12. Sekretaris Kim

1071 Words
"Saya harus ke flat Richard mengambil beberapa barang," katanya sambil membuat beberapa tulisan di buku. " Oh, ya, dan Richard kirim salam dan maaf tidak bisa mengantar Anda, karena ia harus menggantikan saya di sekolah." Sekretaris Kim mengangkat wajahnya menatap Tuan Xin. "Oh, dan Richard juga bilang … hati-hati di jalan, semoga selamat sampai tujuan.” Kening Xander menukik. Richard ... Richard .... Bukankah Kimberly biasa manggilnya Rich Man dan sekarang dia menyebut pria itu dengan namanya. Mendengar nama laki-laki lain keluar dari mulut wanita itu, ia merasa tidak tenang. Ia cemburu. "Jadi, berapa?" tanya Sekretaris Kim membuyarkan lamunannya. Wanita itu bicara sambil menulis sesuatu. "Hm??" "Berapa banyak kamera yang Anda pasang?" "Kau tahu?" "Hell, yea!" sahut Sekretaris Kim sambil mendelik pada Tuan Xin. "Di ujung jempol dan telunjuk Anda ada bekas tekanan di kulit yang menunjukkan Anda baru saja menggunakannya sepertinya untuk memelintir kabel." Wanita itu benar. Xander menghela napas dan mengusap-usap bibirnya sendiri. "Plus, seorang security and control freak seperti Anda, di rumah wanita Anda, Anda pasti menyempatkan memasang beberapa pengamanan untuk menjaga isteri Anda" Xander membuang muka. Huh, dia menyebut dirinya sendiri Isteri Anda. "Coba kau tebak!" tantang Xander. "Hmm, setidaknya ada 3 kamera." "Lokasinya?" "Anda tidak memasangnya di kamar, pastinya ...." Sekretaris Kim berpikir sebentar, lalu ia melanjutkan. "Menurut saya Anda memasangnya di pintu depan, ruang tengah dan dapur. Karena itu wilayah yang pasti dilalui orang jika sesorang masuk ke dalam rumah.” Masuk akal. Xander melempar pandangannya ke luar jendela mobil. Mereka berdua mengindahkan Marcus dan Loco yang mendengarkan. "Apa yang membuatmu yakin aku tidak memasangnya di kamar?" tanya Tuan Xin lagi. Sekretaris Kim tertawa. "Tuan Xin, saya tahu Anda seorang laki-laki normal dan sehat. Pada usia Anda saat ini libido Anda sedang pada puncaknya," ujarnya semringah "tetapi Anda bukan seorang me.sum. Buat apa Anda mengintai isteri Anda di ranjangnya sendiri dan berisiko akan ada orang lain yang melihat rekaman itu. Apa Anda orang yang suka mengambil rekaman Anda sendiri saat berhubungan intim dengan isteri Anda? Tidak dan saya rasa Anda juga bukan orang yang suka menonton. Jika Anda ingin melakukannya Anda akan mendatanginya langsung.” Tuan Xin menyembunyikan wajah dengan sebelah tangan memijat keningnya. Wajah pria itu merah padam. Bagaimana bisa Sekretaris Kim menilainya seperti itu? Marcus dan Loco berusaha menelan tawa mereka. Oh … rasanya mereka ingin menghilang saja dari situ, menguap seperti udara. Xander Xin rasanya ingin membungkus isterinya kecil-kecil dan memasukkan ke dalam kantongnya. Wanita itu begitu menggemaskan dengan tingkahnya yang berperan menjadi orang lain. *** Mobil yang mereka tumpangi memasuki kawasan taman pemakaman. Sekretaris Kim sedikit gelisah mengetahui Xander berminat mengunjungi makam di sana. “Untuk apa Anda ke sini, Bos?” tanyanya. “Coba kau tebak!” tegas Xander. Dalam benak Sekretaris Kim adalah Kimberly yang berpikir. Di pemakaman itu ada kuburan kedua orang tuanya. Namun Kimberly tidak merasa Xander akan repot-repot mengunjungi makam mereka. “Apakah ada kerabat Anda di sini, Bos?” Sudut bibir Xander terangkat sebelah. Tampaknya menyentuh sisi sentimentilnya membuat Kimberly keder. “Betul sekali, Sekretaris Kim! Aku kemari untuk mengunjungi makam kerabatku.” Siang itu, matahari musim semi sedang ramah bersinar. Udara semilir mengembus bersamaan kupu-kupu kecil yang mencari nektar di bunga-bunga sekitar. Mobil limosin hitam berhenti di bawah pohon rindang. Marcus membukakan pintu mobil untuk bosnya. Xander keluar limosin dengan membawa buket bunga lili putih. “Kau harus melakukan ini, Xander?” tukas Sekretaris Kim yang mengubah mode-nya menjadi Kimberly. Dia mengiringi Xander berjalan menyusuri jalan setapak yang membelah taman yang identik dengan ketenangan itu. “Kau benar-benar punya kerabat di sini? Kau tahu kau banyak urusan penting, buat apa menyempatkan ke tempat ini?” “Aku selalu menyeisihkan waktu untuk kerabatku di setiap kesempatan, kau seharusnya tahu itu,” sahutnya. Tidak seperti Kimberly yang tidak dibesarkan sepenuhnya dalam keluarga utuh, Xander memiliki banyak kerabat dekat. Memiliki hubungan yang baik dengan mereka perlu dilakukan untuk melancarkan bisnis. Xander terus melangkah dengan kakinya yang panjang, membuat Sekretaris Kim mempercepat langkahnya. “Oh, ya, sekarang aku tahu, Bos,” sahut Sekretaris Kim dan ketika Xander Xin berhenti di depan makam orang tuanya, wanita itu terdiam membisu. Xander membungkuk meletakkan karangan bunga lili di pusara Alicia Ryder lalu berpindah ke makam di sebelahnya, makam Robert Ryder. Di sebelah makam Robert Ryder adalah makam kakak Kimberly. Violet Ryder. Xander meletakkan karangan bunga di ketiga makam itu. “Aku tidak menyangka kau akan peduli pada mereka, Bos,” gumam Sekretaris Kim. Tanpa mengalihkan tatapannya pada pusara Alicia, Xander menyahut, “Mereka kerabat istriku, berarti menjadikan mereka kerabatku. Meskipun sudah lama wafat, aku harus menyampaikan rasa hormat dan terima kasihku pada mereka.” “Buat apa?” Xander menoleh pada Sekretaris Kim dan tersenyum tipis. “Keberadaan mereka yang telah membuatmu hadir ke dunia ini, karena itu aku harus berterima kasih. Tanpa mereka, kau tidak akan ada seperti sekarang.” Sekretaris Kim tidak bicara lagi. Dia melihat buku catatan dan ponselnya untuk memeriksa jadwal Xander berikutnya. “Sebentar lagi jam sibuk, sebaiknya kita segera ke bandara, Bos, untuk menghindari macet.” “Baiklah, Sekretaris Kim. Kau tahu apa yang terbaik untukku,” gumamnya seraya beranjak. Mereka kembali ke mobil. Kali ini langkah Sekretaris Kim lebih cepat dari sebelumnya seakan terburu-buru. Makam yang baru dikunjungi adalah makam kerabatnya, tetapi wanita itu malah bersikap seperti orang asing. Namun bagi Xander, ketidakpeduliannya justru menjelaskan betapa berdukanya Kimberly harus kehilangan mereka. Mereka melanjutkan perjalanan ke Bandara Internasional Kota CC. Tiba di bandara, rombongan CEO Xin dan anak buahnya menjadi pusat perhatian orang-orang di bandara. Orang sekharismatik CEO Xin, ditambah lagi Direktur Xin Steel Co.Ltd., Marcus Zurich muncul di keramaian tentu membuat kehebohan layaknya selebritis. Orang-orang bahkan mengambil gambar dan rekaman dengan ponsel mereka. Beberapa petugas keamanan bandara mengawal mereka untuk menghalau keramaian itu. Loco berjalan di depan, memberi jalan untuk CEO Xin. Laki-laki berambut hitam itu berjalan elegan. Wajahnya berhiaskan kacamata hitam dan rahang terangkat tampak arogan. Tubuhnya tinggi semampai dalam balutan setelan mewah dan mantel besar membuat ia tampak agung, seperti makhluk dari nirwana. Di belakangnya berjalan Direktur Marcus Zurich hitam yang dikenakannya membuat rambut pirangnya semakin mentereng. Orang mengenalinya sebagai pengusaha muda dan tampan, serta masih bujangan, membuat Marcus banyak dikagumi wanita. Di samping Direktur Marcus berjalan seorang wanita berambut hitam disanggul, berkacamata tebal, mengenakan setelan kerja sederhana dan sepatu pantofel bertumit rendah, tampak kuno, menarik asumsi sebagai sekretarisnya. Kimberly tidak dapat menahan rasa takjubnya melihat keramaian di sekelilingnya. Memang, kalau berjalan bersama orang kaya, perlakuannya berbeda. Rasa takjub itu dalam sekelebat berubah drastis. Hatinya berdesir khawatir. Dia melihat sosok yang dikenalnya melintas di antara keramaian itu. Vincent Black. *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD