Sepenggal Kenangan

1217 Words
Naysila Safira Akhirnya kita bertemu lagi meski belasan tahun berlalu. Mengingat namanya saja membuat senyumku kembali terbit sejak insiden tadi pagi di taman.  Ah maksudku bukan sebuah senyum bahagia jika tadi pagi, melainkan senyum terpaksa dan lebih mirip seringai aneh saat bertemu seorang teman lama. Namun kali ini memang senyum yang amat asli, mengingat memori lama yang berhasil kukorek menerawang jauh pada usia kami yang menginjak lima tahun, bagaimana malunya dia saat kucium di depan semua teman yang hadir yang kemudian berubah kekesalannya yang tak berujung. Saat itu pesta ulang tahunya yang kelima, usia yang sama denganku hanya saja aku lahir beberapa bulan lebih dulu darinya. Acara hampir selesai, beberapa permainan sudah berakhir dan tiba saatnya setiap orang akan maju untuk mengucapkan selamat kemudian berpamitan pulang. Aku, yang masih memegang hadiah dengan langkah berani, maju mendahului semua orang untuk mengucapkan selamat. Sila yang amat cantik dengan balutan gaun berenda bunga serta bando Hello Kitty menghiasi kepala, membuatku dengan tanpa malu menyerahkan kado yang sedari tadi kupegang, berbeda dengan teman lain yang langsung ditumpuk begitu saja pada meja khusus untuk menampung semua kado. Menyerahkan tepat di hadapannya, diterimanya dengan senyum paling manis yang membuatku kegirangan kemudian tanpa memikirkan risiko apa pun karena memang usiaku masih lima tahun, kumajukan bibirku mengarah ke pipinya yang menggemaskan. Awalnya dia memang tersenyum malu namun karena riuh suara penonton menyoraki aksi kami, wajahnya berubah cemberut. Dengan malu-malu tapi mau aku bergegas mundur kembali ke kursi, suara MC yang menenangkan sorak-sorai penonton membuat kericuhan berakhir. Ucapan selamat dari seiap tamu kembali dilaksanakan, dan sepanjang acara terakhir itu nada kesal dari wajah Sila masih terus berlanjut. Sangat menggemaskan melihat tingkahnya yang melirikku tajam sembari menyalami teman-temanya. Disaat semua teman-teman yang lain sudah pergi meninggalkan rumahnya untuk pulang, aku masih terus memperhatikannya yang sedang tertawa riang karena mendapat ciuman dan hadiah dari sepupunya yang kutahu namanya Mbak Adel. Kulihat Mama dan Papa sibuk berbincang dengan orang tua Sila. Entah pikiran darimana aku langsung menghampiri gadis manis yang masih tertawa bersama Mbak Adel, menciumnya lagi dipipi sebelah kanan karena posisinya menyamping dari tempatku berdiri. Dan kalian tahu reaksi Sila setelah kucium untuk kedua kalinya? Diraihnya pergelangan tanganku kemudian dicubitnya daging yang sedikit menggelimbir di lengan bawah dekat ketiak dengan amat keras seakan itulah sasaran empuk untuk cubitan mautnya. Aku menjerit kesakitan sedang sila menjerit kesal.  "Mama ... Ley nakaaallllllllll! teriaknya membuat seluruh anggota keluarga menoleh ke arah kami. Tante Dinda melepas kebrutalan anaknya dibantu Om Deni dan Om Rangga yang memegangi Sila sedangkan Mama menarikku agar lepas dari cakaran kuku Sila yang diberikannya kemudian karena aku memencet hidungnya berharap dia melepaskan cubitan pada lenganku. Alih-alih berhasil, tangan satunya mencakar pipiku hingga kurasakn perih. Papa menggendongku pulang dan Mama meminta maaf pada keluarga Tante Dinda. Sesampai di rumah Mama mengobati lukaku yang lebam biru di lengan serta goresan pada pipi. Bukannya di rumah aku dibela, Mama mengomel sepanjang hari dan Papa menjewer telingaku karena sudah membuat malu dengan tindakan mesumku. Lah Papa.... aku ini juga belajar dari Anda. Siapa suruh tiap hari mesra-mesraaan sama Mama di dapur, di sofa, di taman bahkan di kolong kursi juga pernah. Anakmu juga pengen Pa! Dan sejak saat itu setiap hari Sila mendiamkanku padahal kami satu kelas dan saat berangkat pun kami satu mobil tapi tetap saja dia tidak pernah melihat atau menegur bahkan bercanda seperti biasanya. Hingga kemudian kudengar dia pindah ke Jogja melanjutkan sekolah disana. Dan karena hal itu hingga sekarang aku tidak pernah dekat dengan seorang perempuan. Buan karena aku tidak normal hanya saja di saat aku mengenal perempuan kemudian sifat m***m hasil penurunan gen dari Papa kembali meminta keluar, bisa-bisa perempuan itu kabur ketakutan seperti Sila. "Itu karena dia masih anak kecil, Bro. Kalo cewek sekarang malah pengen dimesumin biar makin nempel,” ucap Derry wakil sekaligus sahabat semenjak kuliah, playboy kelas kakap yang mengaku sebagai konsultan cinta saat aku mengeluhkan sikap dinginku pada setiap perempuan yang mencoba mendekati dan sekarang disaat aku bertemu kembali dengannya.  * * * * * * Jam Rolex hitam menunjukkan jam makan siang, sementara menunggu Emil yang berjanji akan datang menemuiku di kantor, kusempatkan menelepon Derry untuk memintanya menemui salah satu klien. "Kakak......." Emil datang masih dengan seragam SMA nya tanpa mengetuk pintu. "Udah dateng?" tanyaku basa-basi. "Kalo udah nyampek di sini brarti udah dateng Kak. Ah masak gitu aja pakek tanya" kesalnya sambil menghempaskan tubuhnya di sofa ruanganku. "Ke sini sama Iko?" Adikku dan Iko memang dekat bukan berarti mereka pacaran. Aku tahu hubungan mereka hanya sebatas teman, kakak-adik karena Iko setahun lebih muda dibanding Emil namun sifat dewasa Iko melebihi usianya yang masih di bawah Emil.  "Iya pengenya gitu tapi Iko lagi sibuk sama Kak Sila yang baru dateng dari Jogja," jawab Emil sambil sibuk dengan buku pelajarannya karena minggu ini memang sedang ujian semester di sekolahnya. "Sila?" tanyaku ragu memastikan berapa banyak Sila yang sejak kemarin memenuhi pikiranku. "Iya, Kak, yang kemarin kita ketemu di taman. Kan dia temen Kakak juga pas masih TK" aku menelan ludah susah payah. Bagaimana Emil bisa tahu kalau aku dan Sila teman saat TK? Apa dia yang menceritakan? Dan insiden memalukan itu Emil juga tahu? Memalukan! Bisa-bisa pamorku jatuh. "Kok kamu tahu kalo dia temen Kakak?" "Kak Sila yang cerita." "Dia cerita apa aja sama kamu?" Semakin penasaran menggali informasi. Jangan sampai Sila melakukan tindakan pembunuhan karakter mengingat mulut Emil sudah melebihi kaleng rombeng bahkan emak-emak tukang gosip aja kalah. "Ehm ... ya cerita kalau dulu Kakak satu kelas, diajar sama tante Dinda trus dia juga cerita ulang tahunya yang heboh." Heboh? Heboh karena aksi brutalnya menyerang laki-laki tampan seperti diriku sampai memar? Atau heboh karena ciuman nekat dari tetangga aneh yang terobsesi pada pipi gembilnya? Argggggggghhhhhhhhhh! "Kakak kenapa sih mukul kepala gitu? Pusing kerjaan? Atau karena laper?" Emil bingung dengan tingkahku yang frustrasi dengan spekulasi tanpa kejelasan ini. "Iya, kakak lagi banyak kerjaan jadi pusing," elakku agar Emil tidak curiga. "Nanti aku mau main ke rumahnya Iko sekalian mau ketemu Kak Sila. Dia asyik banget orangnya kak, heran juga kenapa Kak Sila kok bisa punya temen Kak Rey yang model begini." "Maksudmu model begini tuh apa?" Geramku Emil membandingkan kami. "Kak Sila tipe orang yang mudah bergaul, kemarin aja kita langsung akrab padahal baru ketemu, lah Kak Rey boro-boro mau bergaul, temen aja cuma Kak Dery," cibir Emil merasa jijik. Hei, aku dan Dery normal, nggak seperti bayangan gadis menyebalkan yang beruntungnya dia adikku satu-satunya. "Kamu nggak tau aja kalau waktu kecil dia tuh beringas," gumamku yang ternyata didengar Emil. "Loh bukanya Kakak ya yang waktu kecil mirip singa?" "Apa?" "Kak Sila yang bilang gitu. Hehehehe," kekeh Emil menertawakan reaksiku yang langsung berdiri tak terima dengan tuduhan gadis brutal yang menganiaya temanya dengan amat beringas. "Kalo Kak Rey marah berati bener dong," goda Emil yang langsung kulempar buntalan kertas dari mejaku ke arahnya. Dan dia tertawa semakin keras.  Awas kamu Sila, berani-beraninya merecoki pikiran adiku dengan tuduhan mengerikan tentang diriku. Kamu belum mengenalku Sila, seorang Reyhan yang menjadi korban tanganmu ini sudah bermetamorfosis menjadi laki-laki mapan, tampan, dan siap membalas kebrutalanmu dulu. "Kak..... yah bengong aja, ayo jadi makan gak nih aku laper banget.” Rengekan Emil membuyarkan lamunanku barusan. Berhubung Emil sedang ujian dan pulangnya sebelum jam dua belas, makanya dia mampir ke kantorku untuk meminta traktiran mengisi otak dan perutnya yang lelah karena bekerja keras mengerjakan soal, begitu katanya. ---------------------------------
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD