"Masuk." Suaranya yang berat terdengar memerintah dari dalam ruangan.
Perlahan, aku pun mendorong kayu mahoni yang berat tersebut, yang diukir dengan cermat layaknya kamar raja. Ketika aku melangkah masuk ke dalam, aroma parfum maskulin langsung menghantam lubang hidungku yang paling tidak biasa.
Sebagai seorang wanita yang tidak lagi asing dengan kamar tidur pria, aroma ini sedikit membuatku lengah, sebab aromanya amat sangat jauh berbeda dibandingkan dengan cologne murahan yang biasanya digunakan oleh kebanyakan pria.
Aku melangkah lebih jauh ke dalam ruangan yang remang-remang tersebut, menyipitkan mata berusaha untuk mengamati furnitur di dalamnya. Namun, hanya tempat tidur berukuran besar di depanku yang terlihat jelas olehku.
Sesosok pria tampak bangkit dari tempat tidur King size tersebut, dan siluet tinggi miliknya terlihat berjalan mendekatiku secara perlahan. Entah mengapa, jantungku seketika berdebar kencang, dan aku mendadak merasa terintimidasi oleh auranya. Entah mengapa aku merasa takut akan keselamatan hidupku, dan perasaan itu membuat tubuhku bergerak mundur secara tidak sadar.
"Menurutmu kemana kau akan pergi?" Suara beratnya kembali bergema di ruangan, mengejutkanku.
Sulit untuk melihat wajahnya dalam suasana yang gelap seperti ini, akan tetapi aksen Italia yang tebal miliknya bersinar melalui kegelapan ruangan.
"Um, tidak ke mana pun." Aku menghentikan gerakanku dan hanya diam berdiri di sana, menyaksikan sosoknya yang semakin mendekatiku.
Lantas, begitu dirinya berada di dekatku, ia mencondongkan tubuhnya padaku dan segera menghirup rambutku.
"Hmm, sama seperti yang kuminta," gumamnya.
"Maaf?" Aku mendongak dan mencoba menatap wajahnya, tapi sialnya masih belum tampak jelas olehku.
Menyadari hal itu, aku mulai berpikir bahwa pria ini mungkin memang sengaja mematikan lampu karena ia tidak ingin wajahnya terekspos.
"Aku memberitahu Chris kalau aku ingin aroma ini," jawabnya, dan nada suaranya terdengar lebih lembut kali ini.
Mendengar penjelasannya, aku pun mulai mengerti mengapa Chris membelikanku parfum ini untukku. Aku tahu pasti ada alasan tertentu, sebab b******n itu tidak akan pernah melakukan kebaikan apa pun jika memang ia tidak mengharapkan sesuatu atau memiliki tujuan tertentu.
Aku mengangguk sebagai tanggapan. Saatnya melakukan pekerjaanku. Memulai aksiku, aku meletakkan tanganku di dadanya dan mulai mengusapnya perlahan.
"Kau akan menjadi anak yang baik untukku malam ini, bukan, Sayang?" Aku bersuara dengan nada segenit mungkin.
Namun, tiba-tiba saja ia mencengkeram tanganku dengan cukup erat.
"Dengarkan aku baik-baik." Suaranya kembali kasar dan mendominasi, membuatku tercengang. "Selama kau ada di sini-di ruangan ini, namamu adalah Mira. Apa kau mengerti?"
"Y-ya...."
Dalam hati aku mengumpat. Chris tidak memberitahuku sebelumnya bahwa aku akan berurusan dengan seorang klien gila. Maksudku-bukan berarti klien-klienku sebelumnya waras, tapi yang satu ini berada di urutan teratas dalam kegilaannya.
"Dan kau akan memanggilku Bambi-"
Tawaku sontak meledak mendengarnya. "Kau pasti bercanda. Bambi katamu?"
Aku harus menghentikan diri agar tidak tertawa terlalu keras. Ini benar-benar gila, pria ini benar-benar merebut tropi dalam kategori klien yang paling gila dari mereka semua.
"Apanya yang lucu?" Ia bertanya, masih dengan nada kasar.
"Oh, tidak ada." Aku pun dengan cepat menghentikan tawaku, tidak ingin mengganggu pria gila ini.
"Bagus. Sekarang, berbaringlah di tempat tidur!" perintahnya.
"Ya, tentu saja... Bambi." Aku perlahan-lahan berjalan ke tempat tidur dan berbaring di kasur king-size tersebut.
Ia berjalan menyusul, dan tangannya membelai pinggangku layaknya profesional. Ia memposisikan tubuhku merangkak, dan dalam sekejap saja, ia berhasil menarik celanaku dengan mudah.
"Kurasa foreplay bukanlah favoritmu, Bambi...." Aku bercanda.
"Sshh...." Ia memotongku dengan desisan lembut.
Jari-jarinya mulai berselancar dengan sangat lihai, dan cara dirinya menyentuh tubuhku bahkan tanpa memenuhi diriku, rupanya mampu membuatku merasakan sensasi yang berbeda. Sentuhannya berhasil membuatku merasa seolah aku adalah satu-satunya wanita paling berharga di dunia, dan tidak ada yang pernah memperlakukanku seperti ini sebelumnya-setidaknya selama aku terjun ke dunia kelam ini.
Napasnya yang hangat menggelitik tengkukku dan mengakibatkan tulang punggungku menggigil, diikuti oleh suaranya yang dalam.
"Aku mencintaimu, Mira...."
Sebelum otakku dapat memproses ketiga kata itu, dorongannya yang tiba-tiba menyebabkanku mengerang dalam sekejap. Aku berteriak dalam ekstasi sekaligus kebutuhan akan dirinya lebih banyak lagi dari ini. Aku tidak tahu siapa pria ini, tapi ia benar-benar mampu mengejutkanku dengan segala kelihaiannya. Ia melanjutkan ritme yang indah dalam setiap gerakannya, dan aku tanpa sadar terus memohon lebih dan lebih lagi. Aku merasakan dunia di sekitarku memudar ketika ia mengencangkan cengkeramannya di pinggangku, meningkatkan gerakannya di dalam diriku. Kukuku merobek seprai, dan kata-kata yang keluar dari mulutku tak lain hanyalah suara yang sama sekali tidak koheren. Itu semua disebabkan oleh pria ini yang memiliki kunci tubuhku. Bersama-sama, kami berdua terbang naik ke langit tingkat tertinggi, hingga pada akhirnya tibalah kami ke tujuan kami.
Aku pingsan di tempat tidur, dan ia berbaring di sampingku, lalu memberikan kecupan lembut di dahiku.
"Bagaimana perasaanmu, Mira?"
Ya, benar, pria ini menganggap bahwa aku ini adalah wanita bernama Mira. Untuk sesaat, aku mencoba mengabaikan perasaan cemburu jauh di dalam lubuk hatiku.
"Aku baik-baik saja, Bambi," sahutku dengan suara mendengkur.
Jika kalian mengira bahwa malam ini hanya berakhir di sini, maka anggapan itu adalah salah besar. Kami bercinta berulang kali malam itu juga. Aku tahu bahwa dalam benak pria ini, ia sedang bercinta dengan siapa pun wanita bernama Mira ini. Sejujurnya, aku telah bertemu pria seperti pria ini sebelumnya, pria yang ingin merasa dicintai oleh seseorang tertentu. Dan mereka membayarku agar berpura-pura menjadi wanita tersebut. Agak sedih memang, tapi itu menguntungkan bagiku.
Ketika pria gila ini akhirnya selesai dengan kebutuhannya, ia pun membuatku tidur di dalam pelukannya. Ini sangat melelahkan, tapi aku juga merasa sangat luar biasa dengan pengalaman bisnisku malam ini.
_____
Keesokan paginya, aku bangun dan menemukan bahwa tempat tidur di sebelahku kosong. Aku mengutuk diri sendiri karena merasa terlalu nyaman tertidur di tempat ini.
Sinar matahari menyerbu ruangan melalui jendela kaca. Dan berkat cahaya terang itu, akhirnya aku bisa melihat seperti apa ruangan ini. Seprai berwarna hitam, dan sepasang tirai monokromatik digantung di tempat tidur, mencocokkan tirai di jendela. Ruangan ini benar-benar kosong, kecuali sebuah meja baca berukuran besar di sisi kirinya. Tepat di samping tempat tidur terdapat nakas dengan lampu di atasnya. Ada dua pintu di sebelah kanan, salah satunya mengarah ke kamar mandi, dan yang lainnya terdapat bilik lemari. Dan di hadapan tempat tidur, terdapat pintu mahoni yang familiar bagiku.
Aku pun turun dari tempat tidur dan mulai berpakaian, lalu berjalan ke pintu. Akan tetapi saat aku mencoba menarik gagang pintu, pintunya tidak terbuka. Aku memeriksa kamar mandi untuk melihat apakah pria itu ada di sana, tetapi tidak. Aku pun kembali ke pintu dan mulai menggedornya.
"Hei, Tuan! Buka pintunya, aku masih di sini!"
Tapi tidak ada jawaban. Dan kepanikan pun mulai melandaku dalam sekejap.
Tunggu. Pria itu tidak bermaksud mengunciku di dalam kamarnya secara sengaja, bukan?