Harta yang tak ada habisnya

1094 Words
Mue yang bernama asli Samuel Bolozoglu bergeming dan menatap Belinda dengan tatapan prihatin. Awalnya dia memang mencintai Belinda, tapi rasa cintanya goyah setelah melihat kemolekan saudara sepupu Belinda, Patricia Irish Hakim. Di mata Mue, Patricia tak hanya cantik tapi juga pintar. Dia memiliki banyak rencana dan siasat yang tak pernah Mue lihat dari Belinda. Peti juga modis dan pandai merayu. Mue selalu patuh pada setiap permintaan Peti hanya dengan sedikit rayuan darinya. “Bel, aku tahu kau masih mencintaiku, tapi maaf aku sudah tidak memiliki perasaan apapun padamu,” ucap Mue tanpa hati. Belinda yang masih merasakan panasnya sinar matahari setelah jalan dari rumahnya ke rumah Patricia merasa semakin panas. Banyak hal yang sudah ia berikan untuk laki-laki yang dulu mengaku cinta padanya. Namun, lihat apa yang dia katakan sekarang. Bukan hanya dia berkhianat, tapi orang ini juga tega mengelabuinya hingga dia kehilangan rumah dan harta bendanya yang tersisa tidak seberapa. Hanya kepalan erat di tangannya yang bisa menjelaskan betapa hancurnya hati Belinda saat ini. “Peti, boleh aku tanyakan satu hal padamu? Apa kesalahanku hingga kamu melakukan semua ini padaku?” tanya Belinda. Dia menolak meneteskan air mata di depan dua orang jahat yang sudah begitu tega merenggut semua harta peninggalan keluarganya. Patricia berjalan mendekati Belinda dengan tangan yang melingkar di lengan Mue. Hatinya sangat bahagia melihat rona merah karena amarah di mata Belinda. “Kesalahanmu hanya satu, kamu terlahir menyedihkan dan aku nggak suka sama kamu. Sesimpel itu.” Belinda tidak mengerti dengan jalan pikiran saudara sepupunya ini. Apa masalahnya dengan Belinda yang terlahir menyedihkan dengan rasa suka dan tidak suka Patricia? “Nggak jelas kamu, Pet! Apa kamu nggak tahu kalau makan harta anak yatim itu dosanya besar? Kamu bukan Cuma makan harta anak yatim tapi kamu juga menganiaya. Apa kamu nggak tahu kalau doa orang yang teraniaya itu mustajab?” tanya Belinda. Patricia tertawa terbahak-bahak. Belinda ini sejak dulu memang banyak bicara. “Kamu kalau mau ceramah di masjid sana! Hari gini masih bicara begitu. Di mana-mana orang yang teraniaya akan selalu dianiaya. Mau doa macam apapun nggak ngaruh, tahu! Dasar gembel, pergi dari sini. Aku nggak mau kamu mengotori rumahku.” Hati Belinda hancur saat itu, tapi seperti biasa. Sifatnya yang keras kepala menolak untuk terlihat lemah di depan Patricia dan Mue. Dia akan menunjukkan pada mereka berdua bahwa dia adalah gadis yang kuat dan tidak mudah dipatahkan. “Kamu nggak percaya itu urusan kamu, tapi kalau mau aku akan membuktikannya untukmu.” “Buktikan saja kalau kau bisa. Aku ingin lihat sampai berapa lama kau akan bertahan di luar sana sebelum kamu merangkak ke rumah ini untuk meminta belas kasihan.” “Belas kasihan? Aku? Mimpi. Sampai kapanpun aku tidak akan sudi menginjakkan kakiku ke rumah ini lagi. Aku pasti akan mendapatkan rumahku kembali dan saat itu kau yang akan merangkak meminta belas kasihan padaku!” “Bukan rumahmu, tapi rumah nenek!” “Rumah itu milik almarhumah mama dan papaku. Rumah nenek adalah rumah yang kau tempati saat ini. Kalau kau masih punya malu, seharusnya tidak mengakui rumah ini sebagai rumahmu!” Netra Patricia melebar sempurna karena kebenaran dari ucapan Belinda. Ini adalah fakta yang tidak bisa diterima Patricia sampai saat ini. Orang tuanya tidak sekaya kedua orang tua Belinda. Bahkan mereka bisa tinggal di rumah besar ini karena kebaikan hati almarhumah ibu Belinda. Sayangnya, kebaikan itu tidak bisa melembutkan hati Patricia dan orang tuanya. Sebaliknya, mereka semakin serakah dan ingin memiliki semua harta peninggalan orang tua Belinda. “Kenapa melotot? Mau menyangkal, huh?” Belinda tersenyum penuh ejekan pada sepupu yang selama ini ia anggap saudara sesungguhnya. Rasa kecewanya ia tunjukkan dengan rasa jijik di wajahnya. Tidak ingin Patricia tertawa di atas deritanya, Belinda membual untuk menipu Patricia. “Jangan kau pikir aku akan menjadi gembel hanya karena kau bisa mengambil rumah orang tuaku. Aku masih memiliki banyak harta yang jumlahnya bahkan tidak bisa kamu bayangkan!” Belinda cukup senang melihat wajah putih Patricia, dia yakin sepupunya itu terkejut. “Kau ingin Mue? Ambil saja! Aku tidak butuh laki-laki pengecut dan tidak setia seperti dia.” “Kau!” Patricia terpicu dan sudah mengangkat jemarinya untuk menampar Belinda. Namun, Mue menahan tangan Peti agar tidak sampai melakukan kekerasan. Bagaimanapun juga Belinda pernah ada di hati Mue, dan dia tidak tega jika melihat Belinda diperlakukan dengan kasar. “Baby, jangan kotori tanganmu. Kau tidak dalam level yang sama dengannya untuk ribut dengannya,” bujuk Mue. “Woiya jelas, levelku selalu lebih tinggi dari dia,” sahut Belinda. Mau adu bacot? Belinda siap menerima. Mendengar sebutan ‘Baby’ yang Mue ucapkan untuk memanggil Patricia, membuat Belinda ingin memuntahkan semua isi dalam perutnya. Dulu Mue selalu memanggilnya dengan ‘Baby, Lovely, Sweet Hearth, dan Bunny’. Namun, kini Mue dengan mudahnya menyebut wanita lain sebagai ‘Baby’. Ini terlalu menyakitkan bagi Belinda. Bukankah mereka terlalu kejam padanya? Mereka bermain di belakang dan mengambil harta miliknya. Apa mereka bahkan masih manusia? Apa yang ingin Belinda lakukan saat ini adalah membalas dua orang b*****h yang membuat hidupnya sengsara, tapi akal sehatnya masih bekerja dengan baik. Jika dia lakukan itu sekarang, maka dia akan kalah dan hanya akan menambah masalah hidup lagi. Kekuatan Belinda saat ini tidak cukup untuk menandingi Peti dan Mue. Melawan mereka berdua saat ini sama saja dia bodoh karena diibaratkan dengan telur yang menabrakan diri ke batu. Dia yang akan hancur sendiri. “Kau mau bekasku, ambil saja. Aku tidak suka laki-laki payah seperti dia. Bertahun-tahun aku dengannya tapi sekalipun dia tidak bisa memberikan kebahagiaan dan kepuasan untukku. Ambil saja, aku bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dalam segala hal daripada si payah ini,” ucap Belinda. Belinda mengangkat koper dan semua barang bawaannya, tapi sebelum pergi, Belinda menyempatkan diri bertanya pada Patricia. “Peti, di mana barang-barang almarhumah nenek dan kedua orang tuaku?” “Ada di tempat yang tidak akan pernah bisa kau gapai.” “Aku anggap kau menjaganya untukku, suatu saat aku pasti akan mengambilnya. Jika saat itu tiba, aku kan membuat hidupmu menderita kalau sampai ada barang yang hilang apalagi cacat!” “Silakan bermimpi!” “Kau tunggu saja, aku akan mengambil semua lagi. Dan saat itu tiba, ucapkan selamat tinggal pada semua yang kau miliki saat ini!” Belinda lantas berbalik dan pergi dari rumah itu. Dia pergi dengan kepala terangkat, tidak ada rasa takut dan amarah yang terlihat. Karismanya memperlihatkan kebanggaan seorang putri yang sedang berjalan meninggalkan istana. Tidak ada jejak kesedihan yang bisa Peti dan Mue lihat dari wajah ayu Belinda. Mereka berdua mulai yakin kalau sebenarnya Belinda masih memiliki banyak kekayaan yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD