Aku menghela nafas, kemudian mengambil gawai yang tergeletak di kasur, kembali aku berselancar di akun i********:, ada postingan Sonia yang lewat di berandaku. Apa ini?, ia memposting photo sebuah rumah minimalis dengan caption, 'Aku akan menunggumu dan selalu menunggumu'.
Aku faham jika ia sedang menunggu siapa namun rumah itu apa maksudnya?
*
Entah drama apalagi yang dimainkan mereka. seakan tak ada habis-habisnya. Sonia gadis yang manis ia bisa mendapatkan lelaki yang pantas dan lebih baik ketimbang Bang Surya, ia juga berpendidikan tinggi dan cukup cerdas entah apa yang ada dalam fikirannya sehingga tertarik pada Bang Surya, ia memang lelaki yang gagah dan berwibawa namun, tampilannya tak akan sekeren itu jika tak memakai uangku.
Cetrekk!
Pintu kamarku terbuka nampaknya Bang Surya memasuki kamar kemudian membaringkan tubuhnya di sampingku. Merasa jijik tubuhku sedikit bergeser menghindar.
Hening, netranya menatap langit, aku muak ada didekatnya saat ini kemudian beranjak ke toilet yang ada didalam kamar. Setelah kembali aku lihat Bang Surya mengangkat kasur, dia pasti mencari buku tabungan dan ATM itu.
"Nyari apa?" tanyaku datar, ia gelagapan.
"Apa Mbok Minah beres-beres di kamar kita ya?" jawabnya, ia menggaruk kepala seraya celingukan.
"Enggak," jawabku acuh.
Khusus kamar ini memang aku sendiri yang selalu membersihkan.
"Itu berkas-berkas penting di lemari kok ga ada kamu taruh dimana?" ia kembali bertanya dengan raut frustasi. Lucu sekali!.
aku diam seraya memainkan gawai, berfikir keras tentang photo sebuah rumah yang diunggah Sonia.
"Dek, kalau suami nanya jawab donk," ia mulai marah, aku menatap wajahnya dengan santai
"Itu berkas-berkas penting milikku ya terserah aku donk mau simpan dimana, kamu ga ada hak mengatur itu, tugas kamu cuma nikmati apa yang ada di hadapanmu," jawabku sedikit ketus.
Wajahnya memerah, tatapan matanya tajam mungkin tersinggung dengan penuturanku, terserah aku sengaja ingin membuatnya marah lalu ia mengakui hubungan gelapnya dengan Sonia.
"Sejak kapan kamu begitu, Dek? bukankah selama ini kita selalu saling terbuka," jawabnya memelas, kukira ia akan marah. hahh, cemen banget kamu, Bang!.
"Aku selalu terbuka tapi kamu yang selalu tertutup," jawabku nampak kedua alisnya mengkerut entah apa maksud dari expresinya itu.
"Maksudnya?" ia bertanya pura-pura bodoh.
Andai kamu tahu, jika aku sudah mengetahui kelakuan busukmu itu mungkin saat ini kamu tidak akan berani menanyakan tentang berkas-berkas itu jika memang sadar diri sih.
Aku bisa saja melabrak mereka berdua memaki dan menghina habis-habisan seperti yang dilakukan para istri di luaran sana ketika suaminya berhianat, namun rasanya malas jika belum memergoki mereka secara langsung, aku sangat berharap Jika seluruh keluargaku dan keluarganya juga menyaksikan sendiri kelakuan busuk Bang Surya, supaya ia tak bisa menyangkal dan menuduhku yang tidak-tidak. Namun saat ini belum ada jalannya, tak apa aku akan bersabar untuk menang.
"Dek!" ia kembali mengagetkanku yang tengah diam membisu.
"Kenapa sih kamu tanya-tanya berkas penting itu, emangnya buat apaan?" pertanyaanku membuatnya ciut, wajah yang menegang kini berubah pias.
Ia gelagapan.
"Ya nanya aja," jawabnya datar.
Merasa kalah berdebat denganku, ia mendekat lalu membelai puncuk kepalaku menyentuh pipi hingga telinga, aku tau ia sedang memberi isyarat namun, mengingat perbuatan hinanya dengan Sonia seketika aku jijik kemudian aku beranjak tapi Bang Surya mencekal tanganku.
"Mau kemana, Dek sudah disini saja," ucapnya lembut, biasanya aku akan terbuai dengan sikap lembutnya lalu tubuhku pasrah, namun sekarang tidak malah semakin jijik melihatnya.
Ingin sekali aku mengolesi sambel ke benda pusakanya itu saking jijiknya, dia fikir aku mau gitu memakai barang habis pakai orang lain, ih sory ye!.
"Aku mau keluar, sumpekk!" kutepis tangannya dengan keras hingga cekalannya terlepas.
Rasain lhu, menahan hasrat yang tak tersalurkan itu bikin enek 'kan. Sekali-sekali harus di kasih pelajaran tuh burung agar tak masuk ke sangkar yang salah dengan seenaknya.
"Tega kamu, Dek. Kamu mau dilaknat malaikat karena menolakku," ungkapnya seraya menghentikan langkahku.
Bukankah ia yang lebih tega, berselingkuh dengan adikku sendiri. Pake bawa-bawa malaikat lagi, apa dia ga mikir jika sedang berzina kemarin malaikat tak melihat lalu mencatat perbuatan buruknya yang akan dia pertanggung jawabkan di akhirat kelak. Lelaki egois, mementingkan kepuasannya sendiri.
"Minggir!" aku menepis tubuhnya, lalu melanjutkan langkah.
"Jangan salahkan aku jika aku menyalurkan hasrat pada wanita lain," gumamnya namun masih sempat terdengar oleh telingaku.
Bukankah itu yang sedang ia lakukan selama ini. Terserah ia mau menyalurkan hasratnya pada siapa pun aku tak peduli mau itu dengan p*****r sekalipun , jika ia bilang aku istri durhaka, lalu ia suami macam apa, selingkuh dengan adik ipar.
*
Sejak kejadian penolakan itu Bang Surya berubah menjadi dingin ia acuh seakan tak peduli, seminggu ini kami tak bertegur sapa, berbicara jika sedang ada butuhnya saja, kami larut dalam kekecewaannya masing-masing.
Jika ia bersikap dingin maka aku juga bisa bersikap lebih dingin lagi.
Derrrrt! Derrrttt! Derrrrrrt!
Ponselku bergetar panggilan dari temanku_ Alisa, sudah lama kami tak saling berkabar, dengan semangat aku menjawab panggilannya.
"Assalamualaikum, Rah"
"Waalaikumsalam, Sa"
"Ya ampun udah lama kita ga ngobrol, aku kangen," jawabnya
"Iya nih, kapan-kapan ketemu donk," sahutku, memang aku juga sangat merindukannya, seseorang yang humoris namun serius ketika diajak curhat.
Ia pernah bekerja di kantorku, kinerjanya sangat bagus dan berpengaruh besar pada kemajuan perusahaan kala itu namun, di tengah karirnya yang melonjak ia memilih mengundurkan diri dengan alasan ingin mengabdi sepenuhnya pada suaminya, sebenarnya aku sangat menyayangkan keputusannya itu tapi apalah daya pendiriannya begitu kuat.
"Oh ya, kamu pindah rumah ya, udah seminggu aku liat Surya bolak balik ke rumah yang terletak di samping rumahku, pernah aku bertamu tapi kayanya ga ada orang, padahal aku bawa gulai ikan kesukaan kamu waktu itu. Mau tanya Surya malu takut dia udah lupa, mau bertamu lagi eh akunya keburu pulang kampung, besok rencananya mau balik," ungkapnya yang membuatku tersentak
Pindah rumah ... apa maksudnya?
Apa Bang Surya menemui wanita lain?
Ah, kepalaku terasa berputar memikirkannya.
"Rumahku masih disini, Sa," jawabku lemah
"Kamu masih sama Surya 'kan?" pertanyaan yang aneh.
"Iya ... masih"
"Terus Surya Ngapain bolak balik ke rumah itu ya?" fikiranku semakin kalut mendengar pertanyaan yang dilontarkan Alisa.
Pantas saja Bang Surya selalu pulang malam, rupanya ia bermain-main lagi dibelakangku. Entah wanita mana lagi yang ia mangsa saat ini.
Bersambung.