three : Hilang dan kembali

2454 Words
Bangkit dan berdiri tegap lagi setelah kehilangan memang ternyata tidak semudah itu, pikir Satya. Beberapa hari setelah istrinya meninggalkan dirinya untuk selamanya, Satya masih belum bisa berpikir jernih. Dia bahkan tidak merawat Jasmine dengan baik seperti permintaan istrinya. Dia mengabaikan anaknya itu dan mengurung diri di apartemen yang pernah dia beli sebelumnya. Dia tidak membukakan pintu untuk siapa pun yang datang. Dia hanya ingin sendiri. Satya masih belum bisa bangkit dari ingatan akan dimana dia sendiri yang melepaskan alat bantu pernafasan di hidung istrinya. Lalu mendengar suara dokter yang menyatakan waktu kematian istrinya. Semua itu masih jelas diingatan Satya. Dia menatap pada tangan kanannya dan memukul tangan itu dengan keras menggunakan tangan kirinya. Karena tangan kanannya itu yang melepaskan alat bantu pernafasan Prita, kini Satya masih merasa bersalah akan itu. Rasa bersalah yang kian hari kian membesar dalam dirinya. "Maaf, Prita.. maaf...." Semua orang terdekat Satya mencoba untuk membujuk Satya, namun pria itu tidak kunjung sadar dengan kenyataan yang harus dia hadapi sekarang ini untuk tetap hidup dengan baik sesuai permintaan istrinya sendiri. Bahkan suara anaknya yang menangis tak dihiraukannya. Seminggu kemudian ketika Satya sudah tercekat oleh rasa bersalah, pria itu membawa mobilnya menuju tempat di mana semasa muda dia habiskan waktu malamnya di sana. Club malam langganannya sejak masa muda itu masih ada dan tetap berdiri hingga kini dan sekarang dia kembali lagi. Dengan segudang beban berat yang akan dia lupakan sejenak dengan berada di dalam tempat ini. Sudah tidak ada yang mengenal Satya di club ini karena sejak dia menikah dengan Prita, dia sudah tidak mengunjungi club malam ini lagi, dan itu sudah 6 tahun lalu. Dia memasuki tempat dengan pencahayaan yang remang-remang itu, musik mulai terdengar begitu dia melewati lorong panjang dan beberapa kali belokan untuk sampai pada aula utama. Dimana di sana sudah ramai oleh lautan manusia yang sedang menghabiskan waktunya dengan menikmati musik, yang suaranya mampu membuat degup jantung ikut berdentum cepat. Satya berjalan melintasi orang-orang yang sedang berkumpul dan menari dengan iringan musik dari DJ di atas panggung. Beberapa kali dia mendapat colekan dari wanita-wanita berpakaian minim yang dilewatinya. Satya tidak menanggapi itu, karena niatnya datang ke tempat ini hanyalah melupakan sejenak masalahnya tanpa membuat masalah baru dengan terlibat dengan wanita-wanita itu. Satya memilih duduk di kursi tinggi yang menghadap bar dimana seorang dengan piawai mengocok minuman dan menyajikannya pada orang-orang yang duduk di hadapannya. "Satu yang paling keras," pinta Satya pada bartender, yang kemudian ditanggapi anggukan oleh bartender itu dan mulai membuatkan pesanan Satya. Satya tidak memedulikan apa pun yang ada di sekelilingnya. Suara musik, teriakan dan tawa orang-orang, serta wanita yang beberapa kali menyapanya. Dia meminum minumannya yang mengandung alkohol itu tanpa ingin diganggu oleh siapa pun. Sampai kemudian dia memesan berkali-kali minuman itu pada bartender. Berjejer gelas dan botol yang mengandung alkohol itu di hadapannya. Matanya sudah sayu dan dirinya sudah merasa melayang. Satya sudah menyadari dirinya memang sudah mabuk berat dan mulai tidak bisa mengendalikan dirinya yang tertawa dan menangis bersamaan. . /// . Sandra menggandeng tangan Jane masuk ke dalam sebuah  club malam  yang letaknya dekat dengan apartemen dimana Jane tinggal. Beberapa kali mereka juga mampir kemari jika sedang suntuk. Dan karena Jane yang masih saja bermuram durja akan masalahnya yang disebabkan b******n semacam Tomy Alfian, Sandra membawa Jane kemari berharap temannya itu segera bangkit dan melupakan rasa sedihnya, yang hanya akan membuat Tomy merasa menang telah memanfaatkan Jane selama ini. "Lo mau ke mana?" tanya Sandra ketika Jane beranjak dari sisinya. "Gue mau minum banyak," jawab Jane lalu kembali melangkah meninggalkan Sandra yang sudah menemukan pria dengan setelan jas dan wangi harum semerbak juga tampilan berkelas. Dia yakin Sandra akan segera melupakannya karena pria itu. Jane berjalan menuju area bar dan duduk di kursi tinggi yang bersebelahan dengan seorang pria yang di hadapannya sudah ada banyak gelas dan botol. Jane menebak pria itu sudah mabuk karena terkantuk-kantuk meja bar namun bisa didengar olehnya suara tawa dan juga tangisan dari pria itu. Jane meringis melihat pemandangan seperti itu. Sepertinya pria itu juga sedang memiliki masalah yang berat dan tidak beda dengan dirinya. Namun dia tidak akan memperdulikan itu, lagi pula masalahnya juga sudah pelik, dia tidak ingin menambahkan masalah lagi dalam hidupnya. Dan dia akan minum sebanyak mungkin hari ini untuk melupakan sejenak semua rasa sakit yang sudah ditimbulkan oleh seorang pria yang selalu mengaku mencintainya tetapi ternyata hanya ingin memanfaatkan kecacatan dalam dirinya. "Tomy b******k!" umpat Jane lalu dia meminum segelas alkohol yang tersaji di hadapannya. "Dasar b******n!" umpatnya lagi, dan meminum lagi. Seperti itu terus hingga beberapa kali dan alkohol kemudian mulai terasa berpengaruh dalam dirinya. kepalanya mulai terasa pusing dan sakit. Matanya sudah tidak bisa fokus lagi saat ini dan dia menoleh ke samping saat merasakan seorang memeluk pinggangnya. "Prita.. kamu kembali?" Jane tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang memeluknya saat ini dan mengecupi puncak kepalanya. Dia juga tidak menolak karena pelukan itu terasa sangat hangat. Lagi pula tenaganya sudah hilang entah kemana. Satya, seorang yang memeluk Jane saat ini masih bergumam tidak jelas mengira Jane adalah Prita. Satu hal yang membuat Satya mengira Jane adalah Prita adalah karena Jane menggunakan dress yang sama dengan dress yang pernah Satya hadiahkan untuk Prita. Satya hapal sekali dengan dress itu sehingga begitu dia melihat seorang wanita duduk di sebelahnya dan menggunakan dress itu, dia mengira itu Prita istrinya yang sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya. Pandangan matanya yang sudah tidak fokus karena alkohol membuatnya tidak bisa melihat jelas dan melihat perbedaan antara Prita dan Jane. "Prita.. ayo kita pulang... " Setelah puas memeluk Jane yang dikiranya adalah Prita, Satya menggandeng Jane untuk ikut bersamanya meski berjalan sempoyongan dia tetap membawa Jane bersamanya. Jane pun tidak menolak, dia sungguh tidak perduli dia akan dibawa kemana saat ini, alkohol yang diminumnya sudah terlalu mengusai dirinya saat ini. Begitu tiba di luar  club malam , Satya menelpon sopir bayaran yang bisa menggantikannya untuk mengemudikan mobilnya. Dia mendudukkan Jane ke kursi belakang begitu pula dirinya yang kemudian duduk di sebelah Jane menunggu supir pengganti datang. /// Bukan menuju rumahnya, Satya memilih pergi ke apartemennya dan membawa serta Jane kesana. Dengan berjalan gontai karena efek dari alkohol, mereka sampai di depan unit apartemen milik Satya. Jane sudah merasa tidak nyaman sejak tadi. Dia ingin segera melepaskan pakaiannya karena kegerahan. Jadi begitu dia merasa dirinya sudah masuk ke dalam ruangan dan tubuhnya terjatuh di atas ranjang, dia mengira dia sudah berada di kamarnya dan dengan cuek melepaskan dressnya sehingga kini dirinya hanya menggunakan pakaian dalam berupa bra dan celana dalam. Meskipun Satya sudah tidak bisa fokus, namun dia masih bisa melihat seorang wanita yang dia kira Prita membuka bajunya. Dia mengira itu adalah Prita yang memberikan kode untuknya untuk melakukan hubungan suami istri yang biasanya mereka lakukan. "Kamu pasti merindukanku 'kan, sayang...," gumam Satya sembari mengusap pipi Jane yang sudah terbaring di atas ranjang di kamar apartemennya. Warna hitam dalaman yang digunakan Jane begitu menggugah hasrat kelelakian Satya karena warnanya sangat kontras dengan kulit putih milik wanita itu. "Kamu pasti sudah tidak sabar, ya...," gumamnya lagi karena tidak mendapatkan jawaban apapun dari Jane yang sudah tidak perduli bagaimana dirinya kini. "Haha... baiklah.. ayo kita buat adik untuk Jasmine...." Satya bergerak naik ke atas ranjang dan memposisikan dirinya tepat berada di atas Jane yang masih sadar namun menutup matanya sejak tadi karena lelah. Tangan Satya membuka kemejanya hingga dia telangjang d**a saat ini. jemarinya bergerak menusuri wajah yang tidak jelas dalam pandangan matanya yang tidak fokus. Lalu jemari itu turun menjamah bagian tulang selangka dan pundak Jane yang jelas terekspos. "Kamu sangat cantik," pujinya, merasakan kulit lembut dan halus dalam usapan tangannya. Begitu tangannya tepat di atas d**a Jane yang masih terbalut bra, Satya terdiam dan kembali mengamati wajah Jane. Lalu dia mendekatkan wajahnya pada wajah Jane, bibirnya mengecup kening, pipi, dan kemudian bibir Jane yang berwarna merah. Beberapa kali dia mengecupi bibir itu sampai kemudian dia melumatnya dengan intens. Tanganya juga tidak tinggal diam dan mulai meremas d**a Jane yang terasa berbeda dengan apa yang selama ini disentuhnya dari milik Prita, namun hasratnya sudah tidak bisa dikontrol lagi, dia tetap meremas d**a itu dan merasakan kekenyalan yang memenuhi tangannya. /// Jane merasa kepalanya seolah dihantam oleh beton ketika dia terbangun dari tidurnya. Dia mencoba membuka mata namun rasa pening yang dirasakannya membuat dia tidak kuasa bahkan untuk membuka matanya. Tangannya bergerak menyentuh nakas yang ada di samping ranjang dan mencoba mencari sesuatu, namun yang didapatinya nakas itu kosong. kejanggalan itu membuatnya terdiam dan membuka mata. Dan ketika dirinya membuka mata, dia semakin terkejut dengan keadaan langit-langit yang berbeda dengan apa yang biasanya dilihatnya setiap membuka mata dipagi hari. Langit-langit kamarnya memiliki ornamen lucu dengan pernak pernik kartun kecukaannya, Doraemon yang menggantung di langit-langit. Namun saat ini yang dilihatnya adalah kosong. Langit-langit itu jelas memberinya petunjuk jika dirinya saat ini bukan berada di tempat tinggalnya atau tempat tinggal Sandra. Dia ingat kamar Sandra itu penuh dengan wewangian aroma terapi, bukan beraroma musk yang maskulin seperti yang terhirup oleh indera penciumannya ini. Jane bangun dan duduk di atas ranjang, dia semakin terkejut begitu selimut yang digunakannya melorot dan menunjukkan hal yang kemudian membuatnya menjerit. "Aaa!" Jane meraih kembali selimut dan menariknya hingga menutupi pundaknya. Aku telanjang? Pikirnya. Dia kemudian menoleh ke kanan dan kiri dan semakin terkejut melihat siluet seseorang yang tengah berdiri dengan telanjang d**a tengah menatapnya. Jane memejamkan matanya ketika rasa sakit mendera kepalanya namun cepat dia membuka kembali ketika benaknya menyadari bahwa semalam dia baru saja membuat masalah baru untuk hidupnya. Dia mabuk dan terbangun di tempat orang lain. Jane jelas tahu apa yang terjadi selamam, dia tidak terlalu polos untuk bisa mengetahui situasi saat ini. Dia telanjang dan dengan seorang pria yang saat ini menatapnya dari jarak yang cukup jauh dan membelakangi cahaya sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Satya masih berdiri di depan jendela apartemennya yang terbuka lebar dan membiarkan cahaya matahari yang hampir terik ini masuk ke dalam kamarnya. Tangannya berada di saku menyembunyikan kepalan tangannya yang mengerat setiap kali dia ingat apa yang baru saja terjadi tadi malam. Dia tidak bodoh untuk menydari bahwa dia melakukan cinta satu malam dengan wanita yang entah siapa yang dia yakin dia temui di bar semalam. Dia ingat semuanya, termasuk dengan dress berwarna merah maroon yang tergeletak di atas lantai yang menjadi penyebab dia membawa wanita ini sampai ke atas ranjangnya. Dress yang sama dengan yang pernah diberikannya pada Prita inilah yang kemudian membuat dirinya yang tengah mabuk mengira wanita itu adalah Prita. Dia jelas sudah sangat bodoh karena saat ini masalah lain menghampiri hidupnya yang sudah cukup pelik ini. Jane terdiam di atas ranjang masih mengurung dirinya di bawah selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya yang jelas percuma karena pria itu sudah melihat bahkan menjamahnya. Jane tidak mengingat jelas apa yang terjadi semalam, karena dalam ingatannya yang tertinggal adalah hanya saat dimana dia mengumpati mantan kekasihnya yang b******k itu sembari meminum alkohol. Dan dia membiarkan dirinya bertindak ceroboh dengan meminum banyak alkohol sementara toleransinya terhadap alkohol itu sangat memprihatinkan. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Dia memang bukan wanita suci lagi, sebelum berpacaran dengan Tomy, dia pernah melakukan one night stand akibat pergaulan bebas yang di lakukannya sejak lulus SMA dan berkuliah di Jakarta. Namun semua itu terjadi karena alasan mau sama mau dan suka sama suka, terkecuali mungkin untuk Tomy yang hanya ingin memanfaatkannya saja. Dan situasi yang terjadi saat ini tentulah berbeda karena mereka tidak saling mengenal, melakukannya dalam keadaan mabuk, dan saat ini semuanya terasa sangat canggung. Memutuskan untuk menanggalkan harga dirinya sekali lagi, Jane bergerak untuk bangun dari atas ranjang dan melihat pakaiannya yang berserakan di atas lantai. Meskipun kesusahan, Jane berjalan membawa pakaiannya menuju kamar mandi dan melewati pria yang menghabiskan malam dengannya itu yang saat ini menghadapkan tubuhnya ke arah luar kamar. "Baguslah.. dia tahu apa yang harus dilakukannya saat ini." Gumamnya pelan. Begitu Jane keluar dari kamar mandi dengan menggunakan pakaian yang sama dengan yang digunakannya semalam, Jane disuguhi pemandangan yang kembali membuatnya terkejut. Pria yang menghabiskan malam dengannya itu, dia mengenalnya. Pria itu memang tidak mengenalnya, tapi dia mengenal pria itu dengan baik. "Kita harus berbicara." Satya berucap setelah keheningan cukup membuat mereka berdua terjebak dalam kecanggungan. Jane masih membeliakan matanya terkejut dengan kenyataan yang tersaji di hadapannya. "Kamu pasti tahu apa yang baru saja terjadi tadi malam diantara kita," ujar Satya dengan wajah yang sangat lelah memikirkan masalah yang ditimbulkannya ini. "Saya akan bertanggung jawab," sambungnya setelah sejak dia terbangun pukul 5 pagi dan mendapati dirinya berada satu ranjang dengan wanita yang tidak dikenalnya, dia sudah berpikir keras tentang apa yang harus dilakukannya. Jane tergagap, setelah keterkejutannya tadi dia harus kembali terkejut dengan apa yang baru saja dikemukakan oleh Satya. Pria ini akan bertanggung jawab? "Tidak perlu," kata Jane menanggapi. Namun dua kata dari mulut Jane itu membuat Satya tidak paham karena wanita yang baru saja menghabiskan malam panas bersamanya itu justru menolak pertanggung jawabannya. Benaknya sudah berkeliaran berpikiran negatif sebelum kemudian Jane bisa membacanya. "Saya yakin semua ini tidak akan menimbulkan masalah, cukup lupakan saja tentang semalam dan mari tidak bertemu lagi." Kalimat terakhir yang diucapkannya membuat Jane sendiri ragu. "Apa kamu bercanda?" Satya tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita yang ada di hadapannya ini. Jane menggelengkan kepalanya dengan tegas dan mantap. "Turuti saja kataku." Dan setelah mengatakan itu dia memungut tasnya dan berjalan keluar dari kamar dan meninggalkan Satya yang masih tidak percaya dengan Jane yang menolak inisiatifnya. Jane terus berjalan keluar dari tempat tinggal yang ternyata adalah sebuah apartemen. Dia kemudian menukan sepatunya yang jatuh di dekat pintu masuk dan kemudian memakainya. Dia harus segera pergi dan melupakan semua yang terjadi semalam. Karena dia sudah sungguh sangat bodoh terjebak cinta satu malam bersama seorang yang seharusnya tidak pernah dibayangkan olehnya. Apalagi pria itu baru saja ditimpa musibah karena kehilangan istrinya. Jane memukuli kepalanya begitu dia masuk ke dalam lift. "Dasar bodoh!" Makinya pada diri sendiri. Satya masih berdiri kaku di dalam kamarnya selepas Jane pergi. Menghela nafas kasar, tangannya kini bergerak mengacak rambutnya hingga semakin kacau karena sudah tidak tata olehnya beberapa hari ini. Kerongkongannya yang terasa kering memaksanya untuk pergi ke dapur dan mendapatkan air untuk bisa mengguyur tenggorokannya yang kering. Namun saat melintasi ambang pintu kamarnya, dia merasakan menginjak sesuatu. Dia menunduk dan melihat sebuah tanda pengenal yang familiar untuknya. "Tidak mungkin...," gumamnya tak percaya ketika melihat kartu tanda pengenal lengkap dengan tali gantungnya yang memiliki logo dari sebuah perusahaan yang dikenalnya. "Dia karyawanku?" Satya memejamkan matanya saat rasa pusing akibat alkohol kembali terasa, jadu semakin sakit karena fakta yang baru saja dia dapati saat ini. Satya membaca informasi yang tertera di kartu tanda pengenal itu. Jane Saraswatika. HRD. Jadi wanita yang menghabiskan malam bersamanya adalah karyawannya sendiri? Satya terkekeh miris menyadari dia membuat satu masalah lagi sekarang. "Setidaknya aku tahu siapa dia." . . ///
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD