Bab 3 - Memasak tak pernah ada dalam kamusnya

1552 Words
Bianca melempar pandangan tak suka  ke arah pria yang baru saja keluar dari mobil dan berdiri arogan dengan tangan bersilang di depan d**a. Beruntung, Parkiran sekarang sedang sepi sehingga tak ada satu perang pun yang mengetahui bahwa dia akan berperang urat saraf dengan pria menyebalkan yang ada di depannya sekarang. Tanpa sadar, matanya menatap pria itu. Bianca sedikit tersentak dengan tubuh yang hampir goyah melihat pria dengan wajah blasteran menatapnya dengan entah mengapa sedikit terkejut. Mata elang, dengan dagu yang kokoh dan rahang yang berpahat layaknya pria andonis menatap angkuh. Wajah tampannya mengingatkan Bianca akan Hamish Daus, Suami Raisa yang menjadi idola hampir seluruh wanita di Indonesia. Rambutnya ikal berantakan membuat semua orang berpikir bahwa pria itu seksi. Tatapan Bianca turun melihat outfit yang dikenakan pria itu kebiasaanya saat melihat orang baru. Nilai yang hampir sempurna yang dia berikan saat melihat wajah tampan pria itu turun drastis saat melihat apa yang pria itu kenakan. Kemeja kotak-kotak buram dengan lengan panjang kedodoran, lalu jeans belel yang juga kedodoran membuat Bianca IlFeel. Doi kira ini masih jaman 90an. Batin Bianca geli melihat pakaian berbeda jauh dengan wajah tampannya. Istilah yang mengatakan bahwa lelaki tampan cocok memggunakan pakaian apapun, ternyata tak berlaku untuk pria di depannya. Pakaiannya terlalu  Out of the Date. Benar-benar ketinggalan jaman. Oh God. Rasanya tekanan darahnya naik saat melihat pakaian yang digenakan pria itu. “Sudah cukup terpesonanya, Nona," ucapnya membuat Bianca mencibir sebelum kemudian terkekeh geli. “Terpesona apaan,gue malah geli dengan penampilan el--” ucapan Bianca terhenti saat menyadari apa yang ia pikirkan tadi terucap dengan sangat jelas.  “Geli?! Lo bilang lo geli dengan penampilan gue?” decak Pria itu menahan emosi membuat Bianca yang ke-gap hanya bisa membalas tatapan Pria itu dengan kadar emosi yang sama. “Apapun itu. Sebenarnya lo bisa nggak sih pake mobil?” teriak Bianca marah, “Punya mata nggak sampai nggak bisa ngelihat orang berdiri di situ, main nerobos aja. Nggak tau apa ini lagi becek!” decak Bianca marah sembari mengacak pinggang memperlihatkan baju dan sepatunya yang basah kuyup karena mobil pria itu. “Lo juga yang salah. Ngapain lo berdiri di tengah jalan. Sudah tau itu jalan menuju parkiran. Ngapain lo berdiri disitu. Jangan salahkan mobil gue nyipratin air itu ke elo.” "Mata lo buta?! lihat tempat gue, ada di tengah jalan? Gue masuk mobil Lo main jalan aja nggak ngelihatin genangan." pekik Bianca. "Udah tau ada mobil mau masuk, minggir kek?" jawab Pria itu lagi membuat amarah Bianca semakin meninggi . “ya!!” teriak Bianca marah membuat Pria itu mengacak pinggangnya membalas tatapan Bianca dengan tatapan yang sama. Mereka saling menatap, menaruh amarah dan kebencian di mata masing-masing. Bianca menghardik pria di depannya. Pria tak tau sopan santun yang tak mau dirinya disalahkan padahal jelas-jelas semua salahnya. Salah satu tipe pria yang paling ia benci. Cowok judes plus senga yang mempunyai gaya pakaian yang nggak banget. Yah, walaupun dia tampan. Tapi ketampanan itu luntur saat melihat apa yang ia kenakan.  “Bian!!”  “Ya!!” teriak Bianca dan Pria itu bersamaan saat ada suara perempuan memanggil nama panggilannya. Mereka berdua tersentak, lalu menatap tak percaya. Bianca membalikkan badannya saat melihat perempuan dengan pakaian chef berwarna putih mendekati mereka dengan sedikit berlari. Bianca merenyitkan kening, mencoba mengingat-ingat apakan ia mengenal wanita itu. “Bian, udah di tunggu dari tadi. Sebentar lagi mulai,” ucap Wanita itu pada pria judes tadi membuat Bianca menatap bingung, sebelum kemudian tersenyum malu menyadari bukan dia yang dipanggil oleh wanita itu.  Bianca tak sadar saat pria dan wanita yang tadi ada di hadapannya berjalan menjauh. Ingin sekali lagi ia meneriaki pria itu, namun ia urungkan saat sadar sudah mulai banyak orang yang lalu lalang di sekelilingnya. “Sialan, jeans gue!” pekiknya saat melihat ujung celana jeansnya begitu basah.  “Dasar Cowok sialan,” geramnya kesal. Bianca melipat ujung jeansnya agar bagian yang basah tidak terlihat. Bibirnya berdecak saat melihat kerumunan orang di depan sebuah pintu. Seganteng apa sebenarnya chef yang dikatakan mamanya tadi, sehingga membuat para gadis bahkan ibu-ibu muda cantik rela menunggu pintu itu dibuka dengan wajah berbinar. . Malas. Satu kata itu yang sebenarnya sedang dia rasakan sekarang. Tak ada gairah dan tak ingin belajar memasak seperti yang diminta mamanya. Menurutnya, memasak itu merepotkan. Kenapa semua orang harus memberikan gender pada pekerjaan ini. Zaman sekarang sangat wajar kalau perempuan tidak bisa masak, seperti halnya banyak wanita yang bisa mengerjakan pekerjaan Pria. Toh, jika dipikirkan selama ini lebih banyak Chef yang bekerja di restoran bintang lima adalah pria ketimbang sorang wanita. Kakinya bergerak mundur, ingin kabur dari kelas memasak yang sudah didaftarkan Ambar. Sialan. Good timing. Hardiknya dalam hati saat handphone-nya tiba-tiba berbunyi. Layar Ponsel yang menampilkan nama Mama membuatnya menghela napas dalam dan mau tak mau mengangkatnya . “Iya, Ma..”  “Kamu jangan berupaya kabur dari kelas memasak itu,” kata Ambar membuat Bianca melirik ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan mamanya ataupun orang kepercayaan mamanya, sehingga mamanya tahu dia ingin kabur.  “Mama udah bilang sama orang di sana buat ngecek kehadiran kamu. Sekali aja kamu bolos atau melarikan diri. Mama akan benar-benar melaksanakan ancaman mama. Kain sama bensinnya juga udah siap,” ucap Ambar santai membuat Bianca ngeri. “MAMA!!!” teriak Bianca saat Ambar menutup teleponnya secara sepihak. Hembusan napas dalam, langkah kaki yang semakin berat menemani Bianca memasuki ruang neraka yang akan menghancurkan hidup tenangnya dalam beberapa bulan ke depan. Decakan kagum dari beberapa orang di sekitarnya membuat Bianca mengangkat kepala. Jika saja ia menyukai aktivitas masak-memasak. Ia jamin akan menyukai ruangan ini. Ruangan luas dengan banyak meja-meja panjang layaknya Galeri Master Chef yang sering Rani ataupun Tari tonton di kala senggang. Alat-alat masak mahal plus super modern, yang ia yakin akan membuat Sepupu ipar, kakak ipar bahkan Saudari tirinya memekik kagum dan akan meminta suami mereka untuk membelikan kitchen set canggih ini yang hanya akan memenuhi dapur dan jarang akan digunakan. Bianca berjalan menuju meja paling belakang, bertemankan dengan ibu-ibu berusia tiga puluh sampai empat puluh  tahuan yang tidak mendapat tempat di depan karena kalah saing dengan perempuan single dan ibu-ibu muda yang mempunyai tenaga lebih kuat. Dia terlalu malas untuk berada di depan. Tak ingin mempermalukan diri dan ditertawakan oleh semua orang karena jangankan memasak, memagang pisau saja dia tak pernah. Bianca menatap apron putih yang bergantung rapi di atas pegangan oven, mengikuti sekelilingnya yang mulai mengenakan apron itu. Bianca mulai mengenakan apron itu dengan mata yang menjelajah seluruh ruangan. Mulai menghitung berapa orang yang akan mengikuti kelas yang sama dengannya. Ada lima belas orang termasuk dirinya yang sudah berdiri di meja masing - masing. Keningnya membentuk lekukan-lekukan saat melihat deretan alat masak lengkap yang ada di depannya. Beberapa buah panci dan wajan, kompor canggih bahkan oven yang berada di bagian bawah menyatu dengan meja itu.  Ini mau masak atau bunuh orang sih? Batinnya saat melihat banyaknya pisau yang menempati tempat kayu di bagian ujung. Ia bahkan tak tau apa fungsi dari semua alat – alat di depannya.  Suara langkah kaki berat mulai terdengar masuk membuat  teriakan dan pekikan semua perempuan yang ada di kitchen studio ini menggelora kecuali dirinya membuat Bianca perlahan mencari sumber yang membuat suasana menjadi gaduh. Mata Bianca bergerak dari bawah mulai menilai penampilan orang yang akan menjadi guru memasaknya. Celana kain hitam, berlapis kain panjang berwarna hitam yang digunakan seperti celemek yang sering digunakan para Chef profesional.  Bianca terkagum saat melihat d**a bidang orang itu berlapis seragam chef berwarna putih. Senyum Bianca terhenti, tubuhnya limbung ke belakang saat matanya menatap siapa pemilik badan Atletis berseragam Chef yang tadi ia begitu ia kagumi.  “Saya Fabian Rendra Adam, Head Chef B’licious yang mengajarkan kelas memasak ini.” Sapa pria yang baru masuk tadi membuat Bianca tercengang. Tunggu! Tadi dia bilang apa? Head chef? Orang yang mengajar? Batin Bianca tak percaya. Mata cantiknya membulat sempurna saat pria tadi menatapnya dengan tatapan meremehkan. Tubuh Bianca lemas.  Otaknya berusaha memproses apa yang sebenarnya terjadi. Tangannya bergerak menekan leher bagian belakangnya yang tiba-tiba terasa sakit dan berat. Bagaimana mungkin pria Fashion Terrorist yang baru saja ia temui tadi, ternyata adalah Chef yang akan mengajarkan ia memasak. Bianca mencoba mengambil napas dalam dan berpikir ini hanyalah imajinasi bodohnya karena terlalu kesal dengan orang yang baru saja dia temui tadi. Dia kembali mengangkat kepala menatap ke bagian main station. Napasnya tercekat merasa seperti didorong ke neraka paling dalam saat melihat pria itu benar-benar ada di sana menggenakan chef jacket dengan bordiran namanya di sana. Mata Pria itu mengelilingi satu per satu muridnya hingga tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan Bianca. Terlihat dia juga terkejut melihat perempuan menyebalkan yang baru dia temui tadi di parkiran, sejenak dia mengeluarkan seringai culas, sepertinya dengan kehadiran Perempuan itu di sini, membuat kelasnya tidak akan membosankan seperti biasanya. "Jadi, sekarang kita akan mencoba dari hal yang paling basic. Di samping kalian ada keranjang penuh kentang. Kita akan belajar mengupas kentang tanpa membuang dagingnya berlebihan," ucap Fabian mulai menerangkan.  Bianca terdiam, tubuhnya lemas, matanya menatap ngeri deretan pisau berbagai ukuran yang ada di depannya, tak mengerti pisau yang mana yang digunakan untuk mengupas kentang. Tatapannya mengarah kepada jemari lentik panjangnya. "Sepertinya aku memang harus menyediakan perban setelah ini," desahnya mencoba menunduk agar tidak menjadi perhatian Chef Senga, Arogan dan Menyebalkan yang ada di depannya itu. Berharap dia tak akan mempermalukannya seperti tadi.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD