try

866 Words
"Silakan Mbak Vii" "Terima kasih Dek Kii" Di sebuah kedai dekat mereka bersekolah, Vina dan Kiki menikmati sebuah kudapan dingin yang dijajakan di sana. Es krim vanila dengan lelehan cokelat di atasnya adalah pilihan tepat untuk siang yang panas seperti hari ini. Selepas bel tanda pulang Kiki yang memaksa Vina untuk mampir ke kedai itu. Jika tidak dipaksa maka Vina tidak mungkin akan mampir. Selama ini jika bukan bersama keluarganya atau sudah izin sebelumnya maka Vina tidak akan mau datang ke sana walaupun dia adalah salah satu penggemar berat es krim. Remaja perempuan itu paling anti karena ayahnya tidak akan suka bila mengetahui ia pulang terlambat dan main masih mengenakan seragam sekolah. Tetapi siang ini Kiki menang dan memang selalu begitu. Muka memelas dan manis sahabatnya itu tidak bisa Vina tolak apalagi negosiasi yang dilakukan Kiki begitu jago. Setelahnya, Vina pasrah sembari menikmati eskrimnya seraya berdoa agar tindakannya ini tidak ketahuan sang ayah. "Kamu mau les ga Vi?" Suara Kiki memecah hening antara keduanya, tetapi tak juga direspon oleh Vina. "Vii" "Hmm" Kiki mengalihkan pandangan ke arah lawan bicaranya itu. Bisa ia tebak bahwa Vina sama sekali tidak memperhatikan pertanyaannya. Sahabatnya itu dengan khidmat menjilati es krim dalam cone yang hampir tandas itu. "Haduuuuh tadi nolak. HUuuu" ledek Kiki sambil mengacak gemas rambut Vina, membuat gadis itu memberengut sebal. Meski bukan kebiasaannya untuk memakan es krim secara cepat tetapi ini adalah taktik Vina agar tidak terlalu terlambat pulang ke rumah. "Les? les apa?" Ternyata Vina mendengar juga pertanyaan Kiki. Kiki tersenyum lebar lalu segera menandaskan es krimnya yang tinggal ujung cone-nya saja. "Les kayak bimbel gitu, biar aku barengan sama kamu" "Kamu ikut bimbel? Di mana?" "Mama bilang mau dipanggilin ke rumah. Nanti kan kalau kamu iya, biar di rumah kamu aja. Aku ikut" Vina tampak berpikir, sebenarnya mengikuti bimbel adalah hal lumrah dilakukan oleh anak kelas tiga seperti dirinya juga Kiki. Tetapi selama ini di keluarganya tidak pernah ada bahasan tentang hal itu. Jika kesulitan belajar, Vina akan bertanya pada Vera. Selama ini Vina merasa masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Lagipula mengikuti bimbel jelas membutukan biaya dan orang taunya bukan orang berada seperti mama dan apanya Kiki. Meskipun selama ini hidupnya berkecukupan tetapi Vina paham bahwa pekerjaan ayah dan ibunya memiliki penghasilan yang sudah diatur sedemikian rupa. Termasuk biaya pendidikan Vera dan Vina. Jika sang ibu menginginkan Vina ikut bimbel tentu ia akan senang-senang saja mengikuti. Tetapi jika harus meminta pada orang tuanya, Vina merasa sungkan. "Kayaknya aku ga terlalu tertarik ikut bimbel deh Ki" terang Vina. Penjelasan yang membuat lesu lawan bicaranya karena kesempatan Kiki untuk tetap mengikuti bimbel tanpa harus merasa tertekan karena pengawasan sang mama pupus sudah. Dia tahu tanpa memanggil seorang tutor, Vina sudah pintar dan bisa belajar sendiri. Tidak seperti dirinya yang sangat bodoh hingga harus mengikuti kelas bimbel seperti rencana yang telah disusun mamanya. Kiki sadar jika kapasitas otaknya tidak seencer Vina. Tetapi bukan maksudnya untuk bermalas-malasan ini lebih pada keinginan Kiki yang selama ini tidak pernah di dengarkan oleh sang mama. Sudah banyak hal yang mamanya larang untuk Kiki lakukan karena Lina mengira tidak terlalu berguna untuk mendongkrak nilai akademis Kiki, padahal anaknya sangat menyukai hal-hal itu. Bahkan Kiki berbakat di bidang non akademis seperti sepak bola juga musik tetapi mamanya tidak pernah mendukung. "Dari mana?" suara Lina menyambut anaknya yang baru memasuki gerbang rumah mereka. Dengan tatapan tajam juga kedua tangan berkacak pinggang Kiki sudah tahu bahwa mamanya sedang marah. Semua sudah diperkirakan Kiki atau bahkan direncanakan karena dia merasa belum siap untuk mengikuti bimbingan belajar hari ini. Sebenarnya baginya sampai kapanpun juga, ia takkan siap karena memang tidak menginginkan hal itu. Belajar saja sudah suatu hal yang tidak disukai Kiki apalagi dengan melakukannya di bawah pengawasan sang mama. Tekanan yang ia rasakan menjadi berlipat. Dia kira hari ini bisa berhasil meminta Vina untuk ikut les dengannya tetapi menyadari kemampuan sahabatnya itu maka Kiki sudah tahu bahwa memang dirinya yang membutuhkan bimbel ini. Lebih tepatnya sang mama yang butuh karena bagaimanapun juga menjadi berprestasi di bidang akademik seperti yang mamanya mau adalah bukan kemampuan seorang Kiki. "Beli es krim bareng Vina" Mendengar alasan sang anak pulang terlambat membuat Lina meradang. Padahal dia sudah berpesan bahwa guru les yang akan mengajar anaknya itu akan datang ke rumah untuk pertemuan pertama mereka. Tetapi karena Kiki pulang terlambat sedangkan guru lesnya hanya memiliki sedikit waktu sebelum undur diri hendak ke tempatnya les lainnya, jadinya pertemuan pertama itu diundur. "Kamu tu ga lupa kan apa yang mama bilang tadi pagi? Hari ini kamu pertemuan pertama sama guru les kamu Ki." Sebenarnya Kiki dan Vina hanya sebentar mampir di kedai es krim tadi. Kiki tahu sahabatnya dengan cerdik terburu-buru menghabiskan es krim bagiannya. Tadi setelah mengantar Vina sampai gerbang rumahnya, Kiki justru kembali berbalik ke arah lapangan komplek lalu bermain bola di sana. Dirinya menghabiskan waktu sampai guru lesnya hari ini pergi. "Kamu ga usahlah kebanyakan main sama Vina. Dia main sama kamu tetap pinter, lah kamu boro-boro ketularan yang ada makin males kamu." Kiki tidak menanggapi omelan mamanya tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar lalu segera mengunci pintu agar segera tertidur. Mamanya masih akan mengomel ini dan itu yang sudah sangat dihapal oleh Kiki. Kapan mamanya akan mendengarkan kemauannya? Kiki lelah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD