[ RAFFA - 02 ]

2069 Words
Raffa berjalan ke arah belakang, namun tangannya sudah ditarik oleh Rasya karena melihat sesuatu pada tubuh Raffa. "Apa ini?" tanya Rasya dengan nada dingin, tangannya menyingkap sedikit lengan baju Raffa. "Ahh.. Laffa kejepit pintu." Jawaban bodoh macam apa itu? kejepit pintu? bagaimana mungkin? lukanya saja ada di bawah siku. Rasya hanya terdiam, memikirkan sesuatu. namun kedua tangannya terkepal erat, entah mengapa dia tersulut emosi melihat luka yang ada pada lengan Raffa. "Raffa!" Panggil Rasya pada Raffa yang masih berdiri di sampingnya. "Ishh, bukan Laffa tapi Laffa!" "Kakak hadap sana dulu," Pinta Raffa, Rasya menurutinya hingga dia memunggungi Raffa. Raffa mulai menulis namanya pada punggung tegap milik Rasya, mulai dari huruf R-A-F-F-A. Rasya merasakan setiap sentuhan Raffa. cowok itu paham bahwa Raffa tidak bisa menyebut huruf 'R', Raffa cadel? Rasya membalikkan tubuh ya menghadap Raffa yang kini sedang melihat ke arahnya, Raffa tersenyum manis membuat Rasya ikut tersenyum. "Raffa?" Panggil Rasya, Raffa mengangguk antusias. "Kakak, Laffa mau pulang." Bisa gawat jika dia pulang terlambat tanpa membawa uang banyak. Bocah di depannya ini sangat menggemaskan. demi apapun! ini kali pertama Rasya merasakan getaran aneh yang menyelinap pada perasaannya. Rasya sangat suka mendengar panggilan 'kakak' dari Raffa. "Raffa mau es cream?" tanya Rasya dengan nada lembut. jarang sekali dia berbicara dengan nada lembut seperti ini, apalagi pada orang yang baru dia kenal. Ah jangan lupa, Rasya juga irit bicara. namun kali ini berbeda, bahkan Rasya yang sedari tadi mengajak Raffa berbicara. Raffa menggeleng. "Laffa udah telat, kakak. ini udah sole, Laffa halus pulang." Rasya sedikit kecewa dengan jawaban Raffa. namun dia harus segera membawa Raffa pulang. benar memang, ini sudah sangat sore untuk anak seperti Raffa berada di luar rumah. _____ "Kakak, nanti belhenti di depan g**g itu, ya?" ujar Raffa memberitahu Rasya. ia sudah berada di dalam mobil untuk pulang menuju rumah, Ralat rumah bibinya. Mobil berhenti, tepat di g**g kecil yang diberitahu Raffa pada Rasya. Rasya membukakan seatbelt pada Raffa karena sedari tadi Raffa terus mencoba membukanya namun gagal. Setelah seatbeltnya terbuka, Rasya dengan cepat mencium pipi kiri Raffa. sedari tadi Rasya benar-benar ingin melakukannya. namun dia tahan, sekarang dia sudah melakukannya, rasanya candu sekali hingga dia ingin mengecupnya lagi. "Dadah kakak baik," Pamit Raffa setelah Rasya membukakannya pintu, bahkan Raffa lupa menanyakan nama pemuda yang dia panggil dengan panggilan 'kakak baik'. Rasya tersenyum, tangannya mengelus rambut milik Raffa. Rasya terus melihat Raffa yang berjalan masuk ke dalam, hingga tubuh Raffa benar-benar tidak terlihat barulah cowok itu kembali ke dalam mobil untuk pulang menuju apartemen. "Raffa," gumamnya, dia terus memikirkan Raffa sepanjang perjalanan. "Ah, bocah itu!" "Mengapa dia sangat menggemaskan?" Rasya menggeleng, pikirannya benar-benar dipenuhi oleh Raffa. "Kakak baik. ahh, aku benar-benar menyukai panggilan itu!" _____ Raffa kini sudah sampai di depan rumah bibinya, anak itu melangkah dengan pelan. dia sungguh takut menginjakkan kakinya ke dalam rumah, dia sudah bisa menebak apa yang akan bibinya lakukan. Ceklek! Raffa membuka pintu rumah dengan pelan, terlihat bibinya sedang duduk bersama Adam, anak dari bibinya yang seumuran dengan Raffa. "Ibu, itu si cadel baru pulang." Beritahu Adam yang melihat Raffa melangkah masuk. "Raffa, sini kamu!" Panggil Lilis. Raffa mendekat dengan kepala menunduk. "Mana uangnya?" tanya Lilis. Tangan mungil Raffa masuk kedalam saku celana yang dia kenakan, mengambil uang logam yang dia dapat dari sana. Raffa meletakkan uang logam tersebut pada telapak tangan Lilis yang sudah menengadah di hadapannya. "Apa-apaan ini Raffa!" Lilis melempar uang logam yang diberikan Raffa dengan keras ke lantai, uangnya hanya 10 biji jika ditotalkan hanya lima ribu rupiah. "Kamu pergi dari pagi cuma dapet segini?" Raffa mengangguk, kepalanya menunduk takut. Tanpa aba-aba Lilis menyeret Raffa masuk ke dalam kamar milik Raffa, tubuh mungil Raffa didorong hingga membentur tembok. "Akhhh!" pekik Raffa yang merasakan sakit ketika kepalanya membentur tembok. Tangan Lilis menjambak rambut Raffa dengan kasar, wanita itu membenturkan kepala Raffa berkali-kali pada tembok. Adam yang melihatnya hanya tertawa, dia bahkan sangat membenci Raffa karena teman-temannya selalu membandingkannya dengan ketampanan bahkan kepintaran yang dimiliki Raffa. "Bangun!" Titah Lilis, Raffa tetap tidak bergerak. kepalanya terasa ingin pecah, pusing yang dirasakan Raffa membuatnya lemas seketika. Lilis menggeret Raffa hingga masuk ke dalam kamar mandi, Raffa hanya pasrah. bahkan dia tidak bisa melawan. Byur! Tanpa aba-aba Lilis menyiram Raffa dengan air yang ada di sana, tubuh mungil Raffa tersentak kaget merasakan dinginnya air mengguyur tubuhnya. Byur! "Anak nggak tahu diuntung!" "Kalau nggak ada saya kamu bisa mati kelaparan di luar sana!" Raffa mendongak karena rambutnya ditarik dari belakang oleh Adam. sakit yang dirasakan Raffa pada tubuhnya berkali-kali lipat. air matanya sudah mengalir deras sejak tadi, namun bibinya tidak memiliki rasa iba. Raffa hanya anak kecil. bagaimanapun dia masih ingin bermain, masih ingin dimanja, masih ingin merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. bukan, bukan disiksa seperti ini yang dia inginkan. Plak! Lilis kembali melayangkan tamparan keras pada Raffa. sedangkan rambutnya masih ditarik dari belakang oleh Adam. "Hiks.. hiks! sa-sakit bi-bi, hiks!" "Aa-mpun.. bibi sa-sakit hiks! AKH- Raffa berteriak kencang, tarikan pada  rambutnya semakin keras. "Denger Raffa! sampe besok kamu nggak boleh keluar dari sini!" "Dasar cadel, jangan sok-sokan deh jadi orang!" "Gue dibanding-bandingin sama anak cadel kayak lo, cuih!" Adam meludah ke samping tubuh Raffa yang tergeletak didinginnya ubin lantai. "Nggak level tahu nggak!" "Ibu, usir aja si cadel dari sini!" "Adam nggak suka para tetangga di sini suka puji-puji dia!" Tunjuk Adam pada Raffa. "Apalagi temen-temen Adam suka bandingin Adam sama dia, nggak level banget!" "Tenang sayang, kita tunggu waktu yang tepat." sahut Lilis, wanita itu tersenyum ke arah putranya. Adam mengangguk ."Ayo bu kita tinggalin si cadel di sini!" Byur! Adam kembali mengguyur Raffa dengan air dingin sebelum benar-benar keluar dari sana. Lilis berjongkok melihat wajah Raffa yang terlihat pucat. dia hanya melihat setelah itu... Byur! Lilis kembali mengguyur Raffa. setelahnya, wanita itu keluar kemudian mengunci pintu dari luar. "Hiks.. a-ayah.. bu-bunda hiks.." "Laffa ingin ikut Ayah sama bunda hiks! Laffa sakit bunda.." "Kata a-ayah hiks.. laki-laki nggak boleh hiks.. cengeng." "Laffa nggak bisa ayah, hiks!" "Laffa sakit bunda, hiks!" Tubuh Raffa menggigil kedinginan. anak itu mencoba bangkit, namun tubuhnya tidak bisa di ajak kompromi. dia selalu terjatuh kembali ketika ingin bangkit, Raffa pasrah untuk saat ini. dia kembali membaringkan tubuhnya pada dinginnya lantai, matanya tertutup dengan pelan hingga tertutup dengan sempurna. ______ Aku nulis nya nyesek hiks... Raffa berjalan ke arah belakang, namun tangannya sudah ditarik oleh Rasya karena melihat sesuatu pada tubuh Raffa. "Apa ini?" tanya Rasya dengan nada dingin, tangannya menyingkap sedikit lengan baju Raffa. "Ahh.. Laffa kejepit pintu."  Jawaban bodoh macam apa itu? kejepit pintu? bagaimana mungkin? lukanya saja ada di bawah siku. Rasya hanya terdiam, memikirkan sesuatu. namun kedua tangannya terkepal erat, entah mengapa dia tersulut emosi melihat luka yang ada pada lengan Raffa. "Raffa!" Panggil Rasya pada Raffa yang masih berdiri di sampingnya. "Ishh, bukan Laffa tapi Laffa!" "Kakak hadap sana dulu," Pinta Raffa, Rasya menurutinya hingga dia memunggungi Raffa. Raffa mulai menulis namanya pada punggung tegap milik Rasya, mulai dari huruf R-A-F-F-A. Rasya merasakan setiap sentuhan Raffa. cowok itu paham bahwa Raffa tidak bisa menyebut huruf 'R', Raffa cadel? Rasya membalikkan tubuh ya menghadap Raffa yang kini sedang melihat ke arahnya, Raffa tersenyum manis membuat Rasya ikut tersenyum. "Raffa?" Panggil Rasya, Raffa mengangguk antusias. "Kakak, Laffa mau pulang." Bisa gawat jika dia pulang terlambat tanpa membawa uang banyak. Bocah di depannya ini sangat menggemaskan. demi apapun! ini kali pertama Rasya merasakan getaran aneh yang menyelinap pada perasaannya. Rasya sangat suka mendengar panggilan 'kakak' dari Raffa. "Raffa mau es cream?" tanya Rasya dengan nada lembut. jarang sekali dia berbicara dengan nada lembut seperti ini, apalagi pada orang yang baru dia kenal. Ah jangan lupa, Rasya juga irit bicara. namun kali ini berbeda, bahkan Rasya yang sedari tadi mengajak Raffa berbicara. Raffa menggeleng. "Laffa udah telat, kakak. ini udah sole, Laffa halus pulang." Rasya sedikit kecewa dengan jawaban Raffa. namun dia harus segera membawa Raffa pulang. benar memang, ini sudah sangat sore untuk anak seperti Raffa berada di luar rumah. _____ "Kakak, nanti belhenti di depan g**g itu, ya?" ujar Raffa memberitahu Rasya. ia sudah berada di dalam mobil untuk pulang menuju rumah, Ralat rumah bibinya. Mobil berhenti, tepat di g**g kecil yang diberitahu Raffa pada Rasya. Rasya membukakan seatbelt pada Raffa karena sedari tadi Raffa terus mencoba membukanya namun gagal. Setelah seatbeltnya terbuka, Rasya dengan cepat mencium pipi kiri Raffa. sedari tadi Rasya benar-benar ingin melakukannya. namun dia tahan, sekarang dia sudah melakukannya, rasanya candu sekali hingga dia ingin mengecupnya lagi. "Dadah kakak baik," Pamit Raffa setelah Rasya membukakannya pintu, bahkan Raffa lupa menanyakan nama pemuda yang dia panggil dengan panggilan 'kakak baik'. Rasya tersenyum, tangannya mengelus rambut milik Raffa. Rasya terus melihat Raffa yang berjalan masuk ke dalam, hingga tubuh Raffa benar-benar tidak terlihat barulah cowok itu kembali ke dalam mobil untuk pulang menuju apartemen. "Raffa," gumamnya, dia terus memikirkan Raffa sepanjang perjalanan. "Ah, bocah itu!" "Mengapa dia sangat menggemaskan?" Rasya menggeleng, pikirannya benar-benar dipenuhi oleh Raffa. "Kakak baik. ahh, aku benar-benar menyukai panggilan itu!" _____ Raffa kini sudah sampai di depan rumah bibinya, anak itu melangkah dengan pelan. dia sungguh takut menginjakkan kakinya ke dalam rumah, dia sudah bisa menebak apa yang akan bibinya lakukan. Ceklek! Raffa membuka pintu rumah dengan pelan, terlihat bibinya sedang duduk bersama Adam, anak dari bibinya yang seumuran dengan Raffa. "Ibu, itu si cadel baru pulang." Beritahu Adam yang melihat Raffa melangkah masuk. "Raffa, sini kamu!" Panggil Lilis. Raffa mendekat dengan kepala menunduk. "Mana uangnya?" tanya Lilis. Tangan mungil Raffa masuk kedalam saku celana yang dia kenakan, mengambil uang logam yang dia dapat dari sana. Raffa meletakkan uang logam tersebut pada telapak tangan Lilis yang sudah menengadah di hadapannya. "Apa-apaan ini Raffa!" Lilis melempar uang logam yang diberikan Raffa dengan keras ke lantai, uangnya hanya 10 biji jika ditotalkan hanya lima ribu rupiah. "Kamu pergi dari pagi cuma dapet segini?" Raffa mengangguk, kepalanya menunduk takut. Tanpa aba-aba Lilis menyeret Raffa masuk ke dalam kamar milik Raffa, tubuh mungil Raffa didorong hingga membentur tembok. "Akhhh!" pekik Raffa yang merasakan sakit ketika kepalanya membentur tembok. Tangan Lilis menjambak rambut Raffa dengan kasar, wanita itu membenturkan kepala Raffa berkali-kali pada tembok. Adam yang melihatnya hanya tertawa, dia bahkan sangat membenci Raffa karena teman-temannya selalu membandingkannya dengan ketampanan bahkan kepintaran yang dimiliki Raffa. "Bangun!" Titah Lilis, Raffa tetap tidak bergerak. kepalanya terasa ingin pecah, pusing yang dirasakan Raffa membuatnya lemas seketika. Lilis menggeret Raffa hingga masuk ke dalam kamar mandi, Raffa hanya pasrah. bahkan dia tidak bisa melawan. Byur! Tanpa aba-aba Lilis menyiram Raffa dengan air yang ada di sana, tubuh mungil Raffa tersentak kaget merasakan dinginnya air mengguyur tubuhnya. Byur! "Anak nggak tahu diuntung!" "Kalau nggak ada saya kamu bisa mati kelaparan di luar sana!" Raffa mendongak karena rambutnya ditarik dari belakang oleh Adam. sakit yang dirasakan Raffa pada tubuhnya berkali-kali lipat. air matanya sudah mengalir deras sejak tadi, namun bibinya tidak memiliki rasa iba. Raffa hanya anak kecil. bagaimanapun dia masih ingin bermain, masih ingin dimanja, masih ingin merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. bukan, bukan disiksa seperti ini yang dia inginkan. Plak! Lilis kembali melayangkan tamparan keras pada Raffa. sedangkan rambutnya masih ditarik dari belakang oleh Adam. "Hiks.. hiks! sa-sakit bi-bi, hiks!" "Aa-mpun.. bibi sa-sakit hiks! AKH- Raffa berteriak kencang, tarikan pada  rambutnya semakin keras. "Denger Raffa! sampe besok kamu nggak boleh keluar dari sini!" "Dasar cadel, jangan sok-sokan deh jadi orang!" "Gue dibanding-bandingin sama anak cadel kayak lo, cuih!" Adam meludah ke samping tubuh Raffa yang tergeletak didinginnya ubin lantai. "Nggak level tahu nggak!" "Ibu, usir aja si cadel dari sini!" "Adam nggak suka para tetangga di sini suka puji-puji dia!" Tunjuk Adam pada Raffa. "Apalagi temen-temen Adam suka bandingin Adam sama dia, nggak level banget!" "Tenang sayang, kita tunggu waktu yang tepat." sahut Lilis, wanita itu tersenyum ke arah putranya. Adam mengangguk ."Ayo bu kita tinggalin si cadel di sini!"  Byur! Adam kembali mengguyur Raffa dengan air dingin sebelum benar-benar keluar dari sana. Lilis berjongkok melihat wajah Raffa yang terlihat pucat. dia hanya melihat setelah itu... Byur! Lilis kembali mengguyur Raffa. setelahnya, wanita itu keluar kemudian mengunci pintu dari luar. "Hiks.. a-ayah.. bu-bunda hiks.." "Laffa ingin ikut Ayah sama bunda hiks! Laffa sakit bunda.." "Kata a-ayah hiks.. laki-laki nggak boleh hiks.. cengeng." "Laffa nggak bisa ayah, hiks!" "Laffa sakit bunda, hiks!" Tubuh Raffa menggigil kedinginan. anak itu mencoba bangkit, namun tubuhnya tidak bisa di ajak kompromi. dia selalu terjatuh kembali ketika ingin bangkit, Raffa pasrah untuk saat ini. dia kembali membaringkan tubuhnya pada dinginnya lantai, matanya tertutup dengan pelan hingga tertutup dengan sempurna.  ______ Aku nulisnya nyesek hiks...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD