7. Persiapan

1245 Words
Saat ini Siti dan Ahmed berada dalam taksi yang membawa mereka menuju ke kediaman Ahmed. Sepanjang perjalanan, Siti menikmati pemandangan kota Caviya, ibukota Almaas, yang penuh dengan gedung-gedung pencakar langit. Gedung tertingginya sepertinya hampir menyamai ketinggian Burj Khalifa di Dubai. Benarkah? "Itu Burj Almaas, gedung paling tinggi di Caviya. Tingginya tujuh ratus lima puluh meter. Tidak lebih tinggi dari Burj Khalifa. Namun, dalamnya tidak kalah menariknya. Kalau kamu liburan nanti, mungkin bisa melihat-lihat ke sana," terang Ahmed, berusaha menjadi pemandu wisata yang baik untuk mencairkan kebekuan di antara mereka. Maklum, Siti diam saja sejak tadi. Siti mengernyitkan dahi mendengar kata liburan. Apakah nanti akan ada liburan untuknya? Dia mencoba mengingat-ingat sesuatu. Memang ada liburan. Tapi mungkin bukan untuk dirinya. Kemudian dia tersenyum kepada Ahmed dan mengucapkan terimakasih atas penjelasannya tentang kota Caviya. "Selain bisa menikmati pemandangan kota Caviya dari tempat tertinggi, di dalamnya juga ada akuarium besar yang kamu bisa menyelam, restoran dengan berbagai menu dunia, pusat perbelanjaan dengan berbagai gerai merk dunia terkenal seperti Dolce & Gabbana, Christian Dior, Louis Vuitton, Guc—" Ahmed berhenti ketika menyadari dia salah bicara. Sudah jelas, Siti 'tidak bisa' belanja. Bahkan walaupun digaji, apa mungkin Siti akan merelakan gajinya yang tidak seberapa untuk membeli produk fashion dari toko yang dia sebutkan? Bahkan, sekalipun Ahmed menyebutkan toko biasa seperti H&M, Zara, atau Uniqlo, tetap saja salah karena Siti tak mempunyai uang. Apalagi sekarang Ahmed tahu bagaimana karakter Siti yang sangat keras kepala dan tak mau menerima hadiah apa pun darinya, selain makanan ala kadarnya. Ahmed kemudian mengganti topik cerita lain tentang Caviya dan Almaas yang dia ketahui. Perekonomian. Lima tahun lalu, pemerintah Almaas hendak mempersiapkan proyek Burj Yazid yang diharapkan akan menjadi gedung pencakar langit tertinggi di dunia. Namun, proyek ini dihentikan saat harga minyak dunia sempat turun. Diperlukan dana besar untuk menopang perekonomian negara agar tidak terjadi krisis moneter. Hal ini sekaligus untuk menghindarkan penarikan pajak yang terlalu besar kepada masyarakat, sebagaimana dilakukan oleh beberapa negara tetangga. Sepertinya, topik pilihan Ahmed tidak salah. Siti terlihat antusias dan berkomentar, "Betapa beruntungnya rakyat Almaas mempunyai pemimpin seperti Raja Yazid yang bijak dan menyayangi rakyatnya." Ahmed pun menyetujui komentar Siti dan mulai melanjutkan cerita lainnya tentang kota Caviya. Sesekali tentang tempat yang mereka lalui di perjalanan, baik itu taman, museum, sekolah, atau perpustakaan. Sesekali juga tentang sejarah, ekonomi, dan pemerintahan, hingga membuat Siti menikmati perjalanannya. Sebagaimana rencana sebelumnya, Siti tinggal di rumah keluarga Ahmed selama beberapa saat untuk melanjutkan training dengan para trainer barunya. Sekaligus menunggu kelahiran anak kedua dari Tuan Khalid. Siti sangat bersyukur, Ahmed dan keluarganya yang terdiri dari Ibu dan adik perempuannya sangatlah ramah dan baik. Hanya saja, karena Ibu Ahmed, Mrs. Kadri, dan adik perempuan Ahmed, Jihan, hanya bisa berbahasa Turki dan Arab, komunikasi Siti dan mereka cukup terbatas. Jihan sebenarnya bisa sedikit bahasa Inggris, namun tentunya dia lebih suka bila bisa bercakap-cakap tanpa harus memeras otak sehingga dia lebih memilih berbahasa Turki atau Arab lalu meminta Ahmed untuk menterjemahkannya. Keterbatasan komunikasi dengan Mrs. Kadri dan Jihan membuat semangat Siti untuk mempelajari Bahasa Arab semakin tinggi. Umm Jamil, guru Bahasa Arabnya, memuji perkembangan kemampuan Siti dengan cepat. Sebisa mungkin Siti berbicara dalam bahasa Arab penuh sepanjang hari. Bahkan saat berkomunikasi dengan Ahmed yang bisa berbahasa Indonesia pun, Siti akan tetap memakai Bahasa Arab. Hal ini membuat Ahmed lagi-lagi terkagum dengan semangat Siti. Dia memang tak hanya cerdas, namun juga pekerja keras. Tak hanya Umm Jamil, Mrs. Khaleda pun memuji kemampuan bahasa Arab Siti yang berkembang pesat melebihi kemampuannya di dapur. Mrs. Khaleda adalah guru masak Siti, seorang mantan chef dari restoran lokal bintang lima. Dia berhenti bekerja setelah menikah dan memiliki anak. Namun karena rindu untuk bekerja lagi, dia menjadi guru di Dubai Culinary School serta mengajar privat bila ada permintaan khusus. Tak hanya kuliner lokal, Mrs. Khaleda sangat piawai membuat menu mancanegara dan bahkan beberapa masakan Indonesia. Sebuah ironi ketika Siti belajar membuat rendang dari orang asing. Dalam hatinya, Siti menangis sekaligus tertawa. Banyak sekali masa muda dia lewatkan dengan sia-sia. Kasihan Siti, mungkin dia adalah salah satu dari sedikit anak remaja yang merasa sudah berumur. Gurunya yang lain adalah Mrs. Sheldon. Dia adalah instruktur senior berkebangsaan Inggris yang mengajar di lembaga pelatihan pemasok pengasuh bayi terbesar di Caviya. Dia mengajarkan banyak hal tentang perawatan bayi. Terus terang Siti sangat takut karena belum pernah memegang bayi sendiri. Mereka hanya menggunakan boneka sebagai alat praktek untuk mengganti popok, memandikan bayi, memakaikan baju, membedong dan meminumkan s**u dari botol. "Tenang saja, nanti beberapa pekan terakhir, kamu akan praktik lapangan dengan bayi sungguhan di nursery." Begitu kata Mrs. Sheldon menenangkan kecanggungan Siti. Hari-hari berikutnya, Siti bersemangat kembali untuk belajar banyak tentang cara membuat s**u formula, menghangatkan ASI perah, dan juga cara membuat baby food yang benar untuk usia enam bulan ke atas. Siti kadang berpikir, apakah nantinya dia akan punya kesempatan untuk memiliki bayi sendiri? Entahlah. Trainer Siti yang lain adalah Sasaki-san, ahli karate dari Jepang. Dia adalah wanita single yang sangat enerjik. Usianya hanya terpaut tujuh tahun dari Siti, sama seperti Ahmed. Karenanya Sasaki-san sering meminta Siti memanggilnya nee-chan yang berarti "kakak" dalam bahasa Jepang. Dari semua trainer Siti, Sasaki-san adalah yang paling dekat dengannya. Mereka sering mengobrol setelah selesai latihan, bukan tentang training, tapi tentang Ahmed. Ya, apa hendak dikata, Ahmed adalah pria yang tampan dan mapan di usianya yang masih sangat muda. Tentunya Sasaki-san yang sebaya dengan Ahmed, akan dengan mudah tertarik padanya. Sasaki-san tidak secara terang-terangan mengatakan pada Siti bahwa dia menyukai Ahmed, namun tentunya akan sangat jelas bagi Siti sekalipun bahwa trainernya menyukai Ahmed. Bagaimana tidak? Sejak awal bertemu saja, Sasaki-san sudah bertanya apakah dia kekasih Ahmed? Seperti sudah diduga, wajah Sasaki-san yang seperti buku diary yang terbuka, langsung lega ketika Siti menjawab sejujurnya. "Kapan kamu akan mulai bekerja ke rumah Khalid-sama?" Tanya Sasaki-san kepada Siti. Sasaki-san memang terbiasa menyebut Tuan Khalid dengan sebutan Khalid-sama, bentuk penghormatan untuk menyebut nama orang yang lebih tinggi kedudukannya daripada -san. "Masih sekitar dua bulan lagi. Menunggu anak dari Tuan Khalid lahir," jawab Siti. "Apa kamu sudah bisa menyetir mobil, Siti-chan?" tanyanya lagi. "Belum." "Menurutku, bila kamu ingin menjadi pelayan yang profesional, kamu juga harus bisa menyetir. Jaga-jaga untuk kebutuhan mendesak," sarannya. "Saranmu bagus, Sasaki-neechan. Aku akan meminta tolong ke Ahmed nanti." Mereka berdua segera mandi dan mengganti baju putih untuk karate dengan baju biasa. Setelah Sasaki-san berpamitan pulang, Siti pun segera membantu Mrs. Kadri dan Jihan untuk menyiapkan makan malam sekaligus mempraktekkan apa yang dia pelajari hari ini bersama Mrs. Khaleda. *** Saat makan malam bersama Ahmed, Siti mengungkapkan keinginannya untuk belajar menyetir mobil atas saran Sasaki-san. Mrs. Kadri setuju dengan apa yang yang diutarakan Siti. "Bagaimana kalau Kak Ahmed saja yang mengajari?" usul Jihan yang membuat semuanya terkejut. Mrs. Kadri yang tadinya terkejut juga, akhirnya menyetujui usul putri bungsunya. "Ibu sepakat usul Jihan. Dengan begitu, kita juga bisa menghemat biaya kursus," kata Mrs. Kadri dengan senyuman penuh arti, tanpa bermaksud mengerdilkan kemampuan finansial Tuan Khalid. Karena ia tahu bahwa Tuan Khalid bahkan tidak peduli berapapun biaya training Siti karena jumlahnya hanya sebanding dengan mengambil setetes air dari danau Kivu. Ahmed yang sangat menyayangi ibunya tentu tak bisa menolak walaupun sebenarnya Ahmed tahu maksud tersembunyi dari keinginan ibunya. Sejak awal kedatangan Siti, Ahmed tahu bahwa Adik dan Ibunya menyukai Siti dan menginginkan agar gadis itu agar menjadi menantunya. Ahmed kemudian berpikir, seandainya keduanya tahu bahwa Siti sebenarnya adalah bagaikan b***k dari Tuan Khalid, pastilah keduanya bersikap berbeda. Mana mungkin ada orang yang menginginkan seorang yang seperti b***k untuk menjadi menantunya? Sekalipun orang itu cantik seperti Siti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD