatnya Shiela sedang tertidur. Dia menarik napas panjang perlahan lalu melepaskannya, berharap sesak di dadanya hilang. "Ini baru awal perjalanan perawatannya, semoga Shiela kuat." batinnya. Sean mengatur selimut Shiela yang agak terbuka dibagian kaki. "Sean.." panggil Shiela. "Kirain aku kamu tidur?" "Aku tidak bisa tidur. Kamu sudah selesai dengan pekerjaan kamu?" "Hmm..sudah kok." jawab Sean berbohong. "Selesaikan dulu saja, setelah itu baru kesini temani aku yah?" sahut Shiela. "Hm...sorry yahh...aku tidak bermaksud membohongi kamu barusan. Ada surat yang harus kubuat dan ditungguu oleh bos." dicium kening Shiela. "Gak apa apa, aku yang minta maaf sama kamu. Merepotkan kamu yang harus kerja tetapi malah harus menemaniku disini." "Huss...jangan katakan itu lagi. Kamu tidak merepotkan. Aku tidak akan dapat tenang jika tidak melihatmu setiap hari. OK?" tegasnya. Diraih tangan Shiela dan dibawa ke pipinya. "Istirahatlah, sebentar lagi aku selesai." Shiela tersenyum. "Ah...senyum itu. Selalu meluluhkan hatiku" batin Sean. Dalam hatinya dia enggan meninggalkan Shiela sekarang, tapi surat itu amat penting. Dikecupnya sekali lagi kening Shiela dan keluar kamar. "Bisa diabetes aku lihat senyum kamu terus. Hmm..sebentar yah sayang aku akan kembali" Ketika selesai dengan tugasnya, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Tak terasa hampir sejam dia mengerjakan tugasnya. Sementara Tina sudah tidak terlihat lagi di dapur atau ruang tengah. Sepertinya sedang di dalam kamar, istirahat mungkin. Kemudian Sean dengan sangat perlahan membuka pintu kamar Shiela, berjalan mendekati ranjang. Terdengar suara napas Shiela yang teratur, "Tertidur rupanya." gumam Sean. Lalu dia duduk di sofa dan memejamkan kedua matanya,mencoba untuk beristirahat juga. Sean terbangun oleh suara gemericik air. Dibuka matanya, dilirik jendela "Ah..sudah hampir gelap, berapa lama yah aku tertidur?" Setelah dikumpulkan seluruh jiwanya, Sean bangun dan menghampiri kamar mandi. "Shiela.." panggil Sean "Ya Sean, kamu sudah bangun?" "Yeah....aku balik kamarku dulu yah...mau mandi juga. Atau...boleh masuk dan mandi bersamamu?" goda Sean. "Dalam mimpi Sean!" teriak Shiela "Hahahahah....yahh ok...ok...nanti malam aku akan bermimpi kita mandi bersama. OK darling?" lanjutnya menggoda Shiela. "Dah..mandi dulu sana....masih sore pikirannya dah gak bener." Jawab Shiela sambil tertawa.Shiela tahu kalau Sean hanya bercanda. Setelah selesai makan malam, Sean membantu Tina membereskan peralatan dapur. Shiela tidak diperbolehkan untuk membantu. "Princess silahkan duduk saja disana, biar hamba yang membereskannya." gurau Sean lagi disambut gelak tawa oleh mereka bertiga. Ketika dirasa aman, Sean mendekati Tante dan bertanya sambil berbisik "Tante, om balik Singapura malam ini?" Digelengkan kepala Tina, "Nanggung, besok saja sekalian weekend Sean. Kamu ada perlu sama om?" berbalik Tina yang bertanya. "Ohh..tidak apa apa Tan, takut Shiela tanya nanti...jadi Sean sudah tau jawabannya." kilah Sean. "Mam....kepalaku kok tiba tiba seperti berputar ya?" keluh Shiela. Dengan tergesa gesa Tina menghampirinya, dipegang kening Shiela. Lalu diarahkan ke keningnya. "Kamu sepertinya demam Shiel." Dilihatnya Sean...minta saran harus bagaimana. "Coba sini aku cek." dia mendekatkan kening Shiela ke pipinya. "Agak hangat sedikit tan. Tidak perlu khawatir. Kalau gak salah obat yang tadi dibawa dari rumah sakti salah satunya ada obat demam." Sean berjalan kearah meja tempat diletakkan semua obat Shiela. Setelah ketemu, diberikan ke Shiela "Minumlah, setelah itu istirahat." Shiela menganggukan kepalanya, tidak punya tenaga untuk membantah. Kepalanya terasa berat, duduk salah, tiduran salah. Berputar putar rasanya dunia ini. Dengan dipapah oleh Sean, dia masuk ke kamarnya untuk tiduran. Setelah selesai membereskan semuanya, Tina masuk ke kamar tidur Shiela. Dilongokan kepalanya ke dalam kamar, takut membangunkan Shiela. Tapi sepertinya Shiela sudah tertidur, jadi dia tidak jadi masuk dan berbalik arah menuju kamarnya. Dari ujung matanya, terlihat Sean sedang duduk memainkan smart phonenya. "Sean...." panggilnya. "Ya Tan." "Ada waktu bicara?" "Tentu Tan, ada apa?" Tina kemudian uduk di dekat Sean, "Tante berterima kasih karena kamu sudah mau menemani kami. Tidak menganggu pekerjaan kamu? Kedua orang tua kamu tidak keberatan?" Tina dan Handoko belum pernah bertemu dengan kedua orang tua Sean. Namanya pun tidak tahu. Jika kondisi sudah memungkinkan, Tina berharap dapat menemui mereka untuk mengucapkan terima kasih karena telah mengijinkan Sean menemani mereka. "Ehemm....pekerjaan dapat diatur Tan. Mengenai papa mama....eng....mereka tidak keberatan kok. Ini kemauan Sean, jadi tante tidak perlu berterima kasih. Malah Sean yang berterima kasih pada tante dan om yang sudah memperbolehkan Sean menemani Shiela." jawabnya. Bagian dimana kedua orang tua nya tidak keberatan sebenarnya Sean tidak sepenuhnya jujur. Dia teringat percakapan mereka sebelum Sean berangkat ke Singapura. "Ma, Pa, besok Sean akan berangkat ke Singapura. Mungkin bisa satu mingguan" ujar Sean minta ijin di malam sebelum dia berangkat menemani Shiela berobat esok pagi. "Ngapain? lama juga yah?" tanya Santoso, papa Sean. "Enggg....ini...itu Pa, besok Shiela mulai pengobatannya di Singapura. Dan Sean mau menemaninya." ucap Sean ragu ragu karena dia yakin Papanya akan kurang setuju. "Shiela? Ohh..teman SMA kamu itu Sean?" tanya Linda, mama Sean. "Ya Ma...teman SMA Sean. Dia sakit kanker lambung stage Awal.." jelas Sean berharap mendapatkan simpati dari mereka. "Kalian nyambung lagi Sean?" selidik Santoso curiga. "He he he...gitu deh Pa." jawab Sean kikuk karena diinterogasi mengenai kisah asmaranya. "Kamu serius? setahu Papa kalau kanker itu walaupun sembuh bisa kambuh lagi loh. Lambung ya?" tanyanya lagi. "Ya Pa. Sean yakin Shiela bisa sembuh total kok." jawabnya gusar ketika Santoso mengatakan hal itu "Masa papa bilang bisa kambuh lagi sih? Kita kan harus optimis pa" kali ini dengan nada suara sedikit lebih tinggi dari biasanya. "Sean..." tegur Linda. "Ya sudah, yang penting pekerjaan kamu jangan sampai terbengkalai dan kabari kami sesampainya disana." lerai Linda khawatir Santoso naik pitam. "Sudah sana beres beres barang bawaan kamu." Tina menarik napas panjang sebelum mengucapkan kalimat yang telah disiapkan beberapa hari ini. Pertanyaan yang menentukan nasib putrinya. "Sean...tante bukannya tidak setuju dengan hubungan kalian. Tapi ante tidak mau jika Shiela lebih terluka dikemudian hari." berhenti sejenak memperhatikan anak muda di depannya. "Maksud tante, kamu kan tahu apa yang harus dijalani Shiela dalam tahun tahun kedepan. Tidak mudah bagi kami dan tentu saja bagi Shiela. Dan jangan kamu menjadi salah satu penambah masalah. Kamu mengerti maksud tante?" Sean mengangguk. "Tante takut Sean akan meninggalkan Shiela nanti bukan? Takut Shiela lebih sakit hati dibandingkan jika Sean mundur dari sekarang?" ucapnya menyimpulkan maksud Tante Tini. "Yah...begitulah kira kira Sean. Tante tidak mau Shiela terluka lebih dalam lagi. Tolong dipikirkan keputusan kamu Sean. Tante harap jika kamu memutuskan untuk tetap menemani Shiela Tante hanya dapat mengucapkan terima kasih telah menerima Shiela apa adanya. Namun....." Tina berusaha menahan air matanya karena dia tahu jika Sean memutuskan untuk meninggalkan Shiela maka putrinya akan hancur. "Jika sekarang kamu memutuskan untuk mundur, tante juga tidak menyalahkanmu. Perjalanan hidupmu masih panjang Sean." Hati Tina begitu rapuh saat ini. "Tante, tiga tahun yang lalu hidup Sean mati bersama dengan kepergian Shiela. Sean tidak bisa hidup tanpanya. Sean mencintai Shiela tante. Sean berjanji pada tante, akan menjaga, mendampingi Shiela sampai maut memisahkan kami tan." Ucap Sean. "Sean...Sean tidak bisa hidup tanpa Shiela disamping Sean tante. Bahkan..jika tante mengijinkan, setelah Shiela sembuh, Sean ingin menikahi Shiela" Tina memeluk Sean..."Terima kasih Sean. for love her as the way she is....."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD