Prolog

487 Words
Jumat (16.20), 07 Mei 2021 --------------------- Dunia berubah. Perang di mana-mana. Usia bumi yang semakin tua bukannya menambah perdamaian, melainkan mengundang perselisihan yang tak berkesudahan. Perang yang terjadi nyata, namun tak tampak. Dahsyat akibatnya, namun hanya orang-orang tertentu yang tahu. Bumi bergejolak parah. Saling menyerang dan bertahan. Menghancurkan dan dihancurkan. Itulah perang cyber. Bom dan peluru kini menjadi senjata nomor dua. Pasukan tentara bersiaga dan menunggu. Sementara di belakang mereka, pasukan yang lebih mematikan bersembunyi di tempat-tempat yang tidak terjangkau. Menyerang sekaligus melindungi tanpa keluar dari markas. Menjadi pion paling penting dalam perang. Merekalah kelompok peretas terbesar di dunia yang paling dikenal dengan sebutan The Hackers. Pasukan ini dipimpin tiga orang peretas terbaik. Tiga orang yang beruntung karena selamat dari insiden meledaknya pesawat yang mengangkut ratusan peretas terpilih dari berbagai belahan bumi. Jelas bukan sekedar kecelakaan biasa. Kecelakaan ini adalah hasil perbuatan para pemberontak. Sebuah kelompok yang tidak diketahui seberapa besar, tapi jelas memiliki peretas terkuat. Kelompok yang membuat PBB bertindak menciptakan pasukan The Hackers. Kelompok yang selalu meninggalkan jejak bertuliskan New World. Entah sampai kapan perang berakhir. Entah di titik mana kedamaian akan tercipta. Mungkin sampai bumi porak-poranda. *** “Kumohon, jangan pergi.” Nesha memeluk lengan lelaki yang begitu dicintainya dengan erat. Raut tersiksa tampak jelas di wajah lelaki itu. “Maafkan aku, Nesh. Aku harus pergi.” “Jangan, jangan kembali ke kelompok New World lagi.” Air mata Nesha mengalir deras. Lelaki itu menggeleng pelan. “Aku tumbuh dan besar di sana. Aku pemimpinnya. Aku tidak bisa begitu saja meninggalkan mereka yang telah berjuang dan mempertaruhkan nyawa.” “Dan aku adalah salah satu pemimpin The Hackers!” Nesha berteriak frustasi. Dengan emosi yang saling bergumul di dadanya, dia melepas lengan lelaki itu lalu mundur selangkah. “Kalau kau bersikeras pergi, maka kita akan berhadapan di medan perang. Di barisan terdepan.” Lelaki itu maju selangkah, menghapus jarak yang baru saja diciptakan Nesha. Jemarinya meraih jemari Nesha yang terkulai di samping tubuh lalu ia letakkan di dadanya, tepat di atas jantung. “Jika itu terjadi, arahkan moncong pistolmu ke dadaku. Jantung ini adalah milikmu, hanya berdetak untukmu.” Antara marah dan sedih, Nesha menarik kasar tangannya lalu ia layangkan ke pipi lelaki itu. Suara keras tamparan teredam suara hujan yang semakin deras. “b******k! Ada bayimu di perutku! Bagaimana kau bisa memintaku melakukan itu?!” Nesha memukul d**a lelaki itu dengan lemah. Tangisnya pecah. Mengapa dirinya harus berada dalam situasi ini? Mengapa bayinya harus hadir sekarang, di antara dirinya dan lelaki itu yang tidak mungkin bersatu, dan yang lebih mengerikan, harus hadir di antara perang? “Maafkan aku.” Sekali lagi lelaki itu hanya bisa meminta maaf dengan lirih. Kedua tangannya menangkup pipi Nesha lalu menarik kepala wanita itu mendekat. Dalam sekejap, bibir mereka bertemu. Saling memagut penuh perasaan. Sebuah ciuman yang dalam, dan mungkin akan menjadi ciuman terakhir di antara mereka. --------------------- ♥ Aya Emily ♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD