Petualangan Seru Yoga
Hari sabtu bagi semua orang adalah hari bahagia. Weekend dan libur hari minggu menjadi hal yang luar biasa. Acara berlibur, kencan atau hanya sekedar jalan jalan. Siang itu yoga sepulang kerja hendak berkeliling di kota yang baru sebulan dia singgahi, pindah pekerjaan karena promosi jabatan. Dia tinggal sementara waktu di kontrakan. Walau rindu anak dan istrinya dia masih bertahan di perantauan. Dia hendak mengenal kota itu dengan berkendara seorang diri. Berkeliling yang di sekelilingnya masih banyak tanah pertanian, perkebunan dan juga perbukitan. Melewati persawahan dia berhenti dan berfoto dengan pemandangan yang jarang dia lihat di perkotaan. Keasyikannya membuat dia lupa bahwa bahan bakar kendaraan sudah menipis. Benar saja kekhawatirannya terjadi. Yoga kehabisan bahan bakar. Dia terlalu asyik melihat pemandangan sekitar padahal banyak penduduk yang berjualan bahan bakar eceran di sepanjang perjalanannya. Dia pun opttimis di perkampungan berikutnya dia bisa menemukan penjual bahan bakar. Yoga turun dari kendaraan dan menuntunnya dengan santai.
Seorang petani sedang menikmati makan siangnya menegur.
"Kenapa mas? " Serunya.
"Kehabisan bensin pak" Jawab yoga dengan sopan.
"Tunggu mas, saya bantu dorong" Ucap pria itu tergesa gesa menyimpan sisa makan siangnya. Yoga berhenti menunggu bantuan pria itu. Pria itu pun langsung menstater motor tua nya yang parkir di bawah pohon. Berbelok arah dan mendampingi yoga.
"Mari pak, saya bantu dorong" Katanya.
"Eh gimana dorongnya pak? Bapak naik motor! " Ucap yoga.
Pria itu tersenyum melihat ketidaktahuan yoga cara mendorong motor dengan naik motor.
"Mas naik motornya dengan sedikit mendorong dengan kaki, nanti saya dorong dari belakang" Terang pria itu. Yoga masih bengong dan bingung lalu Pria itu pun turun dan mengajarinya.
"Gini mas" Ucap pria itu menaiki motor yoga dan mendorong dengan kaki kirinya berjalan beberapa langkah kedepan.
"Ohh gitu" Kata yoga setelah pria itu turun dan menyerahkan motor ke yoga.Yoga mulai paham dan bisa mengendalikan laju motor di dorong dari belakang. Jaraknya mungkin satu kilo lebih terlihat perkampungan dengan adanya sebuah gapura melengkung di tengah jalan. Dan ada sebuah toko menjual bensin eceran. Yoga lalu berhenti setelah pria tadi melepas pijakan kakinya mendorong. Tepat di depan toko yoga berhenti.
"Bensin bu" Kata yoga setelah melihat penjual di dalam.
"Berapa mas?" Kata ibu itu.
"Penuhin aja bu" Kata yoga.
Hampir tiga botol bensin dengan sisa hampir separonya.
"Sisa ne pripun mas" Tanya ibu.
"Nggak apa apa bu, berapa? " Jawab yoga.
"Tiga puluh ribu mas" Jawab ibu.
Yoga membayar dengan uang lima puluh ribuan. Menunggu kembalian dia mendekati pria itu.
"Terimakasih pak bantuannya" Kata yoga menyalaminya dan menyelipkan uang sepuluh ribuan.
"Eh mas, nggak usah" Kata pria itu.
"Nggak apa apa pak, bapak sudah bantu saya" Jawab yoga.
Yoga mulai paham dan bisa mengendalikan laju motor di dorong dari belakang. Jaraknya mungkin satu kilo lebih terlihat perkampungan dengan adanya sebuah gapura melengkung di tengah jalan. Dan ada sebuah toko menjual bensin eceran. Yoga lalu berhenti setelah pria tadi melepas pijakan kakinya mendorong. Tepat di depan toko yoga berhenti.
"Bensin bu" Kata yoga setelah melihat penjual di dalam.
"Berapa mas?" Kata ibu itu.
"Penuhin aja bu" Kata yoga.
Hampir tiga botol bensin dengan sisa hampir separonya.
"Sisa ne pripun mas" Tanya ibu.
"Nggak apa apa bu, berapa? " Jawab yoga.
"Tiga puluh ribu mas" Jawab ibu.
Yoga membayar dengan uang lima puluh ribuan. Menunggu kembalian dia mendekati pria itu.
"Terimakasih pak bantuannya" Kata yoga menyalaminya dan menyelipkan uang sepuluh ribuan.
"Eh mas, nggak usah" Kata pria itu.
"Nggak apa apa pak, bapak sudah bantu saya" Jawab yoga.
"Nggak usah mas, saya nunggu mas malah mau ajak mas mampir dulu ke rumah saya"
"Monggo pinarak riyen, mas pasti belum makan juga to" Kata pria itu.
"Udah kok pak tadi siang" Jawab yoga berbohong.
"Ah mas bohong, mampir dulu ngopi ngopi mas. Panas panas begini di jalanan. Ngiyup sik monggo" Kata pria itu.
Yoga semakin sungkan karena sudah di tolong dan menolak uang terimakasih malah menolak tawaran mampir ke rumahnya. Dengan sopan yoga pun mengiyakan tawaran pria itu.
"Iya pak, monggo" Jawab yoga yang sedikit tahu kata monggo.
"Ini mas kembaliannya" Kata ibu penjual.
"Terimakasih bu"
"Njih mas, sami sami" Jawab ibu itu.
Yoga mulai menstater motornya. Awalnya agak susah di coba beberapa kali baru menyala. Pria yang menunggu langsung melaju pelan pelan mendahului yoga. Yoga mengikuti laju kendaraan pria itu. Masuk sebuah gang ke perkampungan dan belak belok beberapa kali baru sampai di depan rumahnya.
Rumah dengan kebon dan halaman luas. Rumah dengan model jawa kuno masih terawat rapi dan bersih.
Pria itu turun dan mempersilahkan yoga untuk masuk.
"Monggo mas, pinarak"
"Maaf gubuknya jelek dan kotor" Kata pria itu.
"Nggak juga pak, nggak apa apa" Jawab yoga.
"Masuk mas, jangan di luar" Kata pria itu. Memang kursi tamunya berada di dalam ruang besar di tengah tengah. Di teras hanya ada bangku kayu panjang yang hendak yoga duduki.
"Permisi, assalamualaikum" Ucap yoga.
"Walaikumsalam, monggo pinarak" Kata pria itu mempersilahkan yoga duduk.
"Bentar ya mas, tak resik resik riyen" Kata pria itu.
"Iya pak, monggo" Jawab yoga sopan. Pria itu masuk ke belakang dan kembali beberapa menit kemudian dengan handuk melilit di pinggangnya. Yoga memperhatikan tubuh pria itu yang gelap dan kuat. Kurus tapi berisi dengan perut datar dan kencang. d**a yang bidang dan bulu d**a di sekitar p****g dan pusarnya. Otot otot lenganya menyembul dan berlekuk. Dan di lihatnya bentuk lekukan di tonjolan handuk yang melilit pinggangnya. Menggantung batang k****l yang besar. Yoga membayangkan k****l yang belum ngaceng saja sudah sebesar botol kecap. Bagaimana kalo sudah ngaceng tuh. Batin Yoga.
Pria itu tidak mengetahui bahwa yoga sedang mengamatinya. Pria itu bahkan dengan santainya mengambil kaos dan celana kolor nya yang tergantung di tiang rumah. Memakai kaosnya lalu memakai celana kolornya tanpa sungkan. Sekilas yoga melihat k****l besarnya saat handuk tersingkap. Yoga semakin heran. Busyet nih pria mancing gairah aja, ganti baju nggak di kamar dan nggak pake sempak pula. Selesai mengenakan kaos dan celana kolor pria itu berjalan ke arah luar rumah.
Pria itu keluar rumah dan menjemur handuknya di tiang bambu sebagai jemuran. Lalu masuk kebelakang lagi. Beberapa menit kemudia keluar membawa nampan dengan dua cangkir kopi.
Selesai menaruh kopi dia duduk. "Silahkan mas di minum" Pria itu sopan.
"Iya pak, terimakasih" Jawab yoga.
"Mas mau kemana to?" Tanya pria itu.
"Saya cuma jalan jalan aja pak, pengen mengenal kota ini" Jawab yoga.
"Lha mas dari mana?"
"Saya dari jakarta pak"
"Naik motor dari jakarta kesini?" Pria itu kaget melongo mendengar jawaban yoga.
"Hehehe nggak pak, maksud saya. Saya tinggal di jakarta. Di sini saya pindah pekerjaan".
" Dan saya di kota ini tinggal nya di pusat kota" Terang yoga.
"Oh, kirain dari jakarta motoran mas" Kata pria itu paham lalu tertawa.
"Nggak pak, dari jakarta naik bus kok" Jawab yoga.
"Mas namanya siapa?" Tanya pria itu.
"Yoga pak, bapak sendiri namanya siapa?" Tanya balik yoga.
"Kebetulan namanya kok sama, tapi saya biasa di panggil tri, tri prayoga" Jawab tri terkekeh.
"Hehehe berjodoh kita pak" Jawab yoga.
"Kayak apa aja mas berjodoh" Jawab tri.
"Eh maksud saya, berjodoh nama sama kebetulan bapak bantu saya dan dengan kebaikan bapak kita dah akrab nambah persaudaraan" Jawab yoga kikuk.
"Hehehe mas bisa aja, berjodoh dan rejeki tak jauh beda ya mas, hehehe" Guyonan tri membuat suasana mencair dan nyaman.
"Iya pak, terimakasih banyak tadi membantu saya" Kata yoga sedikit sungkan.
"Iya mas, jangan banyak terimakasih nanti saya bayar nya nggak sanggup hehehehe" Canda tri lagi.
"Ah bapak bisa aja".
" Bapak tinggal sendiri?, kok sepi? " Tanya yoga.
"Enggak mas, istri saya sedang ke rumah bapaknya, beliau sedang sakit. Anak anak juga ikut ibunya" Jawab tri.
"Kok bapak nggak ikut" Tanya yoga.
"Kalo ikut pasti nggak bisa nolong mas yoga, hahaha" Tri tertawa.
"Ah bapak bisa aja" Yoga sedikit malu.
"Nggak mas bercanda, nggak enak rumah di tinggal kosong. Dan saya juga banyak kerjaan di sawah" Jawab tri.
"Iya pak" Kata yoga sambil meraih cangkir kopi. Sejak tadi haus di tahannya.
"Diminum ya pak"
"Njih monggo"
"Haus mas? "
"Huhuk... " Yoga tersedak.
"Eh maaf mas"
"Nggak apa apa pak"
"Pelan pelan mas minumnya, panas. Kayak kehausan aja minum langsung banyak gitu"
"Saya ambilkan air putih dulu ya" Kata tri berdiri lalu belakang dan kembali membawa gelas berisi air putih.
"Di minum dulu mas"
"Terimakasih pak" Kata yoga meminum setengah isi gelas itu.
"Maaf ya mas, tadi bercanda malah mas tersedak" Kata tri merasa bersalah.
"Nggak apa apa pak" Jawab yoga.
Tri mengeluarkan rokok nya lalu mulai menyalakan sebatang rokok. Dengan santai dan menghisap asap rokoknya dalam dalam. Lalu menghembuskan keluar.
"Mas sudah lihat waduk XXXX belum?" Tanya tri.
"Belum pak"
"Emang ada waduk disini? " Tanya yoga.
"Ada mas, biasanya sore nanti banyak orang yang bersantai di sekitar waduk. Maklum malam minggu banyak juga yang pacaran" Terang tri.
"Wah pasti asyik pemandangannya" Ucap yoga.
"Iya mas, bagus. Kalo malam banyak yang mancing" Terang tri.
"Mas suka mancing?" Tri bertanya pada yoga.
"Nggak begitu pak" Jawab yoga.
"Mas mau kesana? Saya anterin! " Tri menawarkan diri menemani yoga.
"Boleh pak, sekalian dah sampai sini" Jawab yoga senang.
"Ya mas, biar agak sorean. Biar ga panas di jalan" Kata tri.
"Ya pak" Ucap yoga.
Yoga tanya tanya seputar perkampungan dan kota yang sebulan ini dia tinggali. Tak terasa rokok yang di hisap tri sudah hampir habis di ujung. Tri langsung mematikan sisa rokok itu lalu berdiri.
"Sebentar ya mas, ganti baju dulu" Ucap tri. Tri masuk ke dalam kamar dan keluar mengenakan celana jeans biru dan kaos yang sama tadi dia kenakan.
"Pake motor mas aja ya! " Kata tri.
"Iya pak, tapi bapak di depan ya soalnya saya tidak tahu jalan" Jawab yoga sambil menyerahkan kunci motornya.
Tri memasukkan motornya dan lalu mengunci pintu rumahnya.
"Nggak pakai helm pak?" Kata yoga.
"Nggak usah, nggak jauh dan lewat jalan kampung. Nggak ada polisi" Ucap tri.
Yoga diam saja lalu naik di jok belakang tri. Tri langsung tancap gas melaju dengan kecepatan sedang. Sehingga yoga bisa menikmati pemandangan perkampungan dengan perkebunan dan persawahan.
Jalan kampung kadang ada yang rusak dan belum di aspal mulus layaknya di kota. Sehingga jalannya kendaraan bergoyang goyang. Yoga mulai mencari pegangan agar seimbang dan nggak jatuh. Mulanya berpegangan pada handle di belakangnya. Setelah melewati perkebunan tiba tiba jalanan menanjak. Tri menarik tarikan gas dengan kencang sehingga yoga sedikit terjengkang dan tangan reflek memegang perutnya tri.
"Eh maaf pak" Ucap yoga.
"Nggak apa apa mas, pegangan aja biar ga jatuh" Balasnya.
Setelah melewati tanjakan dan jalan mulai datar dan lurus tiba tiba berbelok dan menurun. Yoga kembali tidak siap akhirnya melorot mendorong tri kedepan. Tri dengan kuatnya menahan beban tubuh yoga.
Lagi lagi reflek tangan yoga menahan agar tidak mendorong tri menopang di paha nya. Karena keadaan tidak memungkinkan jari yoga menyentuh bagian k****l tri yang membulat di bagian atas paha. Secara yoga langsung menggesernya sungkan kepada tri. Tiba tiba saja yoga merasa kontolnya ngaceng menyentuh bagian p****t tri. Dan dadanya menempel di punggung tri yang datar dan lebar.
Sore itu udara sangat panas, walaupun tri tidak mengenakan jaket ternyata tri berkeringat. Punggung yang di sandari oleh yoga basah oleh keringat. Mungkin juga hawa panas kedua tubuh pria itu yang membuatnya berkeringat. Tangan yoga yang berpegang pada perut tri juga merasakan basah oleh keringat di bagian pusarnya. Yoga termenung tidak menikmati pemandangan sekitar. Pikirannya melayang tentang sosok tri yang membuatnya ngaceng dan b*******h. Dia berpikir apakah karena lama tidak berhubungan dengan istrinya hingga gairahnya memuncak. Tetapi kenapa harus dengan pria seperti tri. Dia hanya mengambil kesempatan tanpa peduli itu salah atau tidak. Dia mengikuti arus perasaan dan kegairahannya saja.
Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya. Dan itu yang yoga rasakan dan menikmatinya. Toh dia bebas di kota yang belum begitu banyak orang kenal denganya. Merasa aman dengan privacynya. Dia terus membayangkan kehangatan pelukan yang saat ini dia rasakan. Hingga beberapa menit kemudian tampak kilauan cahaya terpantul dari air yang luas. Sudah banyak orang orang di sekitarnya. Yoga melepas pegangannya. Sebenarnya yoga enggan untuk melepas tapi keadaan yang tidak memungkinkan. Dia bergeser mundur kebelakang. Namun saat mundur kebelakang tri pun menggeser duduknya kebelakang hingga pantatnya kembali menempel di kontolnya yang masih ngaceng.
Tri berjalan di tepian waduk dengan pelan dan santai. Kanan kiri jalan banyak orang, dari anak kecil hingga orangtua. Muda mudi berpacaran di sekitarnya. Waduk itu sangatlah luas. Tri terus melaju mengitarinya hingga hampir di ujung jalan, selebihnya jalan setapak namun bisa di lalui dengan kendaraan motor. Tri terus melaju dan berhenti di sebuah tempat reruntuhan, sepi dan lapang. Bisa melihat pemandangan waduk seluas luasnya. Bahkan deburan airnya dekat dengan area lapang. Bisa untuk menyentuh airnya. Airnya bening dan bersih dari sampah. Hanya sampah daun dan batang yang hanyut dari hulu sungai.
Yoga menikmati keindahan itu dan segera mengambil moment itu dengan kameranya. Tri yang sudah bermain air mencuci tangan di tepian waduk lalu melepas kaosnya. Yoga melihatnya dari belakang dan lalu mengabadikan moment setengah telanjang tri dari belakang. Lalu tri melepas celananya hingga telanjang.
"Ayo mas, kita mandi" Ajak tri.
Yoga melotot melihat tri yang sudah telanjang tanpa satu helai benang. Benar saja k****l tebal mengantung gemulai indah dengan j****t j****t lebatnya.
"Mas, kok bengong. Ayok mandi" Ucap tri dengan kencang membuyarkan lamunan yoga.
"Eh nggak pak, malu" Jawab yoga.
"Malu kenapa mas, disini sepi"
"Dan aman kok, area sini dangkal"
Tri mendekat tanpa malu yang sudah telanjang.
"Nggak usah malu mas, sama sama laki ini. Disini dah biasa mas laki sama laki mandi bareng telanjang" Kata tri menarik tangan yoga.
(Iya bapak nggak malu) batin yoga nyengir.
"Ayok mas, seger airnya" Bujuk tri.
"Eh iya pak, sebentar" Jawab yoga menaruh tas dan melepas jaketnya. Tri menunggu dengan berjongkok di tepian waduk. Bermain air dengan tangan menyiprat kan ke arah tak jelas. Yoga sudah melepas semua pakaiannya kecuali sempak hitamnya.
"Loh kok masih pake cawet mas, basah loh nanti" Kata tri.
"Nggak apa apa pak" Lirih yoga.
"Ntar kedinginan loh, kan ga bawa gantinya" Kata tri.
"Nggak apa apa pak" Sahut yoga mendekat ke arah tri.
Tri langsung menceburkan diri dan lalu berenang kesana kemari. Yoga masih berdiam diri lalu melangkah pelan pelan masuk ke dalam waduk. Berjalan mendekati tri yang melambaikan tangan untuk mengajak masuk lebih dalam. Tri berada sekitar 10 meter dari tepian dengan kedalaman setinggi dadanya. Yoga mendekat pelan pelan dan mulai menyelam. Yoga sudah di samping tri yang memandang ke arah tengah waduk. Yoga iseng iseng menyipratkan air ke muka tri.
"Eit" Kata tri kaget.
"Jangan melamun pak" Kata yoga.
"Nggak mas, melihat karamba di tengah itu"
"Kalo malam mancing di situ enak mas, tenang santai" Ucap tri.
"Kesananya caranya gimana?" Kata yoga.
"Pake sampan itu mas" Kata tri sambil nunjuk ke arah sampan yang terikat di sebuah tonggak. Yoga baru sadar disana ada sampan.
"Boleh naik sampan itu pak?" Tanya yoga.
"Boleh, mau coba?" Tantang tri.
"Ya pak, pengen naik sampan" Kata yoga.
Tri berjalan ke tepian dan di ikuti oleh yoga.
Yoga selalu menatapi tubuh tri yang ideal dan yang menarik bagi dirinya adalah k****l besarnya. Bentuk dan warna yang sesuai dengan warna kulit tubuhnya. Bentuk sunat yang rapi, j****t yang lebat, kepala k****l sedikit pink warnanya. Tri melepas tali sampan lalu melemparkannya dalam sampan.
"Sini mas, naik dulu" Kata tri.
Yoga naik dan duduk di ujung seberang tri.
Tri naik kemudian setelah yoga duduk, dan duduk di ujung seberang yoga. Berdua saling berhadapan. Tri mulai mendayung sampan pelan pelan ke tengah.
Yoga terpesona melihat tri duduk dengan k****l bergelanyutan, tergantung dengan indahnya. Bentuk paha yang kekar, bentuk perut yang datar dan keras ada garis kotak kotak. Otot lengan yang pada bulat di hiasi otot otot yang menjalar hingga ke ujung tangannya.
Tubuhnya semakin seksi karena adanya air yang membasahinya. Membentuk kristal kristal air yang terpantul dari cahaya sore yang sudah mulai berwarna jingga.
Andaikan yoga membawa hapenya mungkin dia akan memotret pemandangan hasil karya seni yang indah ciptaan Tuhan. Yoga benar benar menikmati keindahan dan kesempurnaan.
"Kenapa mas senyam senyum" Kata tri membuyarkan lamunannya.
Tri tersenyum dan cuek.
Itu juga yang membuat yoga luluh, senyum manis dengan kumis tipis, dan sikap cuek seolah tak peduli. Tetapi kebaikan dan kepedulian sesama orang lain sangat lah tinggi. Yang di maksud tidak peduli adalah dia tak tahu atau memang ga peduli bahwa dirinya telanjang dan di awasi dengan benih benih gairah yang yoga rasakan. Sampai yoga malu menutupi kontolnya yang ngaceng menyundul kain sempak hingga kelihatan jelas bentuknya. Tapi tri pun tak pernah melihat ke arah kontolnya. Itulah sikap cuek dan tidak peduli dengan alat vital orang lain, apalagi yoga yang ngaceng berat di hadapannya.
Yoga tidak menikmati indahnya sore itu. Warna jingga di ufuk barat terpantul jelas di kilauan air yang beriak riak di terpa angin. Di kejauhan orang orang yang berada di tepian waduk ada yang kembali pulang. Burung burung terbang melintas menuju kembali ke sarang. Ikan ikan mulai berenang di permukaan. Melahap makanan disekitarnya sebelum malam menjelang. Mata yoga masih terpaku tentang seni keindahan yang lebih indah di bandingkan alam sekitarnya. Setiap detail tubuh tri di amatinya. Dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Bentuk jari jempol kakinya yang membuatnya suka. Persis seperti bentuk kepala kontolnya. Bulu bulu kaki dan pahanya. Bulu bulu tangan yang samar samar tapi ada. Bulu ketiak yang tebal dan rimbun seperti semak semak. Dan akhirnya yoga tersentak kedorong ke depan saat sampan menabrak karamba. Karena ketidaksiapannya, akhirnya yoga terjatuh ke air.
Yoga yang sebenarnya bisa berenang karena kaget dan shock yoga tenggelam tidak bisa menguasai dirinya untuk tenang. Ketakutannya akan tenggelam malah membuatnya semakin tenggelam. Tri kaget melihat yoga terjatuh dan tenggelam langsung melompat ke air untuk menyelamatkannya. Tri berhasil meraih yoga dan menenangkannya.
"Mas, tenang mas"
"Pegangan pundakku mas" Kata tri. Tri berenang sambil menggendong yoga.
Yoga lemas kehabisan tenaga dan banyak menelan air waduk. Dia bersandar di pundak tri.
Akhirnya tangan tri menyentuh pinggir keramba.
"Mas pegangan bambunya" Kata tri. Yoga memegang bambu dan menopang tubuhnya agar tidak tenggelam lagi. Tri dari belakang mendorong yoga naik ke atas. Setelah yoga di atas karamba langsung jatuh terlentang.
Tri langsung naik ke atas keramba. Memegangi wajah yoga yang pucat.
"Mas nggak apa apa? " Tanya tri.
"Nggak apa apa pak, cuma lemes aja" Jawab yoga.
Tri keliatan sedikit terguncang dan panik. Dia melihat sampannya menjauh karena dorongan angin dan air berombak kecil.
"Mas tunggu disini ya, saya ambil sampan yang hanyut" Kata tri.
Tri berdiri langsung nyemplung dan berenang ke arah sampan. Setelah itu dia dia menarik sampan ke arah keramba dan mengikatkannya pada bambu.
Tri kembali ke yoga yang masih terlentang.
"Mas duduk, yuk kita pulang" Kata tri.
Yoga berusaha bangun tapi nggak kuat. Tri membantu menopang dengan memegang pundaknya dan lalu menahannya dengan lengan dan juga paha. Yoga terduduk dengan kaki selonjor lalu muntah air.
"Woek"
Tri menepuk nepuk punggung yoga dan memijit mijit lehernya.
Tri berdiri dan menarik sampan agar mendekat. Tri memeluk punggung yoga dan mengangkatnya.
"Pelan pelan mas" Kata tri saat kaki yoga akan melangkah di atas sampan. Setelah yoga naik dan duduk di tengah tengah, tri menyusul naik. Duduk di belakang yoga dan menyenderkan yoga di dadanya. Yoga masih terkulai lemas hanya diam dan pasrah.
Yoga memandangi tri dari bawah menatap bawah paniknya. Sesekali tri menengok yoga lalu fokus mendayung sampannya hingga makin lama semakin dekat ke pinggiran. Matahari sudah hampir tenggelam. Sinar jingga mulai hilang.
Sampan menepi dan tri segera turun mengikat sampan di tiang bambu. Dia mendekat ke arah yoga dari depan. Memeluknya dan mengangkatnya ke atas. Yoga berpegangan pada leher tri dan memeluknya erat. Berdua berdiri saling berpelukan dan tri langsung menggendongnya seperti menggendong anaknya. Lalu menurunkan yoga di tempat pakaian mereka di lepas. Tri segera mengambil celana dan baju yoga, memakaikannya. Tri segera mengenakan celana dan kaosnya. Dia menenteng sepatu nya yoga lalu menaiki motor dan menstaternya.
"Ayo mas, naik. Bisa nggak?" Kata tri.
"Bisa mas" Jawab yoga lemah dan naik duduk di belakang tri.
"Pegangan mas, peluk yang kuat ya"
"Jangan tidur klo mau berhenti bilang aja" Kata tri.
Yoga nurut apa kata tri tadi.
Yoga semakin lemas dan ngantuk.
"Mas, jangan tidur ya" Kata tri.
Yoga hanya mengangguk.
Tri berhenti di sebuah warung makan.
"Mas, kita minum air hangat dulu" Kata tri.
Yoga turun dan tri pun segera membopongnya ke dalam warung.
"Kengeng nopo mas" Kata ibu penjual warung.
"Mboten nopo nopo yu, mase kecapean" Kata tri.
"Teh anget nggih bu, sama soto" Kata tri.
"Pinten mas?, kaleh?" Kata si ibu.
"Njih bu" Kata tri.
Seorang bapak tua mendekat.
"Demam iki mas, kerokin ya! " Kata bapak tua tadi.
"Mas" Kata tri.
Yoga yang lemas tertelungkup tangan di meja mendongak.
"Mas masuk angin, di kerokin sebentar ya! " Bujuk tri.
Yoga hanya mengangguk.
Tri segera membuka jaket dan baju yoga.
Bapak itu adalah suami dari ibu penjual di warung. Masuk ke dalam mengambil balsem dan coin buat kerokan. Yoga di kerik punggungnya, garis garis merah berjejer rapi di punggungnya dan di lehernya. Teh hangat dan soto sudah di sajikan di meja.
Selesai kerokan yoga di suruh untuk minum teh hangat.
"Diminum mas! " Kata tri.
Yoga meminum tehnya, seketika sedikit ada tenaga untuk duduk.
"Makan mas, kayaknya mas belum makan siang ya? " Kata tri.
Yoga hanya tersenyum simpul.
Tri menyuapkan nasi soto ke mulut yoga. Karena masih lemas dan malas bergerak hanya sekedar makan. Yoga menerima suapan dari tri. Untuk beberapa kali suap.
"Udah pak" Kata yoga.
"Belum habis mas, baru sedikit" Kata tri.
"Ya pak, nanti saya makan sendiri" Kata yoga.
Kemudian tri memakan sotonya sendiri. Tri sudah tenang dan tidak sepanik tadi di waduk.
Yoga melanjutkan makannya sedangkan tri sudah selesai makan dan sedang menghisap rokoknya. Tri sambil mengobrol dengan ibu dan bapak penjual di warung. Yoga yang tidak paham obrolan mereka hanya mendengar dan diam. Hanya sedikit kosa kata yang dia tahu tetapi tidak paham apa yang di bahasnya. Sudah hampir satu jam.
"Pak tri, pulang yuk"
"Saya bisa kemaleman sampai kota" Kata yoga.
Tri langsung mengiyakan dan membayar semua pesanan.
"Mas sudah baikan?" Tanya tri yang hendak menuntunnya.
"Udah mendingan pak" Jawab yoga.
Tri memegangi lengan yoga berjaga jaga yoga jatuh. Yoga berjalan pelan pelan dan kekuatannya sudah kembali pulih.
Tri dan yoga melanjutkan perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, yoga nggak segera turun.
"Nggak turun mas? "
"Istirahat disini dulu, biar pulih" Ajak tri.
"Nggak usah pak, ngerepotin"
"Mas belum pulih, takut kenapa napa di jalan" Kata tri.
"Nggak apa apa kok pak, saya masih kuat. Keburu malam pak" Jawab yoga.
"Mas nggak boleh gitu, nginep semalam aja dulu disini. Saya kawatir di jalan mas kenapa napa"
Yoga diam saja mempertimbangkan, ada benarnya juga apa yang tri ucapkan. Dia belum pulih 100%.
"Yaudah mas, saya nggak maksa. Mas pasti nggak nyaman tinggal di gubuk seperti ini" Kata tri sedikit tersinggung.
"Eh nggak gitu pak, maaf" Kata yoga kikuk.
"Saya nggak enak aja ngerepotin bapak terus tadi" Jawab yoga.
Tri langsung turun dan memasukkan motor ke teras. Membuka pintu rumah dan memarkirkan motor yoga di samping motor buntutnya.
Lalu keluar dan menggandeng tangan yoga yang masih berdiri di luar.
"Pokoke mas nginap dulu, udah gelap jalanan sepi dan mas belum pulih" Kata tri sedikit kencang. Yoga menurut aja di tarik tangannya dan masuk rumah.
"Celana mas basah, pake aja celana ku sementara. Kalo mas mau"
"Ntar biar nggak masuk angin" Kata tri.
Masuk ke kamar dan mengambil celana kolornya. Yoga menerimanya lalu melepaskan celana dan berganti celana kolornya tri. Sementara itu tri kembali ke kamar merapikan kamarnya. Tri juga membawa kaos buat yoga ganti bajunya.
"Ganti bajunya juga mas, biar longgar" Kata tri.
Tri meninggalkan yoga masuk ke belakang.
Tri keluar membawa gelas teh anget dan menyuguhkan ke yoga.
"Diminum dulu mas, sebelum istirahat" Kata tri.
"Ya pak, terimakasih" Kata yoga.
Setelah yoga minum teh nya duduk dengan santai dan bersender di kursi.
"Mas tidur dulu aja di kamar" Kata tri. Menarik tangan yoga lagi. Yoga hanya nurut dan mengikutinya. Yoga langsung di suruhnya naik di atas kasur. Dan rebahan, matanya terpejam.
Tri memijit kaki yoga.
"Nggak usah pak" Kata yoga.
"Dah nggak apa apa mas, salahku juga membuat mas seperti ini" Kata tri merasa bersalah.
"Nggak pak, aku yang teledor tadi"
Yoga lalu diam dengan mata terpejam. Tak berapa lama tri melepas celana jeans nya dan kaosnya berganti mengenakan celana kolor tanpa kaos. Telanjang d**a duduk di samping yoga lalu memijitnya lagi.
Lima belas menitan tri memijit yoga hingga yoga tertidur. Tri duduk di kursi depan menyalakan rokoknya dan menghisap dalam dalam asap rokoknya. Tak lama menghabiskan sebatang rokok tri lalu masuk kamar dan naik ke atas kasur dan tidur di sebelah yoga. Tri memeluk yoga dan lalu tertidur. Keduanya tidur pulas karena kelelahan. Tengah malam tiba tiba hujan. Suara gemerisik air hujan membuat yoga terbangun. Dia masih di peluk oleh tri. Kaki tri menyilang di atas kakinya dan tangannya merangkul di dadanya. Seketika k****l yoga ngaceng dibawah lutut tri.
Wajah tri menempel di telinga yoga . Dengkuran pelan terdengar, hembusan udara hangat keluar dari hidungnya. Lengan yoga di bawah dadanya tri, hangat rasanya tubuh pria itu. Tangannya berada tepat di k****l tri menggantung lemas. Yoga lalu memiringkan badan berhadapan dengan tri. Di pandangnya lekat lekat wajah pria yang begitu baik padanya. Yoga mencium pipinya dan hidungnya. Rasa sayang yoga akan kebaikan tri berikan sangatlah membuat nya nyaman. Seolah olah yoga jatuh cinta padanya. Yoga mendekat kan wajahnya dan menempelkan bibirnya di bibir tri. Di gerakkan bibirnya pelan pelan.
Yoga menggeser tangan tri ke atas kepalanya. Dan tangan kanannya merangkul di pinggang tri. Kaki kiri tri yang menindih kaki yoga sekarang di jepit yoga dengan kedua pahanya. Kaki kanannya menyilang di atas paha kaki tri. Tangan tri masih menyentuh k****l tri yang hangat.
Yoga kembali mendekatkan bibirnya. Kenyal dan dengan sedikit kasar. Aroma rokok tercium oleh yoga. Yoga semakin b*******h dengan kehangatan. Di lumatnya bibir tri pelan pelan dan berulang ulang. Yoga merasakan deg deg an di jantungnya. Berdetak begitu cepat nya.
Tri masih tertidur lelap tak bergerak sama sekali setiap yoga melumat bibirnya. Tangan yoga merasakan k****l tri menyentuh tangannya. Terdorong benda yang makin lama mengeras. Yoga memegang dan merabanya. Tri sudah terangsang dengan ereksi di kontolnya. Besar dan keras ukuran kontolnya. Namun tiba tiba tri terbangun dan kaget bibirnya di lumat oleh yoga.
"Mas? " Teriak tri.
Tri mendorong yoga dan pelukannya terlepas. Tri lalu bangun dan turun dari kasur. Keluar kamar meninggalkan yoga terlentang di kasur seorang diri.
Yoga merasa takut dan hampir menangis karena malunya. Tri keluar tak kunjung kembali ke kamar. Tri menyesal telah melakukannya. Dia lalu bangun lalu keluar melihat tri sedang duduk di kursi sedang merokok.
Yoga berjalan ke kursi dimana dia meletakan tas, baju, celana dan juga jaketnya. Yoga diam menundukkan kepala tidak ingin menatap wajah tri. Rasa takut dan malu kepadanya.Yoga melepas kaos dan celana milik tri. Menggantikannya dengan celana dan bajunya. Saat hendak memakai jaket tri berdiri dan mendekatinya.
"Mas mau kemana?"
Yoga hanya diam. Berusaha tenang dan tidak berani menatap tri. Yoga hampir menangis dan di tahannya.
"Mas jangan pulang, ini tengah malam dan masih hujan" Kata tri memegangi lengannya.
"Maaf pak, saya pulang saja" Kata yoga dengan suara bergetar.Yoga berusaha tenang segera ingin pergi jauh dari rumah itu.
Hendak membungkuk mau ambil sepatu tri menariknya dan memeluknya.
"Mas, jangan nekat pulang malam ini"
"Jauh dan hujan"
"Malam minggu banyak pemuda mabuk di jalanan"
"Bahaya mas"
"Jalanan pinggir sawah belum ada lampu jalan"
"Gelap dan banyak lubang"
"Mas..." Kata tri sambil menatap yoga.
"Aku kawatir terjadi apa apa"
"Aku minta maaf jika tadi kasar sama mas" Ucap tri tak berhenti untuk membujuk yoga jangan nekat pulang.
"Nggak apa apa pak, nasibku"
"Aku berbuat yang tak senonoh dan nggak sopan tadi" Kata yoga tidak kuasa menahan tangisnya.
"Aku malu pak, aku mau pulang" Kata yoga menangis.
Tri memeluknya dan yoga hendak melepaskannya. Kekuatan tri lebih besar dari kekuatan yoga.
"Mas, jangan nangis dong"
Yoga berontak tapi sia sia.
"Mas"
"Mas" Berkali kali tri mencoba menenangkan yoga untuk berhenti nangis dan berhenti berontak.
"Udah mas, jangan di bahas"
"Besok mas boleh pulang" Ucap tri.
"Ya mas?"
Yoga lemas tak kuasa menolak malu, takut, gelisah semua bergejolak di dalam dirinya. Tri merangkulnya dan menuntunnya untuk duduk di kursi. Berdua duduk berdampingan. Yoga masih menangis seseguk an. Beberapa menit kemudian.
"Dah malam, ayo tidur mas" Kata tri menggandeng yoga menariknya masuk ke kamar. Jari tangan tri menggenggam jemari tangan yoga.
Yoga di suruhnya naik ke atas kasur. Yoga naik keatas dalam diam. Lalu rebahan menghadap tembok.
Tri menyusulnya dan rebahan di sampingnya.
Tri memeluknya dari belakang. Yoga hanya diam.
"Mas suka sama laki? " Kata tri.
Yoga hanya diam dan tidak ingin menjawab. Rasa marah dan malu kembali terombang ambing dalam dirinya.
"Mas? " Kata tri lagi.
"Nggak pak, belum pernah" Kata yoga.
"Mas kangen istri ya? " Kata tri.
Yoga diam lalu menangis lagi.
"Mas? "
"Jangan nangis dong" Kata tri.
"Aku senang ketemu mas orang kota, bisa berteman dan bersaudara dengan orang kota" Kata tri.
"Yo ngono kui mas, maklum wong ndeso punya teman orang kota koyo bangga gitu" Jelas tri.
"Mas" Kata tri menunggu reaksi yoga yang cuma diam.
Hujan sudah mulai reda hanya gerimis gerimis kecil. Selokan belakang kamar terdengar air mengalir dengan deras gemericik di tengahnya malam. Tri memeluk yoga yang sejak tadi hanya diam. Tri membalikkan tubuhnya dan mengusap air matanya.
"Maaf ya mas, aku dah mengganggap mas seperti saudara" Kata tri.
Yoga semakin mengeluarkan banyak airmata. Tangisnya dia tahan. Tri mengusap air matanya lalu mencium bibir yoga dan yoga menghindar karena masih malu dengan tri. Tri memegang wajah yoga dengan telapak tangan di pipinya. Tri kembali mencium bibirnya.
"Mas" Kata tri.
Yoga diam menatapnya.
Tri kembali mencium bibirnya melumatnya. Yoga pasrah lalu terbawa rasa haru dan gairah. Dia pun mulai membalas cumbuan bibir nya tri. Gairah kedua pria akan sebuah nafsu mulai timbul. Yoga maupun tri sudah mulai terangsang dengan kedua k****l sudah mengembang ereksi maksimal. Tri memberani kan diri melepas kancing baju yoga.
"Jangan pak" Ucap yoga.
"Kenapa mas" Kata tri lirih.
"Nggak apa apa pak" Jawab yoga.
"Iya mas, aku juga bingung" Kata tri.
"Ntah kenapa yo mas, tadi rasanya nikmat berciuman. Malah pengen crot, hehehe" Tri berkata sambil nyengir.
"Iya pak, sama" Kata yoga.
Tri mendekatkan wajahnya lalu memulai mencium yoga. Yoga pun membalasnya.
Tri membuka kancing baju yoga satu demi satu. Yoga membiarkannya terlarut dalam ciuman.
Continue......