Part 3

697 Words
“Kenn, dasi gue yang warna biru dongker di mana?” teriak Adrian pada istrinya. “Aduh, ada apaan sih? Pagi-pagi lo udah berisik,” tegur Kenna. “Dasi gue yang biru dongker kemana?” tanya Adrian. Tanpa banyak bicara Kenna masuk ke kamar Adrian dan membuka lemari. Dalam sekejap dasi milik Adrian sudah ditemukan. “Kalau nyari tuh pake mata, bukan pake mulut,” gerutu Kenna. “Ya maaf, elo udah kayak emak-emak ngomongnya kayak gitu,” ledek Adrian. “Udah sana, lo cepetan pake dasinya. Udah itu elo sarapan dan berangkat ke kantor, gue mau rebahan,” usir Kenna kepada sang suami. “Ngusir lo?” Kenna hanya mengangkat bahunya acuh. Suara ponsel Adrian kemudian berbunyi dan Adrian dengan gesit mengangkatnya. “Kenapa sayang?” “….” “Ini baru mau berangkat, lagi siap-siap.” “….” “Oke kalau gitu, nanti makan siang aku jemput kamu, ya. See you.” Adrian terlihat begitu lembut dengan kekasihnya. Kenna hanya bisa menatap saat Adrian tengah asik menelpon sang kekasih. Kenna sadar ia kalah jauh dari kekasih Adrian itu, ia tidak ada apa-apanya. “Gue berangkat ya,” pamit Adrian kepada istrinya. “Gak sarapan dulu?” Tanya Kenna “Nanti aja di kantor, itu makanan buat lo semua aja biar gendutan lo. Kerempeng banget kayak gak pernah makan,” cibir Adrian. Kenna mendelik. “Heheheh… santai dong, gak usah gahar gitu.” “Berisik! Udah cepetan berangkat!” teriak Kenna. “Ya udah, see you!” pamit Adrian lalu ia segera pergi dari sana. *** Pukul sebelas malam, Adrian baru pulang ke apartemen. Ia melihat Kenna yang tertidur di atas sofa bersama kertas-kertas yang berserakan di meja dan lantai. Perlahan Adrian mendekat, ia mengambil salah satu kertas yang ada di tangan Kenna. Ia membaca lamat-lamat tulisan yang ada dikertas itu. Ia tersenyum, ternyata Kenna adalah perempuan yang ambisius. Di kertas itu tertulis beberapa harapan Kenna yang harus tercapai, salah satunya adalah mempunyai usaha di bidang kuliner. Adrian jadi berpikir untuk membantu Kenna. Selama menikah dengannya, Kenna hanya berdiam diri di apartemen ini. Mungkin istrinya itu bosan, terlebih pernikahan dengan Adrian adalah paksaan dan sudah jelas akan membosankan. “Gue bakalan bantu lo, jangan khawatir,” ujar Adrian mengelus lembut rambut Kenna dan menggendong Kenna yang terlelap menuju ke kamarnya. Pagi hari Kenna terbangun dari tidurnya dan bingung kenapa ia bisa ada di dalam kamar. “Kok gue ada di kamar sih?” gumam Kenna heran. Ia beranjak dari kasurnya menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah itu ia segera keluar dari kamar menuju ke dapur. Saat sampai di ruang makan ia melihat Adrian sedang sarapan, namun hanya sereal. “Oh, jadi elo gak suka makan masakan gue kalau pagi-pagi tuh karena elo makannya sereal ya?” tanya Kenna lebih ke meledek. “Enggak juga, gue lagi pengen sarapan di rumah. Tapi elonya tadi belum bangun, jadi gue bikin sereal aja sendiri,” elak Adrian. Kenna tertawa. “Iya gimana lo aja.” “Eh, Kenn..” “Kenapa?” “Elo suka masak?” tanya Adrian. “Masak sih tuntutan ya, karena gue manusia dan pastinya ngerasa lapar. Tapi kalau hobi, gue lebih suka coba-coba bikin kue,” jawab Kenna. “Gimana kalau lo buka usaha aja, buka toko kue gitu,” usul Adrian. “Kok lo tahu kalau gue pengen punya usaha gitu?” tanya Kenna curiga. “Sorry ya, tapi gue emang baca wish list lo semalem,” ujar Adrian tenang. “Hah? Elo baca semua?” tanya Kenna cemas. “Iya, salah satunya yang elo pegang itu.” “Oh..” “Gue mau bantuin lo buka usahanya, biar gue yang sewa atau beli tempatnya dan semua barang plus bahannya biar urusan gue. Elo tinggal mengelola aja? Gimana?” tawar Adrian. Kenna speechless bukan main. “Gimana? Mau enggak?” “Mau banget!” jawab Kenna semangat. “Ya udah, lo tunggu aja biar semua jadi urusan gue. Elo tinggal nunggu jadi aja, abis itu elo kelola sendiri ya?” Kenna mengangguk. Akhirnya impiannya akan jadi kenyataan. “Thank you, ya,” ucap Kenna tulus. Adrian tersenyum lalu mengelus puncak kepala Kenna dengan lembut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD