Saat matahari hampir tenggelam, para pengawal sudah berdiri di gerbang dan penduduk kerajaan Altis sudah antusias menyambut kedatangan raja Abbon dengan bersorak-sorak sambil memegang bendera kecil berwarna ungu.
Kereta kuda berhenti, raja Abbon dan istrinya turun, membuat sorakan terdengar semakin jelas. Lima detik berselang, keluar juga Bella Abbon, anak perempuan mereka dengan gaun berwarna merah kerlap-kerlip, rambut terurai serta bunga anggrek merah langka yang menggelantung di telinganya. Parasnya menawan, membuat semua penduduk kerajaan tak dapat berpaling.
"Inilah dia, Raja Abbon beserta keluarga dari pulau Umbra," teriak laki-laki di atas mimbar membuat terompet berbunyi bersahut-sahutan, juga tembakan dari basoka yang terbuat dari batang kayu besar.
Di depan kerajaan suara sudah sangat riuh-piuh. Sementara itu di belakangnya, Caesar, seorang pangeran menatap lautan lepas cukup lama sebelum seorang pengawal kerajaan memanggilnya. "Raja memanggil anda Tuan," katanya.
Sebelum itu, jangan bayangkan kerajaan Altis seperti kerajaan di dunia nyata dengan istana yang megah serta menara tinggi dengan ujung berbentuk kerucut. Kerajaan Altis yang terletak di pulau Altis ini punya bentuk yang sangat sederhana tanpa menara dan berbagai perabotan di dalamnya terbuat dari kayu. Besar memang, namun tidak banyak benda yang bisa dilihat di dalamnya. Hanya beberapa gambar yang dilukis di atas daun dan dipajang di dinding atau tiang-tiang dari batang kayu besar dengan ukiran sederhana. Selain itu, di dinding luar istana ada tanaman menjalar dengan bunga berwarna ungu yang akan mekar saat musim semi.
Caesar berjalan, menuruni tangga. Dia mendapati ayahnya, raja Ermolo dan juga ibunya sudah berada di ambang pintu untuk menyambut keluarga Abbon. Saat pintu istana terbuka lebar, raja Abbon langsung memeluk erat raja Ermolo, juga istri mereka yang saling bersalaman sementara Caesar tersenyum tipis setipis mungkin kepada Bella Abbon.
Makan malam dimulai, ini bukan malam biasa tentang pertemuan dua keluarga kerajaan. Pertemuan ini adalah pertemuan tentang Caesar yang akan diangkat menjadi seorang raja suatu hari nanti, namun berdasarkan adat, pangeran yang akan memegang tanggung jawab penuh terhadap pulau Altis sudah harus dinikahkan sebelum itu.
"Kulihat Caesar jarang tersenyum, aku yakin dia akan menjadi pemimpin kerajaan yang keras, dia bisa menjadi pelindung kerajaan yang baik Ermolo. Kalau dia bisa menjadi pelindung kerajaan yang baik tentu dia akan menjaga Bella seperti itu juga." ujar raja Abbon sebelum menenggak minumannya.
Caesar tersenyum kikuk, menaikkan anak rambutnya.
Raja Ermolo tertawa kecil. "Kurasa aku memang tidak salah pilih. Dia akan menjadi raja yang lebih kejam dariku. Ketimbang kakaknya yang selalu saja menghabiskan waktu di hutan untuk melakukan eksperimen yang entah apa. Hahaha..."
"Tentu, tentu, kurasa Caesar adalah anakmu yang paling tepat untuk menggantikanmu Ermolo. Raja Caesar…. Nama yang sempurna." kata Abbon menenggak minumannya yang kesekian kali. "Bella adalah anak yang mandiri. Jadi kurasa mereka cocok. Bagaimana Bella? Ayah sudah memilih laki-laki terbaik diantara yang terbaik untukmu."
Bella mengangguk pelan sambil tersipu. Pandangannya tidak pernah beralih dari Caesar. Sementara Caesar? Dia terus memikirkan bagaimana menjadi kakaknya yang sudah memilih hidup bebas. Ia menganggap kakaknya berbuat curang dengan meninggalkannya sendirian di kerajaan dan menanggung beban seorang pangeran. Namun, jangan lupa bahwa Caesar adalah anak yang lugu, bukan tipe pemberontak, dia selalu mengikuti apa yang ayahnya perintahkan dari kecil, sampai sekarang.
Setelah memakan hidangan utama, belasan perempuan dengan pakaian serba cokelat masuk sambil membawa hidangan penutup, banyak kue berwarna-warni juga buah-buahan.
"Kalian berdua bisa memakan makanan ini di taman kerajaan. Kalian bisa melakukan apapun disana, tetapi ingat jangan membuat bayi. Hahaha..." Tawa Ermolo bergema diikuti yang lain, meski humornya terkesan absurd.
Caesar masih dengan senyum tipisnya, meninggalkan meja makan seperti keinginannya sejak beberapa jam yang lalu. Bella Abbon mengikut di belakangnya sambil tersipu-sipu.
Saat tiba di taman, mereka duduk berhadapan dengan canggung, melihat ke lautan lepas yang suara desirannya sedikit terdengar. Satu persatu perempuan tadi menaruh hidangan di hadapan mereka berdua.
“Pemandangan disini indah,” puji Bella membuka pembicaraan setelah keheningan yang terjadi begitu lama diantara mereka.
“Ya, disini indah, tetapi di luar sana masih banyak hal yang lebih indah lagi.”
Bella tersenyum simpul. “Kupikir, tak ada yang lebih indah dari yang lain. Hanya saja, setiap tempat punya keindahannya sendiri. Kamu bisa pergi ke pulau Umbra dan melihat bagaimana keindahan terjadi juga disana. Keindahan yang berbeda.”
Caesar tersenyum miring. Dia tidak menyangka Bella ternyata lebih menyenangkan dari yang dikira. Pikirnya, setiap puteri punya sikap yang manja, kebanyakan diantara mereka selalu membangga-banggakan apa yang dimilikinya, seperti dalam cerita di buku-buku yang dibaca Caesar sewaktu dia masih kecil.
“Aku tahu kamu tidak nyaman berada disini bersamaku kan. Harusnya kita duduk di dalam. Kapan pesta makan malam ini berakhir?” tanya Bella suatu waktu.
“Tidak. Kupikir lebih baik berada disini bersamamu daripada para orang tua. Mereka akan membahas banyak hal yang membuat kita harus dipaksa untuk tersenyum.”
Bella tertawa kecil. “Aku tahu itu, aku melihatnya tadi. Melihat kakimu terus-terusan bergerak di bawah meja. Aku yakin kamu tidak suka dengan perjodohan ini kan? Sama denganku. Bukankah ini terlalu cepat?”
“Ya terlalu cepat. Baguslah kalau kamu mengerti, jangan tersinggung. Aku bukan benci denganmu, hanya perjodohan ini terlalu cepat.”
Bella tertawa lagi, saat tertawa pun dia terlihat anggun menutup mulut dengan tangan mungilnya. “Itu hal yang lumrah. Sebagian besar anak laki-laki punya jiwa menjelajah yang liar.”
Keheningan terjadi lagi, Bella sudah terlihat mengantuk. “Masih lamakah mereka bercerita?”
“Ya, aku pernah mendengar bahwa tradisi perjodohan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk kesepakatan mutlak.”
“Benarkah?” tanya Bella parau, matanya perlahan mulai tertutup. Dia terlelap.
Untung saja dengan cepat Caesar berpindah tempat duduk tepat di sebelah Bella lalu menawarkan pundaknya. Dia merasa lega karena Bella tahu dia tidak menginginkan perjodohan ini terjadi. Bella memahaminya ingin bebas menyusuri satu pulau Altis yang merupakan keinginan terbesarnya sebelum berpikir untuk menikah. Membayangkan bagaimana menyusuri padang ilalang, hutan, mendaki gunung atau menyeberangi sungai dan danau seperti yang diceritakan kakek Ryu, guru yang mengajarkannya memanah dan berkuda. Waktu masih muda, kakek Ryu memang pernah berkelana bersama raja Kerk, ayah dari raja Ermolo, atau kakek Caesar sendiri. Perjalanannya yang panjang itu diceritakan kepada Caesar, dengan seingatnya karena kakek Ryu saja karena kakek Ryu sudah berusia seabad lebih dua tahun.
Beberapa jam kemudian, malam bukan semakin larut lagi, tapi sudah menjelang pagi dan perlahan langit mulai cerah. Tiba-tiba terdengar suara amukan dan teriakan dari dalam kerajaan membuat Caesar membangunkan Bella dengan pelan.
Beberapa saat setelah itu, muncul puluhan beruang raksasa yang memporak-porandakan kerajaan. Seeekor beruang terlihat merusak tanaman di taman.
“Bella, kamu harus pergi dari sini!”
“Tapi—“
“Sekarang!”
Bella berlari setelah memberikan salam perpisahannya untuk Caesar yang saat ini berjuang memainkan pedangnya untuk melawan seekor beruang.
Saat beruang yang dihadapi Caesar tak bernyawa lagi, Caesar berlari ke dalam kerajaan dan mendapati ayahnya terluka parah “Lari Sar! Pergilah ke kakek Ryu dan minta petunjuk kepadanya untuk pergi ke Tenggara.”
Caesar mengangguk dan terus berlari menyusuri rumah penduduk yang sudah porak-poranda, dia menyelamatkan dirinya sendiri setelah melihat di depan matanya bagaimana belasan beruang gunung menerkam ayahnya, Raja Ermolo dengan beringas. Sementara kakaknya yang muncul bersamaan di pintu dan menyuruh beruang-beruang mengejarnya.
Keluarga Bella Abbon sudah pergi jauh-jauh dengan kuda mereka, tak peduli tentang perjodohan, memilih memikirkan diri mereka sendiri, bagi Abbon masih banyak pangeran yang ingin menikahi Bella meski bukan seperti Caesar yang permata. Tidak ada lagi strata keluarga kerajaan tertinggi selain keluarga yang menguasai satu pulau Altis, tetapi itu dulu, sekarang tidak lagi.
¶¶¶¶¶
Kakek Ryu yang pulang berlaut kaget bukan main setelah dia mendengar jeritan-jeritan dari rumah-rumah penduduk yang saling bersahutan.
Dia menggeser perahunya menepi tanpa peduli dengan ikan hasil tangkapannya. Namun sesaat setelah dia menggeser perahunya, dia melihat lima anak laki-laki dengan pakaian kusut-kusut terdampar. Sejenak dia melupakan jeritan penduduk dan mengambil gerobak kayunya (yang betul-betul semuanya terbuat dari kayu bahkan bannya sekalipun) tepat di belakang rumahnya, kebetulan rumahnya berada di pinggir pantai.
Setelah itu dengan hati-hati kakek Ryu mengangkat anak-anak malang itu satu persatu dan membungkusnya dengan daun-daun lebar agar para penduduk tidak melihatnya.
Saat urusan membaringkan anak-anak terdampar itu di rumah sudah beres, kakek Ryu keluar dan pergi ke kerajaan. Pikirannya saat ini adalah semoga Caesar baik-baik saja, karena baginya Caesar sudah dianggap seperti cucu sendiri, karena kakek Ryu tidak memiliki keturunan dan tinggal sendirian setelah istrinya meninggal empat tahun lalu.
Dengan terengah-engah Caesar menemukan kakek Ryu. "Syukurlah." Caesar memegang kedua lututnya. "Kek Ryu, semua anggota kerajaan sudah diterkam beruang-beruang itu. Kakak yang menjadi dalang dibalik semua ini."
"Benarkah? Ah sudah kuduga dia pergi ke hutan, melakukan eksperimen untuk mengudeta kerajaan. Begini saja Nak, susuri perjalanan ke arah barat. Kakek ingin menyelesaikan banyak urusan dulu. Ingat satu hal, ada lima tantangan yang akan kau hadapi/"
"Tapi kek."
"Pergilah! Masa depan kerajaan ada di tanganmu."
“Kakek akan menyusul kan?”
Sayangnya pertanyaan itu tidak terjawab, dengan pasrah Caesar pergi menunggangi kudanya yang sudah ada di gerbang sedari tadi.