Dengan bertambahnya Mila dan Sean, suasana menjadi lebih ramai terlebih Joni si pelawak yang tidak pernah habis dengan celetukan lucunya. Walaupun Sean duduk disamping Mila, matanya tidak lepas dari Shiela. Wanita itu terlihat pucat namun senyumnya mendamaikan hati Sean. Setidaknya pria itu tahu jika wanitanya sedang bahagia dengan kehadiran mereka.
"Ehmm...." terdengar suara Handoko menginterupsi keasikan obrolan mereka. "Boleh pinjam Sean sebentar?" Lanjutnya sambil memberikan kode agar Sean mengikuti langkahnya ke dalam rumah. Semua memandang Sean dengan heran, kenapa papa Shiela memanggil Sean? Tanpa banyak bicara dia mengikuti langkah Handoko.
Handoko mempersilahkan Sean untuk duduk di ruang kerjanya. "Sean, baru saja om menerima email dari Dokter Matthew di Singapura. Dia sudah mengosongkan jadwalnya untuk bertemu dengan Shiela lusa. Om sudah konsulatasi juga dengan Dokter Roni dan beliau mengatakan kalau kondisi Shiela saat ini memungkinkan untuk pergi kesana." Dia menarik napas panjang, berharap meringankan beban di dalam dadanya. Lanjutnya lagi "Om harap Sean juga dapat ikut menemani agar Shiela memiliki kekuatan tambahan selama masa perawatannya disana."
Sean terdiam, di dalam hati nya tentu saja dia tidak keberatan. Tanpa diminta pasti Sean akan menemani wanita yang dicintainya itu. Tapi ada hal lain yang menjadi ganjalan, Mila. Bagaimana jika perempuan itu tahu jika ia pergi? Lalu, pekerjaannya? Mana ada perusahaan yang akan memberikan ijin selama berminggu minggu?
Otaknya berputar, berpikir untuk dapat menemukan jalan keluar yang terbaik. Tetapi, sia sia. Namun tekadnya sudah bulat, Shiela terlalu berharga untuk disia siakan. Persetan dengan yang lain, terpenting adalah Shiela. Sean akhirnya membulatkan keputusannya untuk menerima tawaran Handoko dan berangkat ke Singapura menemani putrinya.
Tiada pertemuan yang tak berakhir, gelak tawa dan canda mereka harus disudahi ketika mami Shiela mengharuskan putrinya untuk beriistirahat..
"Bye Shiela..." ucap Amy, memeluk serta mencium pipinya. "Stay strong..I love you" bisiknya .
"I love you tooo Am.Thank you" balas Shiela dengan senyum di wajahnya.
"Sheila....ohhhh I lop yuuuuuu three thousand...." seru Joni tidak mau kalah sambil memeluk Shiela dan Amy bersamaan. Disambut tawa semua yang menyaksikannya, termasuk mami Shiela.
Sementara itu dengan canggung Mila memeluk Shiela dan mengucapkan selamat beristirahat saja. Kemudian menyisir seluruh ruangan mencari sosok Sean, berharap agar dapat pulang bersaman. "Sean masih didalam bersama dengan Om Handoko sepertinya." kesalnya. Akhrinya terpaksa dia ikut dengan Joni sampai ke mall terdekat agar Mila dapat mencari taxi untuk pulang ke rumah yang letaknya tidak searah dengan rumah Joni.
Obrolan Sean danHandoko sudah selesai dari tadi, tapi Sean segan untuk kembali berbaur dengan teman temannya. Ia memilih kamar Shiela untuk menunggu. Tentu saja setelah mendapat ijin dari Handoko.
Sambil menunggu Shiela kembali ke kamar, Sean meliihat beberapa foto yang diletakkan pada meja rias. Pandangannya tertuju pada sebuah foto yang sudah kusam termakan usia. Seorang baby mungil yang sedang tertidur dalam gendongan tangan wanita muda. Tapi setelah diamatinya, wanita itu bukan Tante Tina."Siapa ya?" tanya Sean dalam hati.
"Sean...kamu disini?" panggilan Shiela mengejutkannya, hampir saja foto itu terjatuh dari tangannya.
"Untung jantungku 100% sehat Shiela....kaget nyaa..." ujar Sean sambil menepuk nepuk dadanya untuk meredakan rasa terkejutnya.
"Lagiann....kok kamu bisa ada disini? dicariin Mila tadi loh." jawab Shiela, berusaha menutupi rasa cemburunya.
"Makanya aku bersembunyi disini, menghindari dia." jelas Sean dan meletakan bingkai foto itu pada tempatnya semula. "Ini foto kamu? siapa wanita yang menggendongmu? "tanya Sean penuh rasa keingintahuan.
"Ohh..ya, menurut mami itu aku dan pengasuhku dulu." jawab Shiela sambil mengangat kedua bahunya tanda tidak terlalu perduli. Foto itu juga bukan dia yang meletakannya, Tina yang memaksa. Entah alasannya apa.
"Aku mandi dulu sebentar yah....kamu tunggu saja disini." ucap Shiela dan langsung menuju kamar mandi yang letaknya juga di dalam kamar tersebut.
"Sean..." bisik Shiela membangunkan Sean yang tertidur di sofa panjang selama menunggu Shiela mandi.
"Hm...huuhh...jam berapa ini? Sudah berapa lama aku tertidur ya?" tanya Sean sambil memincingkan matanya melirik jam di pergelangan tangannya. "Sekitar 15 menit Sean...kalau masih ngantuk lanjut saja tidurnya ya. Aku mau turun dulu" ujar Shiela.
"Shiel..." panggil Sean dan menarik tangan Shiela. Tidak siap dengan hentakan tangan Sean, Shiela terjatuh dalam pangkuannya.
Dengan tersenyum Sean memeluk Shiela kemudian berkata "Aku sayang kamu Shiel.." kemudian mengecup bibir perempuan itu. Tautan bibir mereka bagaikan magnet, enggan melepaskan momen tersebut.
Shiela mendorong d**a pria itu dengan lembut, "Aku tahu Sean....aku juga mencintaimu." Mereka saling beradu pandang," Tapi cinta tidak harus saling memiliki bukan?" jawab Shiela dengan lembut dan membelai wajah Sean perlahan.
"Tidak mungkin! Aku tidak bisa hidup tanpamu. Kamu harus menjadi milikku, selamanya" tegas Sean. Yah...Sean tidak dapat membayangkan jika hidup tanpa Shiela. Penderitaan menahan rindu selama tiga tahun sudah cukup rasanya dan Sean tidak menginginkan hal itu terjadi lagi. "Aku menderita menahan rindu ini padamu selama 3 tahun Shiel, sekarang waktunya kau dan aku menyongsong hari hari bahagia .." bisik Sean sambil mencium kening Shiela.
Bahagia, itulah yang dirasakan oleh Shiela. Setiap wanita pasti akan terbang ke awang jika seorang pria yang dicintainya mengatakan kalimat tersebut.
"Sudah ah.....turun yuk.... Kamu tidak lapar? Kalau aku sih penghuni diperutku ini sudah berisik minta di kasih makan" canda Shiela mencoba untuk mencairkan suasana. Saat ini Shiela tidak dapat menjanjikan apapun pada lelaki yang telah berulang kali mengatakan cinta padanya. Entah sampai kapan dia dapat merasakan kebersamaan ini, bom waktu yang berada di dalam tubuhnya dapat meledak sewaktu waktu tanpa peringatan. Setiap detik akan sangat berharga bagi Shiela.
"Sama dong..."senyum Sean. Dengan bergandengan tangan mereka keluar kamar dan turun menuju ruang makan dimana kedua orang tua Shiela telah menunggu mereka.
Setelah manyantap makan siang, mereka duduk duduk di ruang keluarga sambil menyaksikan tayangan di televisi.
"Shiela, setelah ini mami akan membantu kami packing. Besok kita akan ke Singapura bertemu dengan Dokter Mathew, rujukan Dokter Roni untuk konsultasi mengenai penyakitmu."
Oh...cepat juga ya. Setahu Shiela untuk dapat bertemu dengan Dokter Matthew harus menunggu lama. Bahkan bisa 2-3 bulan lamanya." jawab Shiela lalu memalingkan wajahnya menatap Sean "Sean...apakah kamu ada waktu untuk menemaniku?" pinta Shiela.
Sambil menggegam tangan Shiela, Sean menganggukan kepalanya "Tentu saja, tak perlu diminta aku pasti akan ikut Shiel" disambut senyum lebar Shiela.
"Aku ingin mengunjungi beberapa tempat disana ...boleh kan pap?" tanya Shiela
Tentu saja boleh Shiela..asal jangan terlalu lelah saja. Ada Sean yang menjagamu papi mami tenang kok" sahutnya dengan senyum. Senang rasanya jika melihat putri kesayangannya gembira seperti ini. Yang ada dibenaknya saat ini adalah sampai kapan mereka dapat menyaksikan kegembiraan ini?