26. Jamuan

1067 Words
Siti masih dalam kondisi kebingungan mempertanyakan siapa yang menghamparkan selimut untuknya. Dia tidak merasakan kehadiran siapa pun tadi. Apakah karena tidurnya terlalu pulas? Laila mengambil selimut itu dari tangan Siti kemudian melipatnya dengan rapi. Dalam hati, pelayan itu mengetahui siapa kira-kira pelakunya. Hanya satu orang saja yang bisa melakukan hal yang demikian. Karena selainnya, tak akan berani mengusik tamu yang sedang tertidur. Bila sampai terbangun, pastilah akan dimarahi. Namun, Laila memilih untuk tidak memberitahu Siti karena akan membawa konsekuensi lain. Bila ada yang tidak berkenan, pastilah dia akan kehilangan pekerjaan dalam beberapa hari ke depan. "Mungkin, tadi ada pelayan yang ke sini dan membawakan selimut untuk Anda," jawab Laila seraya tersenyum manis menenangkan Siti. Siti berharap dengan sangat agar perkataan Laila benar adanya. Jangan sampai yang menyelimuti dirinya adalah seorang lelaki karena dia tidak akan sanggup menanggung rasa malu bila membayangkan dirinya diawasi orang asing saat tertidur. Dia bertekad untuk tidak akan ketiduran lagi di tempat terbuka. Siti pun membiarkan kebingungannya berlalu. Tidak ada gunanya memusingkan sebuah selimut. Kemudian, dia menumpuk buku-buku untuk segera dikembalikan ke rak dengan rapi sesuai nomornya agar tidak merepotkan penjaga perpustakaan. "Nona, biarkan saja buku-buku tersebut. Paman Ubay akan membereskan semuanya," cegah Laila memaksa Siti meletakkan kembali tumpukan buku di tangannya. "...." "Kita tidak ada waktu. Tak lama lagi, Nona harus segera ke ruang jamuan untuk makan siang bersama dengan Pangeran Yusuf dan Tuan Ali." Laila bertutur sambil memperhatikan kerapian penampilan Siti. "...." "Bila Pangeran Yusuf mengundang Anda untuk makan siang, berarti penampilan harus sangat bagus," cerocos Laila tanpa henti. "Mari kita ke kamar dulu untuk memperbaiki penampilan Anda." Laila dengan cepat berjalan sambil menggandeng tangan Siti menuju kamar untuk berias kembali. Dia menyisir kembali rambut Siti yang telah berantakan. Kemudian mengikatnya dan membentuk tatanan yang rapi. Cekatan sekali. Walaupun masih muda, Laila sangat efisien. Seorang Laila bertugas, sama cepatnya dengan beberapa pelayan istana. Selendang putih yang dipadukan dengan busana Siti kini disematkan di kepala dengan jepit rambut yang manis senada dengan gaun Siti agar tidak mudah terlepas. Sempurna. Penampilannya saat ini bahkan jauh lebih memukau daripada penampilannya ketika pertama kali memakai pakaian yang diberikan oleh para pelayan istana. Bersama-sama dengan Laila, Siti menuju ruang perjamuan di mana Pangeran Yusuf dan Tuan Ali telah menunggunya. Siti menyapa kedua orang penting tersebut dengan salam hormat. Kemudian, dia dipersilahkan duduk di meja panjang di mana disediakan berbagai makanan mewah dengan pilihan menu yang sepertinya berasal dari menu Asia Tenggara, walaupun bukan masakan Indonesia. "Aku tidak mempunyai juru masak dari Indonesia, tapi mereka sedikit mengerti selera orang-orang Asia tenggara. Semoga ini sesuai dengan selera makanmu." Pangeran Yusuf, seperti biasa, menjelaskan dengan congkak. Ramah tetapi congkak, sungguh perpaduan yang aneh. Barangkali seperti itulah bila manusia hidup kaya dan menjadi penguasa sejak lahir. Siti memandang Tuan Ali dan Pangeran Yusuf yang terkikik sambil meminum air putih beberapa kali. Siti tidak mengerti mengapa kelakuan mereka seperti itu. Seolah-olah dia adalah badut yang dari tadi dipakai untuk bahan tertawaan. Jelas-jelas kelakuan seperti itu menyinggung lawan bicara. Sepertinya kedua orang penting di negeri ini memiliki kelakuan yang buruk. Tidak pernah peduli untuk menjaga perasaan lawan bicaranya. Bisa saja ini semua terjadi karena tamunya adalah orang yang dianggap tidak penting seperti Siti. Bila tamu yang dijamu saat ini adalah orang penting dari negara tetangga, tidak mungkin kelakuan mereka akan serendah ini. Mereka akan memperlakukan tamu tersebut dengan penuh hormat. Pembicaraannya pun pasti akan berhubungan dengan hal-hal penting terkait hubungan antar negara. Tentu saja mereka tidak akan mencoba membicarakan topik penting kepada seorang berstatus rendah seperti Siti. 'Ah, sudahlah! Lagipula aku ke sini dengan tujuan awal menjadi tawanan. Diperlukan dengan sangat baik saja sudah harus disyukuri.' Siti menggerutu dalam hati sambil meneguk air dari gelasnya, mencoba memaklumi hal yang terjadi padanya. Kemudian, acara makan pun dimulai. Para pelayan menyajikan hidangan pembuka, makanan utama, dan hidangan penutup dengan berurutan. Sungguh mengesankan. Siti makan dengan menerapkan table manner. Hal ini sungguh menarik perhatian Pangeran Yusuf dan Tuan Ali. Mereka berdua terdiam dan melempar pandangan keheranan satu sama lain. Tuan Ali merasa tidak nyaman bila pangeran Yusuf terus menerus memandang Siti dengan tersenyum penuh arti. Beliau takut suatu hari akan terjadi hal yang tidak diinginkan akibat dari keisengan mereka saat ini. Karena ingin mencairkan suasana, Tuan Ali mencoba membahas urusan lain untuk mengalihkan perhatian Pangeran Yusuf. Daripada terus menerus terpaku mengamati Siti yang dengan anggunnya menyantap hidangan. "Menurutmu, bagaimana bila India menghentikan ekspor berlian ke negara kita?" Tuan Ali membuka percakapan. Membahas topik yang memang kini sedang di dihadapi oleh Al-Mohsen Diamond Center, salah satu jantung bisnis Al-Mohsen Group. "Kurasa, Khalid hanya akan sekadar menutup usahanya. Mana mungkin dia mau merugi?" jawab Sang Pangeran. "Bukankah begitu, Siti?" Pangeran Yusuf sengaja melempar pertanyaan ke Siti untuk menyulut emosinya. Sepertinya sang Pangeran masih sebal karena gadis itu telah menolak tawaran menggiurkan yang beliau berikan. Harta dan kedudukan yang ditolak begitu saja hanya karena alasan kesetiaan. "Kurasa kamu harus segera bersiap mencari majikan yang baru bila Khalid bangkrut," ledek Pangeran Yusuf seraya mengamati reaksi Siti yang seolah-olah tidak terganggu. "Lebih baik kamu mulai memikirkan dari sekarang." Siti ternyata mengetahui niatan Pangeran Yusuf yang sedang ingin menyulut emosinya. Karena itulah dia memilih untuk tidak berkomentar apa pun terhadap pancingan yang diberikan oleh Pangeran Yusuf. Tuan Ali sebenarnya berniat mengganti obrolan agar sahabatnya bisa mengalihkan perhatian dari gadis Indonesia yang di hadapan mereka. Kini beliau merasa sangat menyesal telah memilih topik yang berkaitan dengan sahabat mereka, Tuan Khalid. Bukannya mengalihkan perhatian dari Siti, sang Pangeran justru memanfaatkan pembicaraan tentang Tuan Khalid untuk memancing perhatian Siti. Tuan Ali merasa, bila sampai Siti menanggapi cemoohan dari sang Pangeran, maka bencana besar akan terjadi. Oleh karena itu, sebelum terlambat, Tuan Ali merasa harus melakukan pencegahan. Beliau harus mencari topik lainnya yang lebih aman. Namun, baru saja hendak membuka mulut, Tuan Khalid mendengar Pangeran Yusuf berseloroh. "Apakah saat tuanmu bangkrut, kau masih bisa sesumbar tentang kesetiaan?" pancing sang Pangeran tampan itu dengan nada sinis. "Kita semua tahu bahwa orang bekerja hanya demi uang, 'kan?" Mendengar hal ini, Siti yang tadinya memilih untuk bersabar pun akhirnya tersulut juga. Dia menimpali pernyataan sang Pangeran dengan jawaban yang mengejutkan. "Tuan Khalid tidak akan bangkrut. Beliau pasti menemukan cara untuk mengatasinya," jawab Siti dengan percaya diri. Gadis itu menghentikan perkataannya sejenak sambil menatap kedua pria di hadapannya dengan yakin. Sebelum akhirnya dia melontarkan pernyataan pemungkasnya. "Namun, bila terpaksa tuan saya harus bangkrut, saya tetap tidak akan pernah meninggalkan beliau."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD