marah-marah

1076 Words
“Kamu nggak balik?” tanya Anggi, sahabatnya. “Aku tunggu seseorang,” jawab Fre. “Kamu nunggu siapa? Tumben.” “Paman suamiku,” jawab Fre lagi. “Paman suamimu? Paman siapa?” “Yang menolongku waktu aku mendapatkan masalah.” “Pria tampan itu? Beneran? Eh iya ya? Kan kamu udah cerita kalau ketemu gebetanmu, jadi gebetanmu itu paman suamimu?” tanya Anggi lagi. “Iya, Nggi. Dia paman mertuaku. Memangnya kenapa? Apa dia nggak boleh jadi temanku?” tanya Fre menatap Anggi yang saat ini menatapnya dengan alis yang bertaut. “Bukan nggak boleh, tapi dia beneran paman suamimu?” “Iya.” “Paman suamimu, artinya paman mertua, dari ayah mertuamu atau ibu mertuamu?” tanya Anggi sangat penasaran, karena tampang Stenly tidak seperti paman pada umumnya yang tua. “Dari Ayah mertua.” “Kakak atau adik Ayah mertua kamu?” tanya Anggi lagi. “Adik Ayah mertua.” “Wah. Paman mertuamu itu tampan banget, aku pikir dia masih cowok, dia terlihat nggak seperti orangtua loh.” Anggi masih menatap Fre dan menunggu jawaban Fre. “Aku juga baru tahu kalau ternyata suamiku punya paman yang tampan.” “Terus selama ini kamu nggak tahu gitu? Tiba-tiba aja ketemu di rumah itu? Rumah suamimu?” “Hooh, aku baru tahu pas udah di rumah suamiku, pokoknya cukup mengejutkan deh. Aku juga sampai sekarang sulit percaya, tapi itu lah yang terjadi.” Fre menggelengkan kepala. “Wah. Misterius sekali, ya?” Anggi tersenyum. “Kapan-kapan aku harus ke rumahmu. Aku mau ketemu pamanmu yang tampan itu.” “Kamu butuh sugar daddy?” kekeh Fre. “Kalau paman mertuamu bukan sugar daddy, tapi kayak cowok tulen.” “Haha. Kamu ini, bisa aja,” geleng Fre. “Kalau pamanmu suka sama aku, ya terpaksa lah aku mau dan dia jadi sugar daddy aku.” Fre tertawa kecil dan menggelengkan kepala. Tidak mungkin paman mertuanya itu mau sama anak kecil seperti mereka, jadi Fre menganggap itu hanya lelucon dari Anggi, walau hubungan mereka sudah cukup jauh. Anggi adalah sahabatnya, ia selama ini dekat dengan Anggi, bukan hanya pada saat kuliah, tapi sudah pada saat mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Namun hubungan Fre dan Anggi menjauh karena Fre dekat dengan salah satu geng yang membuatnya menjauh. Anggi sudah mengingatkan Fre, namun Fre tak mau mendengarnya dan menganggap bahwa mereka adalah teman yang baik. Untungnya Anggi ada di bar waktu itu, walau tak bergabung dengan mereka, namun Anggi mengawasi Fre dari jauh, karena Anggi tahu teman seperti apa yang sedang mendekati Fre. “Nggi,” lirih Fre. “Heem? Ada apa?” “Maafkan aku, ya.” “Maaf? Untuk apa?” “Untuk semuanya. Aku nggak pernah dengerin kamu saat kamu menasehatiku.” “Udah nggak usah minta maaf, yang terjadi kan emang akan terjadi, ‘kan?” “Tapi kalau aku mendengarkanmu, pasti nggak akan terjadi,” kata Fre. “Sudah ih. Kita anggap semuanya jadi Pelajaran saja, semoga Mifta cepat ditemukan dan nama baik kamu bisa kembali, jadi untuk sementara biarkan semua orang melihatmu dengan cerita yang mereka tak tahu sebenarnya.” Tak lama kemudian terdengar suara klakson di dekat taman kampus, Fre dan Anggi menoleh melihat sumber suara itu. Terlihat pria tampan tengah tersenyum menatap Fre, membuat Anggi hampir pingsan melihatnya, mobilnya juga terbuka diatas, jadi terlihat jelas siapa yang mengemudikan mobil tersebut, semua gadis yang melihatnya langsung mendekati mobil itu, membuat Fre menautkan alis. “Wahh. Tampan sekali.” “Iya. Dia seperti actor.” “Jangan-jangan dia actor.” “Ahh aku mau kok jadi istrinya.” “Hush. Tapi apa yang pria tampan ini lakukan di sini?” “Kita dekati saja, bagaimana?” “Aku malu. Kamu duluan gih.” Semuanya berbincang seolah Stenly adalah pria yang Tengah tebar pesona, sementara ia kemari real menjemput menantu keponakannya. “Heh, apa-apaan kalian.” Fre terlihat marah dan kesal mendekati gadis-gadis genit itu. “Memangnya kamu siapa?” tanya Claudia—salah satu teman kampusnya. “Aku siapa? Ya aku adalah—” “Sudahlah. Jangan ganggu kami, kamu urus saja kasusmu itu.” Claudia melanjutkan. “Kamu pikir dengan genit di depan mobil ini, sang empunya akan tergoda kepadamu? Bisa tidak jangan berlebihan?” geleng Fre bersedekap didepan Claudia. “Kau jangan macam-macam ya, kau itu w************n yang terlibat kasus. Jadi, jangan samakan kami dengan kamu.” “Benar. Kamu itu jangan samakan kami dengan kamu yang murahan dan terlibat kasus hukum.” Rani melanjutkan. Melihat istri keponakannya terlibat perkelahian, Stenly lalu keluar dari mobilnya, masih mengenakan kacamata rayband, lalu menghentikan Fre yang hendak menampar Claudia. “Hei, kamu jangan melakukan ini,” kata Stenly mencegah tangan Fre. “Tapi—” “Sudahlah. Jangan meladeni mereka, ayo kita pulang,” kata Stenly. “What? Pulang? Apa maksudnya? Kamu mengenalnya?” tanya Claudia pada Fre. “Aku punya alasan melarang kalian bergaya didepannya.” “Perkenalkan, saya adalah … Pamannya Fre. Saya … Stenly.” “Apa? Paman? Maksudnya Paman gimana?” Claudia bingung. Fre sempat menyikut Stenly agar tak memperkenalkan diri sebagai pamannya, namun sudah terlanjur, semuanya sudah mendengarnya. “Saya pamannya Fre.” “Jadi, sudah menikah?” tanya Claudia lagi. “Iya. Dia sudah menikah, anaknya 5.” Fre menyergah membuat Stenly memalingkan wajah dengan senyum diwajahnya, aneh sekali Fre terlihat seperti saat ini. “Kenapa? Kamu masih mau menggodanya? Kamu masih mau bergaya didepannya?” “Sudah. Ayo kita pulang,” kata Stenly meraih lengan Fre dan membawanya masuk ke mobil. Fre melambaikan tangan pada Anggi yang saat ini tersenyum. Claudia yang mendengarnya tadi terdiam dan hampir pingsan, pria setampan itu sudah memiliki lima anak? Apakah itu mungkin? Mobil mewah itu lalu melaju meninggalkan mereka semua yang masih melihat belakang mobil. Anggi hendak pergi meninggalkan Claudia dan gengnya, namun langkahnya terhenti ketika Rani mencegahnya. “Apa Fre serius? Itu pamannya?” tanya Rani. “Kamu belum puas dengan jawaban Fre?” “Tidak mungkin kan, pria itu masih muda, tampan, kaya raya sudah pasti, karena pakaian, yang dia kenakan sangat mahal.” “Dia memang pamannya. Puas?” “Kamu mengenalnya?” “Iya. Dia paman Stenly.” “Jadi, kamu juga tahu?” tanya Claudia pada Jema. “Tentu saja. Kan kalian tahu aku dekat dengan Fre. Aku sahabat Fre, aku pasti tahu semuanya.” Anggi menyombongkan diri. "Sudahlah. Kalian tidak usah mengganggu Paman Stenly, dia sudah punya istri dan lima anak, jadi tak ada kesempatan untuk kalian."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD