bc

ARRAFFA

book_age12+
1.1K
FOLLOW
4.0K
READ
comedy
sweet
humorous
like
intro-logo
Blurb

Arraffa Pratama, remaja yang berusia 13 tahun itu hidup dalam ruang lingkup yang cukup menyedihkan. bukan, bukan karena kekurangan ekonomi. melainkan perilaku yang dia dapat dari dua orang yang mengasuhnya saat ini, paman dan bibinya.

Orangtuanya meninggal saat dia baru menginjak usia 6 tahun. dia tidak pernah mengetahui atau bahkan mengenal keluarga besarnya. yang dia tahu dia hanya memiliki paman dan bibi. jika bisa, dia ingin menyerah untuk hidup bersama dua orang tersebut. namun, apa boleh buat? dia tidak memiliki siapapun selain keduanya.

Hingga di mana hidupnya berada di ambang kematian, dia sudah pasrah jika hidupnya harus berakhir secepat ini. namun, sosok pemuda yang menyelamatkannya langsung merubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. sejak saat itu dia merasakan arti keluarga yang sesungguhnya.

chap-preview
Free preview
[ RAFFA - 01 ]
Buah nangka buah kedondong Buat pembaca di vote dong ______ Dia yang malang. Dia yang tersiksa. Dia yang hidup seperti di neraka. Dia yang hidup tanpa kasih sayang. Arrafa Pratama. namanya begitu indah, seindah parasnya, setampan wajahnya, semenggemaskan tingkahnya. namun itu hanya penutup, ya! penutup hidupnya yang begitu menyedihkan. Raffa panggilannya, remaja berumur 13 tahun. memiliki kepintaran akademik non akademik. namun sayang, pendidikannya harus putus ketika dia akan menginjak bangku SMP. "SINI KAMU RAFFA!" teriak Lilis, bibi Raffa. Raffa segera berlari ke ruang tamu, tempat bibinya berada. "Ada apa, bibi?" tanyanya. tangannya terpaut, dia selalu takut jika bibinya sudah meneriaki namanya seperti itu. "Dasar kamu anak nggak tau diuntung! saya suruh kamu buat ngamen, b***k kamu!" Raffa menggeleng. "Laffa nggak mau bibi," cicit pelan. Raffa menunduk takut. Plak Raffa memegang pipi kirinya yang terasa nyeri akibat tamparan bibinya. "Seharusnya kamu ikut orang tua kamu, biar kamu mati! hidup nyusahin orang aja." Air mata Raffa meluruh. dia bahkan belum puas merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. "Kalo kamu nggak mau ngamen, jangan harap saya kasih kamu makan sampe besok!" Peringat Lilis pada Raffa. Dengan berderai air mata, Raffa keluar dari rumah. mau tidak mau dia harus menuruti perintah bibinya, jika dia masih ingin bertahan hidup. "Laffa halus kemana?" Monolognya sendiri. "Laffa nggak mau ngamen, Laffa malu."  "Tapi kalo Laffa ntgak ngamen, Laffa nggak bisa makan." Raffa berjalan menelusuri trotoar. hari sudah semakin siang, panas matahari begitu menyengat. Raffa duduk di atas trotoar tanpa alas, dia kelelahan, dia juga kehausan. Raffa menenggelamkan wajahnya di atas lutut yang dia lipat, orang-orang yang berlaku lalang melemparinya dengan uang recehan. Malu. itulah yang dirasakan Raffa sekarang. dia bangkit, tangan mungilnya mengambil satu persatu uang recehan yang dia dapat.  Kakinya kembali menelusuri trotoar. saat ini diaa sangat kelaparan, dia harus bagaimana? "Laffa lapel, kalo Laffa pulang bibi pasti malah. Laffa nggak belani." Raffa terus berjalan, tangan kanannya memegang perutnya yang terasa sakit, sedangkan tangan kirinya memegang uang recehan yang dia dapat tadi. "Aduh, pelut Laffa sakit." Ringisnya. Raffa berhenti di depan supermarket. mendudukkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. belum lagi perutnya yang terasa semakin sakit, Raffa melipat tangannya di atas meja kemudian menenggelamkan kepalanya di atas lipatan tangan. Raffa menangis dalam diam, tanpa mengeluarkan isakan.  jika bisa, dia ingin ikut dengan kedua orang tuanya yang saat ini sedang berada di surga. _____ Rasya Oleander Miller, putra bungsu keluarga Miller. memiliki ketampanan di atas rata-rata. berbanding terbalik dengan sifatnya yang kejam, menyiksa tanpa ampun, tak punya belas kasih, serta terkenal dingin. namun, jika mengganggu miliknya, sama saja mengantarkan nyawa ke sang pencipta. Saat ini, Rasya sedang berada di parkiran sekolah dengan ketiga temannya. "Sya, lo langsung pulang?" tanya Abi, sahabat Rasya. Rasya hanya mengangguk sebagai jawaban. "Kita mau ke cafe dulu, nggak mau ikut, lo?" tanya sultan. "Lain kali," jawab Rasya cuek. Tasya menepuk salah satu pemuda yang sedari tadi terdiam di sana. "Gue duluan," Pamitnya sebelum masuk ke dalam mobil. "Tan, kita berdua nggak dianggap? demi Alex gue sakit hati!" ujar Abi dramatis. Sultan berdecak. "Du, lo anggap kita sahabat, nggak?" tanya sultan pada pemuda yang sedari tadi terdiam. Pandu hanya mengangkat bahunya acuh. berjalan memasuki mobil kemudian meleset meninggalkan kedua sahabatnya.  "Punya sahabat kek setan semua," ujar sultan, dia menepuk bahu Aby. "By, bunuh sahabat sendiri dosa, nggak?" _____ Rasya kini sedang berada dijalan menuju apartemen tempatnya tinggal, jarak mansion dengan sekolah menempuh hampir 3 jam lamanya. sedangkan jarak dari apartemen hanya setengah jam, jadi dia lebih memilih tinggal di apartemennya sendiri, lebih menghemat waktu. Jarinya mengetuk-ngetuk stir mobil, dia berbelok arah menuju supermarket. persediaan roti di apartemennya habis, dia jarang memakan nasi jika tinggal di apartemen. berbeda ketika dia berada di mansion. Rasya sudah sampai di pelataran parkir supermarket. tangan kirinya beralih membuka dashboard mobil, mengambil kacamata hitam yang wajib dia bawa ketika sedang berada di luar, memakainya kemudian keluar. Kaki jenjangnya melangkah masuk ke dalam supermarket, mencari apa saja yang dia perlukan dan membawanya ke kasir setelah selesai.  Kakinya melangkah keluar setelah menyelesaikan belanjaannya. namun, baru beberapa langkah dia berjalan cowok itu kembali menghentikan langkahnya. Mata tajamnya memperhatikan seseorang yang terlihat sedang kesakitan, tangannya terus memegang perut. Namun apa pedulinya, bahkan ketika dia membunuh pun dia tidak pernah merasa kasihan, bahkan teriakan kesakitan korbannya menjadi penghibur tersendiri baginya. Rasya kembali melangkah menuju mobil, belanjaannya dia letakkan pada kursi belakang. tepat ketika tangannya akan membuka pintu mobil, Rasya kembali melihat ke belakang. entah kenapa dia merasa sesak, netra tajamnya kembali memperhatikan seseorang yang masih terlihat kesakitan sedari tadi. Langkah lebarnya kembali berjalan, bukan ke arah supermarket. melainkan ke arah tempat duduk yang berada di supermarket. "Kalo sakit di rumah, jangan keluyuran!" Raffa yang masih menenggelamkan kepalanya dengan tangan yang dia lipat tidak bergerak sedikit pun. Raffa bukannya tidak mendengarkan, hanya saja dia sedang menangis, perutnya terasa diaduk, bahkan dadanya terasa sesak. Rasya mengguncang tubuh Raffa yang sedari tadi tidak bergerak. menepuknya berkali-kali, namun tetap saja tidak ada respon. "Laffa gapapa, Laffa cuma duduk disini." Lirih Raffa pelan. "Bangun!" titah Rasya datar. Raffa masih tidak bergerak. "Gue bilang bangun, b***k, lo!" Rasya sangat tidak suka jika ucapannya tidak didengarkan. cowok itu berteriak kepada Raffa yang masih tidak bergerak sedikitpun. Raffa mengangkat kepalanya, mendongak menatap siapa yang sedari tadi berbicara dengannya. Rasya terkejut dengan apa yang dia lihat, sosok di depannya benar-benar terlihat sangat menggemaskan. hidung mungilnya memerah, netranya masih terus mengeluarkan air mata, bibir mungilnya terlihat sangat pucat, namun tidak mengurangi kadar keimutannya. "Maaf, Laffa cuma duduk sebental di sini. ini Laffa udah mau pulang," ujarnya pada pemuda yang ada di depannya ini. Kaki mungil Raffa bangkit, melangkah dengan pelan. namun, baru beberapa langkah Raffa berjalan, tangannya di tarik seseorang dari belakang. "Gue anterin lo pulang, lo kalo sakit jangan keluyuran!" Terdengar memaksa. namun Rasya tidak peduli, dia sangat tidak tega melihat bocah yang ada dihadapannya saat ini. Rasya juga bingung mengapa dia harus peduli padanya, padahal dia tidak memiliki rasa peduli pada siapapun. Raffa hanya pasrah, dia tidak bisa menolak. bahkan dia sangat yakin, jika dia berjalan sedikit lagi, dia pasti akan tumbang.  Rasya membukakan pintu mobil untuk bocah yang sedang dia gandeng. Rasya bahkan belum tahu siapa nama bocah yang sedang dia gandeng sekarang. Rasya sudah duduk di bangku samping kemudi, netranya memperhatikan seluruh isi mobil. benar-benar mewah, pemandangan luar biasa mewahnya pertama yang ia lihat dari dalam mobil tempatnya duduk sekarang. Sedangkan tangannya masih terus memegang perut, mobil bahkan belum berjalan. Rasya masih berada di luar dengan ponsel yang berada di samping telinganya. Pintu mobil samping kemudi terbuka, Rasya masuk dengan tampang datarnya. dia memperhatikan bocah di sampingnya yang kini sedang menunduk, entah karena takut atau karena apa. dia tidak peduli. "Lo laper?" tanya Rasya, sedari tadi dia memperhatikan bocah di sampingnya ini terus memang perut, bahkan keringat dingin keluar dari dahinya. Raffa mengangguk, masih dengan menunduk. Rasya menjalankan mobilnya setelah melihat respon bocah tersebut, mobilnya berjalan dengan normal, sesekali netranya melihat ke arah Raffa. "Turun?" ujar Rasya, bocah di samping nya mengangkat kepalanya. Memperhatikan ke samping, benar-benar terlihat sangat asing. "Ini bukan lumah Laffa." Rasya menggaruk tengkuknya yang bisa dibilang tidak gatal sama sekali, memang benar dia tidak membawa bocah itu pulang ke rumah. melainkan ke tempat makan. Rasya keluar dari mobil, tangannya membuka pintu mobil yang ada di samping. membuka seatbelt yang dikenakan bocah tersebut, tangannya menggeret bocah yang sedari tadi masih terlihat linglung. Rasya kini berada di ruang private dengan bocah yang dia geret tadi. "Makan, gue tau lo laper!" Perintah Rasya. tangannya mendorong nasi dengan banyaknya sayur serta ayam goreng di sana. Kepala Raffa menggeleng. "Laffa nggak bisa bayal," cicit Raffa, kepalanya terus menunduk. Rasya mengerjap, bayar katanya? tidak mungkin dia membawa bocah itu kesini jika bukan dia yang bayar. "Gue yang bayar." ujar Rasya "Sekarang lo makan atau gue tinggal lo disini!" ancam Rasya. Raffa mengangkat kepalanya, dia menggeleng dengan brutal. dengan cepat Raffa mengambil sepiring nasi yang sudah disiapkan Rasya untuknya. Rasya hanya memperhatikan. Rasya mengigit kuat bibir bawahnya dengan kuat. jika boleh dia ingin mengunci bocah di depannya ini dalam kamar berdua dengannya, sungguh bocah di depannya ini sangat menggemaskan. Pipinya mengembung lucu karena makanan, bocah di depannya ini makan dengan sangat rakus. seperti tidak makan setahun saja. Apa gue culik aja ni bocah? ujar Rasya dalam hati. Rasya menggeleng, tidak mungkin. Rasya tidak sadar jika Raffa sudah menghabiskan makanannya, bahkan Raffa sedari tadi memperhatikan Rasya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Tangan mungil Raffa melambai-lambai di depan wajah Rasya. Rasya masih bergeming. Tangan mungil Raffa menepuk bahu Rasya dengan pelan. Rasya yang merasakan tepukan di bahunya langsung menatap si pelaku dengan tajam.  Raffa yang ditatap seperti itu kembali menunduk, tatapan tajam Rasya membuat nya ketakutan. Rasya yang melihat ketakutan Raffa menghembuskan nafas kasar. "Maaf." lirih Rasya dan Wow! ini benar-benar sebuah keajaiban, Rasya bahkan tidak pernah mengatakan maaf sebelumnya. "Nama lo siapa?"  Raffa mengangkat kepalanya, dia mengerjap beberapa kali sebelum menjawab. Rasya benar-benar tidak tahan, bocah di depannya ini benar-benar menguji dirinya. sedari tadi Rasya menahan untuk tidak menerkam bocah di depannya ini, lalu sekarang bocah ini terlihat berkali-kali lipat menggemaskan dengan ekspresi yang seperti itu. Tangan Rasya mengambang diudara, dia ingin sekali mencubit pipi milik Raffa.  Raffa bingung dengan tingkah pemuda yang ada di depannya ini, dia seperti sedang menahan sesuatu. Iya! menahan agar tidak menerkam Raffa. "Nama lo?" Rasya kembali bertanya. "Allaffa platama." jawab Raffa. dia sudah merasa tidak canggung lagi dengan Rasya. "Laffa?" Panggil Rasya ragu. Raffa menggeleng. "Laffa!" "Iya, Laffa 'kan?" ucap Rasya. "Ihh, bukan!" Raffa bangkit dari duduknya. dia berjalan ke arah belakang, namun tangannya sudah ditarik oleh Rasya karena melihat sesuatu pada tubuh Raffa. ______

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Perceraian Membawa Berkah

read
17.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.0K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.6K
bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.4K
bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
60.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook