BAB 2

1254 Words
Bryan berjalan memasuki rumah dengan langkah gontai. Dia baru pulang dari luar kota dan langsung menuju ke rumah orangtuanya setelah mendapat telepon dari Mama Amanda yang ingin bertemu dengan dirinya. Bryan sudah menolak karena tubuhnya sangat lelah dan ingin segera beristirahat di rumah. Dia mengatakan akan datang ke rumah orangtuanya besok pagi. Tapi Mama Amanda memaksa bertemu malam ini karena ada hal penting yang akan disampaikan kepadanya. Besok pagi Mama Amanda tidak bisa menemuinya karena harus menemani Papa Gunawan ke Bandung. “Akhirnya kamu datang juga, sayang,” kata Mama Amanda, menyambut kedatangan putra sulungnya di ruang tamu. “Iya, Ma,” sahut Bryan, memeluk Mama Amanda kemudian mencium pipi kanan dan kirinya bergantian. “Hal penting apa yang mau Mama sampaikan sama aku sih?” tanyanya dengan raut wajah penasaran. Tidak biasanya Mama Amanda meminta Bryan datang ke rumah seperti ini. “Nanti Mama sampaikan setelah makan malam,” balas Mama Amanda. “Sekarang kamu mandi dan istirahat dulu sambil nunggu Papa pulang dari kantor. Mama akan bangunin kamu kalau makan malam udah siap,” lanjutnya memberi perintah. Bryan menghela nafas panjang. Padahal dia ingin segera menyelesaikan urusannya dengan sang Mama agar bisa segera pulang ke rumahnya sendiri. Tapi ternyata Bryan harus menunggu Papanya pulang dari kantor terlebih dahulu. Sudah satu tahun terakhir ini Bryan tinggal terpisah dengan kedua orangtuanya. Dia membeli sebuah rumah yang terletak tak jauh dari kediaman orangtuanya dari uang hasil tabungannya selama menjadi pemain film dan FTV. “Baiklah,” sahut Bryan dengan lesu. “Aku naik ke atas dulu, Ma,” pamitnya berjalan meninggalkan Mama Amanda. Bryan melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Dia berjalan ke ujung koridor tempat kamarnya berada. Langkahnya terhenti di depan pintu kamar ketika mendengar suara seseorang yang menyapanya. “Tumben datang ke sini, bang. Masih ingat rumah?” Bryan membalikkan badan dan melihat seorang gadis yang berdiri di belakang tubuhnya sambil melipat kedua tangan di depan d**a. Bryan mengernyitkan dahi. “Kamu kenapa, Put? Sensi banget sama abang,” tanyanya memandang ekspresi wajah adiknya yang kurang bersahabat. Clarissa Putri merupakan adik satu-satunya yang dimiliki oleh Bryan. Selisih umur mereka tiga tahun. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Paris dua tahun yang lalu, Putri kembali ke Indonesia dan membuka butik sendiri di daerah Jakarta Pusat. Design baju yang indah dan juga modern membuat butik milik Putri diminati banyak orang. Dalam waktu singkat butiknya berkembang pesat dan kini nama Putri cukup diperhitungkan di dunia fashion Indonesia. “Abang tuh yang kenapa. Segitu sibuknya ya sampai nggak punya waktu buat aku. Abang kan udah janji mau anterin aku ke Semarang, tapi malah dibatalin gitu aja. Untung aja customer aku nggak batalin pesanannya karena nggak jadi ketemu abang,” cerocos Putri dengan raut wajah kesal. Dua hari yang lalu Putri menemui customer baru yang tinggal di Semarang. Customer itu merupakan salah satu fans berat Bryan. Dia yang mengetahui Putri sebagai adik Bryan, meminta dipertemukan dengan kakaknya dan sebagai gantinya dia akan memesan gaun dari butik Putri dalam jumlah yang cukup banyak. Putri sudah berjanji akan datang ke Semarang bersama Bryan. Tapi satu hari sebelum keberangkatan mereka, Bryan tiba-tiba membatalkan janjinya dan tak bisa ikut Putri ke Semarang. Putri marah besar kepada sang kakak karena telah mengingkari janjinya. “Ya Allah, Put, abang kan udah minta maaf soal itu. Abang juga udah ngomong langsung ke customer kamu, kan? Kenapa masih dipermasalahin juga?” Bryan menatap adiknya dengan raut wajah heran. Dia fikir masalah itu sudah berakhir dua hari yang lalu. Tapi ternyata Putri masih mengungkitnya lagi. Saat itu Bryan terpaksa membatalkan janjinya dengan Putri karena dia ada meeting mendadak dengan rumah produksi untuk membahas proyek film terbarunya. Bryan sudah meminta maaf dan berbicara dengan customer Putri melalui video call di handphone adiknya. Dan dia anggap semua masalahnya sudah clear. “Tau ah... Pokoknya aku masih kesal sama abang. Abang selalu punya waktu untuk menemani cewek-cewek abang yang nggak jelas itu. Tapi giliran aku yang butuh, abang nggak pernah bisa,” kata Putri dengan nada ketus. Bukan hanya sekali ini saja Bryan membatalkan janji dengan Putri. Sudah beberapa kali kakaknya membatalkan janji yang telah dibuat dengannya. Bryan akan menyangkal ucapan Putri tapi adiknya lebih dulu berbalik badan dan berjalan meninggalkan dirinya. “Put! Putri!” panggil Bryan tapi tak dipedulikan oleh adiknya. Putri terus berjalan menuruni tangga menuju lantai bawah rumah. Bryan menghela nafas panjang. Sepertinya malam ini dia tak bisa pulang ke rumahnya. Masih ada urusan yang harus Bryan selesaikan di rumah ini yaitu membujuk Putri agar tidak marah lagi kepadanya. Bryan akan memikirkan cara untuk membujuk adiknya nanti, saat ini yang dia butuhkan adalah mandi dan tidur. Bryan masuk ke dalam kamarnya, menyalakan saklar yang menempel di dinding lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambil handuk bersih dan pakaian ganti untuknya. Barang-barang milik Bryan masih banyak yang ada di kamar ini karena terkadang dia datang dan menginap di rumah orangtuanya. Bryan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri agar bisa segera beristirahat setelahnya.   oOo   Pukul delapan malam keluarga Bryan telah menyelesaikan makan malam mereka. Sekarang Bryan, Putri, Mama Amanda dan Papa Gunawan sedang berkumpul di ruang keluarga. Bryan duduk di sofa single sementara Putri duduk di antara kedua orangtuanya di sofa panjang. Putri masih marah pada Bryan. Sejak di ruang makan tadi dia menatap kakaknya itu dengan tatapan permusuhan. “Katanya Mama mau menyampaikan hal penting sama aku. Apa itu, Ma?” tanya Bryan, membuka percakapan. Dia memandang Mama Amanda dengan raut wajah penasaran. Putri yang sedang menonton televisi mengalihkan pandangannya ke arah Mama Amanda begitu mendengar ucapan sang kakak. Dia juga penasaran dengan apa yang akan disampaikan Mamanya pada Bryan. Mama Amanda melirik suaminya untuk meminta persetujuan. Ketika mendapat anggukan dari sang suami, Mama Amanda menatap Bryan. “Mama dan Papa sepakat untuk menjodohkan kamu dengan anak teman Mama, Yan,” ujar Mama Amanda dengan mimik wajah serius. “APPAA?” Bryan dan Putri sama-sama berteriak dengan kompak. “Mama dan Papa bercanda, kan?” tanya Bryan, memandang kedua orangtuanya tak percaya. Putri juga memandang Mama dan Papanya bergantian. Dia tak menyangka kedua orangtua mereka memiliki rencana untuk menjodohkan kakaknya. “Kami serius, sayang. Kami sudah bicara dengan keluarganya,” balas Mama Amanda. “Dan kami ingin kamu segera menikahinya,” tambah Papa Gunawan. “Tapi, Ma, Pa, karir aku sedang naik sekarang. Bagaimana bisa kalian memintaku untuk segera menikah? Penggemarku pasti akan kecewa jika mendengarnya,” kata Bryan, memberi alasan untuk menolak rencana kedua orangtuanya. “Jika mereka benar-benar penggemar kamu, maka mereka akan tetap mendukung karir kamu walaupun kamu sudah menikah, Yan. Mereka akan menerima keputusan kamu dan tidak akan mencampuri urusan pribadimu,” ujar Mama Amanda. “Tapi nggak harus menikah sekarang, kan, Ma? Apalagi dengan seorang wanita yang nggak aku kenal,” sanggah Bryan. “Mama pastikan dia wanita yang baik dan berasal dari keluarga baik-baik juga,” terang Mama Amanda. “Sudah terlalu banyak wanita yang digosipkan dengan kamu, Yan. Kami ingin kamu memiliki satu wanita dengan status yang jelas.” “Tapi—“ “Mama kamu benar, Yan. Mulai sekarang kami ingin kamu lebih bertanggung jawab,” kata Papa Gunawan, memotong kalimat yang akan diucapkan Bryan. “Papa lihat sejak kamu semakin terkenal pergaulanmu menjadi semakin bebas. Kamu sering pulang lewat tengah malam bahkan terkadang tidak pulang ke rumah saat tidak ada acara di luar kota. Kamu juga sering gonta-ganti pasangan dan pengeluaranmu semakin banyak akhir-akhir ini,” ujar Papa Gunawan menjabarkan perilaku Bryan selama ini. “Kami tidak melarangmu untuk berteman dengan siapapun, tapi kami ingin kamu bisa menjaga sikapmu di luar sana. Kamu itu seorang celebrity yang menjadi panutan banyak orang terutama penggemarmu.” Bryan terdiam. Apa yang dikatakan Papanya memang benar. Sejak Bryan terkenal dan karirnya semakin menanjak, banyak orang yang datang mendekatinya. Bahkan tanpa diminta, wanita-wanita itu terus mendekat dan menempel kepadanya. Jika Bryan tak ada pekerjaan, dia sering menghabiskan waktu dan bersenang-senang bersama mereka. Papanya pasti mengetahui hal ini dari bi Siti dan juga Angga. “Kami sudah memilih pasangan terbaik untuk kamu, Yan. Papa harap kamu tidak menolaknya,” ucapan Papa Gunawan seperti ketukan palu bagi Bryan. Dia tak punya pilihan lain kecuali menerima keputusan kedua orangtuanya.   oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD