bc

PAYBACK

book_age16+
975
FOLLOW
7.9K
READ
HE
kickass heroine
drama
bxg
city
weak to strong
actress
like
intro-logo
Blurb

"Kalian bukan hanya mengambil harta milikku, tapi kalian juga bermain di belakangku? Kalian sampah, aku tidak butuh kalian. Hartaku masih banyak, bahkan tidak akan habis sampai tujuh turunan!"

Belinda Rosalia Hakim

Itu yang ia ucapkan pada sepupu dan kekasihnya yang berkhianat. Namun, hanya berselang beberapa saat dia sudah dibanjiri oleh air mata. Dia terancam menjadi gembel. Semua yang ia ucapkan hanya bualan.

Tidak ada harta yang banyak apalagi tidak habis sampai tujuh turunan. Dia hanya ingin menunjukkan pada saudara sepupu dan kekasihnya kalau dia bisa berdiri tegak dan akan membalas semua perlakuan mereka.

Demi membalas dendam, Belinda datang pada musuh terbesar kekasihnya dan rela berkoalisi dengannya.

"Apa yang bisa kau tawarkan padaku?"

Cody Ayhner

"Bagaimana kalau diriku?"

Akankah Belinda sanggup bangkit dan membalaskan dendamnya?

chap-preview
Free preview
Katakan ini bohong!
Belinda Rosalia Hakim berjalan dengan peluh yang tak henti-hentinya mengalir di kening. Di siang hari yang terik dia berjalan seorang diri menyeret sebuah koper besar dan menggendong tas yang juga besar di bahunya. Di tangan kanan, dia menjinjing goody bag. Rasanya lelah, panas dan marah semua jadi satu. Tiga jam dia menunggu pacarnya menjemput di bandara, tapi yang ditunggu tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Di telepon juga tidak bisa karena nomornya tidak aktif. Mencoba menghubungi sepupunya yang tinggal di dekat rumahnya juga tidak bisa. Semua orang yang ia kenal dekat di muka bumi ini seolah lenyap. Tak ada satu pun yang bisa ia panggil untuk menjemputnya ke bandara. Sedangkan uang cash-nya hanya tersisa sedikit setelah ia menghabiskan dua minggu berlibur di Thailand. “Ke mana perginya Kak Mue? Awas aja nanti kalau ketemu, pokoknya aku ngambek!” gerutu gadis yang akrab dipanggil Linda itu. Sisa uang recehnya hanya cukup untuk menyewa taxi sampai ke jalan depan. Dari jalan depan sampai masuk ke sekitar rumah, Linda harus berjalan sekitar lima belas menit. Namun, dengan kecepatan jalan belinda yang seperti siput rasanya dua puluh menit juga tidak cukup. Apalagi sesekali Belinda akan berhenti untuk duduk istirahat. Belum lagi jika Belinda sudah membuka ponselnya. Niat hati melihat ponsel hanya untuk menghubungi Mue, tapi setelah beberapa kali tidak bisa juga menghubungi Mue, Belinda akan scroll sss, ig dan sw. Jika sudah begitu, duduk selama sepuluh menit pun tidak akan terasa. Setelah lebih dari setengah jam, Belinda akhirnya sampai di rumahnya. Dan ... Belinda mendapatkan kejutan yang membuat jantungnya hampir berhenti berdetak. “APA YANG KALIAN LAKUKAN DI RUMAHKU?” teriak Belinda keras dan membahana. Di dalam rumahnya ada sepasang muda-mudi yang sedang bermesraan tepat di ruang tamu miliknya. Jika dilihat-lihat, sepertinya mereka pasangan muda yang baru saja menikah. Belinda bisa melihat dari poto pernikahan besar yang tergantung di dinding. Tapi ini adalah rumah Belinda, kenapa bisa mereka ada di sini. Lalu kenapa juga ada banyak poto-poto orang asing di rumahnya? “Siapa kamu? Kenapa datang-datang teriak-teriak nggak jelas?” tanya wanita yang berdiri ketakutan di belakang sang suami. “Mbak, kamu siapa? Kenapa marah-marah di rumah orang. Mbaknya salah rumah, salah orang apa salah paham?” tanya laki-laki yang tampak melindungi istrinya. Belinda semakin berang. Bagaimana mungkin dia diperlakukan seperti orang asing di rumahnya sendiri? Dia menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. “Aku tidak salah orang atau salah alamat. Ini adalah rumahku, siapa yang mengijinkan kalian menginjakkan kaki di rumahku?” tanya Belinda. Dia sudah lelah menunggu lalu berjalan kaki dan sekarang dia dihadapkan pada kekacauan di rumah. Sungguh sambutan yang sangat bagus setelah dia liburan. “Oh, aku tahu. Ini pasti prank, kan? Kak Mue ... aku menyerah. Keluar sekarang, aku takut beneran,” teriak Belinda berharap ini hanya prank dari sang kekasih. Sepasang suami istri di rumah Belinda saling berhadapan dan menggeleng. Mereka melihat tampilan Belinda dari atas ke bawah dan dari barang bawaannya. Mereka menyimpulkan kalau Belinda adalah wanita yang mungkin bermasalah dan kabur dari rumah. Mereka lantas menutup pintu dan membiarkan Belinda di luar. “Heh, kenapa pintunya ditutup? Keluar kalian dari rumahku!” Belinda berteriak dan menggedor-gedor pintu rumahnya yang kini ditinggali oleh orang asing yang tidak ia kenal. Sementara itu, sepasang suami istri yang terganggu menghubungi bagian keamanan untuk membantu mengamankan Belinda. Awalnya mereka kasihan, tapi lama kelamaan mereka merasa terganggu dengan suara dan kelakuan Belinda yang tidak hanya berisik tapi juga mulai merusak. “Apa yang kalian lakukan? Lepaskan! Ini adalah rumahku, apa kalian lupa? Seharusnya kalian ingat aku adalah pemilik rumah ini. Kalian seharusnya mengeluarkan mereka dari rumahku!” protes Belinda saat dua orang satpam menyeretnya menjauh dari rumah. “Nona Belinda, kami mohon maaf, tapi pemilik rumah ini sudah berpindah tangan sejak dua minggu yang lalu,” ucap salah seorang satpam. “Apa maksudnya berpindah tangan? Aku hanya liburan dua minggu ke Thailand, bukan pindah. Lagipula aku nggak pernah menjual rumah ini, jadi gimana bisa rumah ini berpindah tangan?” “Tapi nyatanya memang begitu, Non. Mereka punya akte dan surat-surat rumah ini. Kami tidak tahu bagaimana rumah ini berpindah tangan, tapi nyatanya memang rumah ini sudah bukan milik Nona Belinda lagi.” “Bagaimana bisa?” Belinda tetap tidak bisa melawan dua orang satpam yang terus menyeretnya menjauh. Tak peduli Belinda marah atau menangis sekalipun, dua satpam itu tetap menarik Belinda menjauh dari rumahnya. Terpaksa Belinda pergi dari rumah itu dengan membawa koper dan tasnya lagi. Dia terus berusaha menghubungi Mue, sepupu dan bibinya, tapi tak ada seorang pun yang bisa ia hubungi. Mereka seolah lenyap. “Dua minggu lalu? Kenapa tepat saat aku pergi ke Thailand? Apa Kak Mue yang sudah menjual rumahku? Tapi gimana caranya? Apa bisa secepat itu? Kecuali ... dia sudah merencanakannya sejak lama.” “Nggak, nggak mungkin. Nggak mungkin Kak Mue ngelakuin itu. Pasti si Peti (panggilan Belinda untuk sepupunya yang bernama asli Patricia).” Belinda terus memutar otak untuk kemungkinan yang sebenarnya terjadi. Tidak mungkin kekasih dan saudara sepupunya tega melakukan ini padanya. Hanya mereka berdua yang dekat dengannya setelah kematian sang nenek. Ayahnya meninggal sejak ia masih balita. Sedangkan sang ibu meninggal saat ia masih duduk di bangku SMP. Rasanya sangat tidak mungkin saudara sepupu atau kekasihnya melakukan ini. Mereka berdua sangat sayang padanya. Belinda berhenti meratap dan segera berjalan ke rumah Patricia. Kali ini dia berjalan cukup cepat hingga dalam waktu kurang dari lima belas menit sudah sampai di rumah Patricia. “Mbok Imah, Peti sama Tante Anita ada?” “Non Belinda, sudah pulang dari Thailand?” tanya mbok Imah. Dia iba melihat Belinda yang kulitnya sudah merah hitam terbakar sinar matahari dan dengan peluh yang sudah bercucuran. “Mbok, Peti ada di dalam, kan? Aku capek banget, Mbok,” ucap Belinda. Dia sudah mau melangkah masuk tapi ditahan oleh Mbok Imah. Belinda hanya bisa menatapnya dengan bingung, tak biasanya ia dihentikan saat akan masuk ke rumah. Biasanya dia bebas keluar masuk rumah ini. “Maaf, Non. Ini pesan dari Non Patricia dan Nyonya Anita. Katanya Non Belinda dilarang masuk ke rumah ini.” “Apa?” “Maaf, Non. Saya hanya menyampaikan amanat dari mereka,” ucap mbok Imah sedih. Dia sungguh tidak tega melihat Belinda. Meskipun Belinda sedikit keras kepala, tapi hatinya baik dan tidak pernah menyakiti orang lain. Terlebih dia adalah yatim piatu dan belum lama ditinggalkan oleh sang nenek yang sudah merawatnya sejak kecil. Sekarang, Belinda bahkan harus kehilangan satu-satunya rumah tempatnya bernaung. “Mbok, sebenarnya ada apa? Mbok Imah bisa cerita sama Linda?” Mbok Imah menggeleng, dia tidak sampai hati menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak kuasa bilang kalau sebenarnya yang menjual rumah Belinda adalah kekasih dan sepupunya sendiri. Dia juga tidak bisa mengatakan kalau sebenarnya sepupu Belinda menjalin hubungan gelap dengan kekasihnya. Sungguh, Mbok Imah tidak sampai hati mengatakan itu semua. Wanita itu hanya bisa menangis saat Belinda terus bertanya dengan apa yang sebenarnya terjadi. Terakhir kali, Belinda memohon pada mbok Imah agar mau menjelaskan yang terjadi. Belinda mengambil kalung emas yang ia kenakan dan memberikannya pada mbok Imah berharap agar wanita tua yang sudah bekerja di rumah Patricia bertahun-tahun itu bersedia menceritakan apa yang terjadi. “Ndak usah, Non. Ndak usah. Mbok Imah ndak mau apa-apa. Mbok hanya ndak sampai hati bilang sama Non Belinda,” tolak mbok Imah. Ia lantas mendorong kalung emas itu kembali pada Belinda. Akhirnya dengan sedikit bujukan, mbok Imah bersedia bercerita dengan mata yang terus bercucuran air mata. “Maafin, Mbok, Non. Mbok ndak bisa bilang apa-apa saat mereka menyakiti Non di belakang seperti ini. Mbok ndak nyangka mereka akan sekejam itu,” ucap mbok Imah pilu. Belinda speechless. Dia membeku mendengar kebenaran dari mulut mbok Imah. Dia tidak mengerti apa dosa dan kesalahannya hingga Patricia dan Mue tega melakukan ini padanya. “Nggak usah sedih, Mbok. Nggak usah minta maaf juga. Ini bukan kesalahan Mbok Imah. Ini adalah kesalahan dua orang nggak tahu terima kasih itu. Mereka benar-benar biadab! Mereka ingin main-main denganku, mereka tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa! Mereka harus membayar kembali apa yang sudah mereka lakukan!” “Hahaha ... membayar kembali? Jangan membuatku tertawa! Belinda, Belinda. Ngenes amat nasib kamu. Sudah nggak punya siapa-siapa, dan sebentar lagi kamu akan jadi gembel. Masih berani bilang begitu? Hahaha ... memangnya kamu bisa apa untuk membuatku membayar kembali?” ucap Patricia dari dalam rumahnya yang megah. Patricia turun dari tangga bergandengan tangan dengan Mue, mirip seperti sepasang kekasih yang saling menyayangi. Belinda yang saat itu sudah sangat lelah, lapar dan marah merasa seolah seluruh tulang belulangnya dicabut satu persatu dari tubuhnya saat melihat kemesraan antara Mue dan Patricia. “Kak Mue?” panggil Belinda dengan nada perih dan tak percaya. Tak pernah sekalipun dalam benak Belinda berpikir kalau Mue akan mengkhianatinya. Terlebih dia bermain dengan saudara sepupu yang sudah Belinda anggap seperti saudara kandungnya sendiri. “Maaf, kita putus. Minggu depan aku dan Patricia akan menikah,” ucap Mue datar seperti robot tanpa hati. Belinda masih belum bisa memproses informasi yang begitu banyak dengan begitu tiba-tiba. Semua terlalu perih dan pahit untuk dirinya yang selembut bulu angsa. “Ini ... kejutan yang nggak menyenangkan sama sekali. Kak Mue, tolong katakan kalau ini hanya prank!” ucap Belinda. Dia masih percaya ini hanya jebakan Mue dan Peti untuk meyambut kepulangannya. “Oops, maaf, Bel. Sayangnya, semua ini kenyataan. Agak pahit memang, tapi begitulah adanya,” ucap Patricia. “Nggak mungkin! Kak Mue, aku menyerah. Ini udah nggak lucu. Katakan ini bohong, please!” Bersambung

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
96.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook