seven: ibu untuk Jasmine

1095 Words
Suasana rumahnya kini cukup tenang, tapi mungkin bagian dapur yang tampak berbeda dengan hilir mudik mamanya dan asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan makanan untuk tamu mereka. Atau tamu untuk Satya. Jam menunjukkan pukul 9, satu jam lagi Satya akan bertemu dengan wanita yang akan dikenalkan dan juga ternyata akan dijodohkan denganya. Satya ingin menolak ide perjodohan namun melihat mamanya berharap bahwa Satya bisa berhasil dengan wanita yang kesekian kali ini membuat Satya pasrah saja untuk menyetujuinya. "Itu dia, mereka sudah sampai," tunjuk mamanya pada bayangan mobil hitam yang terparkir di carport rumah. Baik Satya, mama dan papanya bangkit dari duduk mereka dan menyambut tamu mereka yang baru saja keluar dari mobil. "Jeng Rini.. apa kabar?" Tamu itu langsung menyapa mamanya, mereka berpelukan dan saling menempel pipi. "Jeng Nuri juga apa kabar.. saya baik-baik saja ini," balas mama Satya, Marini. "Baik.. baik banget malah setelah mendengar bahwa kita mungkin bisa berbesan, iya kan, Pa?" Para orang tua terkekeh dan tertawa dengan obrolan mereka setelah lama tidak bertemu, namun tidak untuk kedua orang yang menjadi fokus pertemuan kedua keluarga ini. Si pria yang berdiri canggung dan kaku di tempatnya. Serta sang wanita yang berkali-kali mengalihkan pandangan dan tidak ikut berbicara selain mengangguk dan menggeleng juga tersenyum atau meringis saja menanggapi obrolan para orang tua. "Nak Satya ini 'kan?" Nuri, teman mama Satya itu terlihat senang sekali Satya. Satya tersenyum tipis dan mengangguk. Dia mengulurkan tangannya menyalami teman mamanya itu dan juga seorang pria paruh baya yang berdiri di sebelah teman mamanya. "Wah.. ternyata masih sangat muda dan cakep. Marsha nggak percaya waktu aku bilang calonnya itu masih muda, Jeng," puji Nuri pada Satya dan menceritakan soal anaknya yang akan dikenalkan pada Satya. "Hahaha.. bisa saja nih jeng Nuri.. Nak Marsha juga cantik banget ini, beruntung sekali pria yang bisa menjadi pendampingnya nanti," balas Marini, mama Satya ikut memuji. Lalu obrolan berlanjut di ruang tamu. Namun obrolan itu lebih didominasi oleh percakapan antar orang tua dan masih bernostalgia. Mereka belum membahas soal Satya dan Marsha. Dua orang yang hendak dijodohkan. Satya melirik pada wanita yang duduk di sebelah Nuri. Wanita yang dia tahu akan dikenalkan padanya. Cantik, terlihat baik, dan juga tidak segan menebar senyum ramahnya sekali pun saat ini lebih banyak diam juga, wanita seperti dia pasti banyak diincar pria untuk dijadikan teman seumur hidup. Namun semua penilaian itu akan sia-sia bagi Satya jika Jasmine tidak nyaman dan menolak, atau ketika si wanita tidak mampu merayu Jasmine, putrinya. "Papaaaaa...." Semua orang di ruang tamu menoleh ketika mendengar suara tangis dari arah dalam rumah dan munculan Jasmine, putri Satya yang berlari diikuti oleh ART yang berusaha menjaga bocah itu karena sepertinya baru bangun dan tidak mendapati siapa pun di kamarnya. Satya bangkit dari duduknya dan menyongsong putrinya itu dalam gendongan. Dia mengusap air mata putrinya dengan lengan kemeja yang dia kenakan. "Papaa...." Jasmine masih sesenggukan dan memeluk leher Satya dengan erat dan menangis di sana. Para orang tua yang melihat itu tersenyum. Jelas terlihat bahwa Satya sangat menyayangi putrinya dan sangat luwes menangani bocah kecil yang menangis. Termasuk Marsha yang dibuat tertergun melihatnya. Apalagi ketika Satya mengatakan kalimat penenang dan gurauan agar Jasmine berhenti menangis. Dia mengamati itu dengan saksama sampai kemudian ayah dan anak itu ikut duduk lagi di ruang tamu. Jasmine sudah berhenti menangis dan duduk di pangkuan ayahnya. Wajahnya masih sembab dan rambutnya terlihat awut-awutan. Marsha yang melihat itu sangat gemas, wajah Jasmine sangat putih dan pipinya kemerahan apalagi habis menangis, rambutnya coklat dan panjang. Dia merasa gemas ingin menguncir rambut itu. Dan Marsha teringat bahwa dia punya lolipop di tas-nya.Hobinya itu memakan lolipop untuk menjaga kosentrasinya saat bekerja. Dia merogoh tasnya dan mendapatkan dua lolipop tersisa dengan rasa strawberi s**u dan lemon, dia mengambil yang stroberi dan menunjukkannya pada Jasmine. "Adik mau permen?" celetuk Marsha. Yang membuat baik Satya dan orang tuanya juga orang tua Satya terdiam. Jasmine membuka matanya lebar-lebar, bibirnya tersenyum melihat Marsha menggoyang-goyangkan lolipop di hadapannya. Namun dia segera menoleh pada papanya karena Satya pernah bilang jika Jasmine tidak boleh makan permen terlalu banyak. "Boleh, Papa?" tanya Jasmine dengan wajah penuh harap. Satya yang melihat itu hanya bisa pasrah. Dia juga merasa takjub dengan Marsha yang mempunyai benda seperti itu di dalam tas seorang wanita dewasa. Satya kemudian mengagguk dan Jasmine bertepuk tangan girang. "Ambil sendiri ya Jasmine," kata Satya. Jasmine langsung turun dari pangkuan anaknya dan berjalan menuju Marsha yang duduk di seberang papanya. Dia dengan langkah kecilnya berjalan dan kemudian berdiri di depan Marsha yang tersenyum melihat Jasmine berjalan kearahnya. "Namanya siapa?" tanya Marsha ketika sudah berhadapan dengan Jasmine. Dengan malu-malu Jasmine menjawab. "Jasmine," jawabnya pelan. "Oo.. Jasmine mau permen?" Jasmine mengangguk antusias untuk pertanyaan itu. Rambutnya bergerak-gerak karena gerakan kepala bocah itu. "Tapi tante boleh kuncir rambut Jasmine dulu?" tanya Marsha, dia kembali merogoh tasnya dan menemukan ikat rambut berawarna biru yang biasa dipakainya ketika merasa gerah. Mata Jasmine membulat, tapi kemudian dia mengangguk dan membalikkan tubuhnya membiarkan Marsha menguncir rambutnya. Semua interaksi itu tidak luput dari pandangan semua orang termasuk Satya yang dibuat terdiam oleh kelembutan Marsha ketika membujuk anaknya dan juga sangat santai menghadapi anak kecil. Dia juga takjub melihat Jasmine yang biasanya menangis jika permen yang ditawarkan oleh orang lain tidak segera diberikan padanya, namun sekarang dengan senyum malu-malu anaknya mau dikuncir rambutnya, memakan permen pemberian Marsha, dan juga sudah duduk di pangkuan wanita itu. Wow! Satya masih mengamati itu dengan lekat. Para orang tua sudah saling tersenyum. Mereka bersyukur karena Jasmine yang menjadi penentu dari hasil pertemuan ini tampaknya sangat luluh pada kelembutan Marsha. Dan obrolan kembali terjalin, kini telrihat lebih santai dengan ibu-ibu yang membahas soal anak dan gosip serta bapak-bapak yang berbicara bisnis. Satya ikut menimpali sesekali karena matanya masih tertuju pada anaknya yang saat ini bahkan sedang bercanda dengan Marsha dan meminta wanita itu bermain dengannya. Namun pertemuan itu harus terhenti karena ternyata papa Marsha ada urusan mendadak. Tapi mereka puas dengan pertemuan ini, melihat suasana yang terbangun sangat hangat dan tidak canggung. Mereka berharap kemudian Satya dan Marsha juga bisa saling mengenal lebih karena Jasmine juga sudah memberi lampu hijau. Ketika hendak pamit, Satya memanggil Marsha untuk bicara berdua sebentar. Mereka menuju taman samping rumah dan duduk di kursi taman yang terbuat dari kayu dan besi. "Kamu pasti tahu untuk apa pertemuan ini 'kan?" tanya Satya pada Marsha langsung. Wanita itu mengangguk. "Iya." "Jadi apa kamu menyetujuinya atau tidak? Aku tidak akan memaksakan apa pun. Lagi pula semua keputusanku ada pada Jasmine," ujar Satya. Marsha menghela nafas lalu menoleh pada Satya. "Bisakah biarkan saja semua ini seperti air yang mengalir?" "Baiklah.. jika itu yang kamu mau." . . ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD