wait what

739 Words
Sepanjang perjalanan keduanya saling berdiam diri, tenggelam dalam pikiran masing-masing. “Najiiis najiiiiis najiiiiiiiis!!!” rutuk Vina sembari mengusap pipinya berulang kali. Hingga Kiki menarik pergelangan tangan Vina untuk menghentikan. “Pipi mu jadi merah sebelah Vii” Tak merespon lebih lanjut, Vina menarik tangannya menjauh. Gadis belia itu juga mengacak rambutnya juga menggeram jengah. “AARRRGGGHHHH!!!!” Tanpa mengucapkan sepatah kata lain Vina langsung berlari menuju rumahnya meninggalkan Kiki yang menatapnya. Kiki bingung hendak menanggapi bagaimana. Sore harinya Kiki berlari tergesa ke rumah Vina. “Sore tante, Vina ada kan?” “Halo Kik, ada itu anaknya masih di balkon” “Kiki ke sana ya tante, makasih” “Iyaa, pelan-pelan Ki! jangan lari!” Tante Ambar geleng-gelang kepala melihat Kiki berlarian masuk rumah. Kiki langsung menuju balkon rumah Vina yang setiap sore selalu menjadi tempat favorit gadis itu. Benar saja orang yang Kiki cari sedang duduk bersandar pada kursi panjang, sibuk memakan potongan buah melon dan tangan kirinya tentu saja memegang buku. Merasa Vina tidak menyadari kehadirannya Kiki langsung melakukan jurus andalannya untuk menarik perhatian Vina dari buku. Jurus itu dengan memajukan muka hingga tepat di depan wajah Vina agar gadis itu berhenti membaca. Jangan lupakan duckface yang sengaja ditunjukkan Kiki lalu seperti biasanya Vina akan refleks memasang pertahanan bersiap menahan leher Kiki. “Apa??” ketus Vina. “Hehehehe taraaaa” Kiki mengangkat box yang ia bawa, setelah melihat itu sorot mata Vina berubah berbinar. “Kiiii ini yang ituu” “Iya” “Baru??” “Iyaa, tadi papa pulang bawa” “Aaaaaaa ayo lihat” ucap Vina tak kalah antusias dari Kiki Penuh semangat Vina menggeser duduknya memberi ruang untuk Kiki pada kursi itu. Keduanya sudah cair kembali, perang dingin yang sempat terjadi sudah berlalu terlupakan begitu saja. Boks yang dibawa Kiki merupakan action figure pokemon favorit Kiki. Meskipun Vina tidak ikut mengoleksinya tapi ia selalu bersemangat melihat koleksi baru Kiki. “Vii lihat yang ini keren” “Ih yang ini Kii lucu” “Hahah iya ini lucu” Mereka berdua begitu fokus pada tokoh-tokoh pokemon di depan mereka. Menertawakan bentuk yang lucu juga terkagum-kagum pada bentuk yang lain. Mereka lupa jika kemarin Vina menangis karena adu mulut dengan Kiki. Keduanya merasa jauh lebih baik bahkan rasanya harusnya kemarin tidak perlu terjadi. Biasanya selalu berinteraksi bersama lalu tiba-tiba berjauhan karena canggung sangat tidak keren sobat. “Ini mau aku taruh di lemari yang di depan bag.-,,??” Belum selesai mengucapkan kalimatnya Kiki yang meminta pendapat Vina sembari menoleh hendak berhadapan dengan Vina justru tak sengaja melakukan hal yang membuat keduanya membeku di tempat. Bibir Kiki menyapu pipi Vina karena jarak mereka berdekatan dengan arah pandang yang sama dan Vina terlambat mengangkat wajah ketika Kiki berbalik. Saling bertukar tatap beberapa saat hingga Vina tersadar kemudian menarik diri membuat jarak dengan Kiki. Namun entah yang ada di pikiran Kiki hingga remaja laki-laki itu menahan lengan Vina untuk tidak beranjak. “Kiii” cicit Vina. "Siang tadi kamu ga papa?" Kiki menyapukan jarinya pada pipi Vina, mengusap perlahan. Matanya tidak beralih dari mata, wajah, dan lembut pipi Vina. "Aku ga suka dia nglakuin kayak gitu ke kamu" Usapan jemari Kiki pada pipinya membuat Vina langsung paham tentang arah pembicaraan Kiki. Dia setuju, dia pun tidak menyukai tindakan yang dilakukan oleh Dava. Tindakan itu memalukan dan Dava begitu kurang ajar memperlakukannya. "Aku gamau dia nglakuin kayak gitu ke kamu" "...aku juga gamau.." Vina ingin mengadu tentang perasaannya diperlakukan seperti tadi. Bahkan dia juga ingin menceritakan tentang betapa buruknya hari-harinya ketika Dava merundungnya dan memperlakukannya tidak baik. Lagi, untuk kali kesekian Vina ingin menumpahkan ceritanya pada Kiki tentang perlakuan Dava. Belum sempat mengucapkan lebih banyak cerita tanpa babibu Kiki langsung kembali menempelkan bibirnya di pipi sebelah kanan Vina. Bukan sebuah ketidaksengajaan tapi dengan tujuan, bukan pula sapuan sekilas tapi sebuah kecupan pelan. Vina tak bisa berpikir, tubuhnya menegang dan Kiki sahabatnya hanya memasang ekspresi dingin, atau entahlah Vina tidak terlalu bisa memproses yang terjadi. “Udah ilang. Sekarang tinggal punyaku” ucap Kiki mengusap pelan pipi Vina yang menghangat lebih ke panas. “Besok bantuin susun di lemari ya, aku pulang dulu dah mau malem” satu usapan di kepala Vina, Kiki berikan sebelum ia meninggalkan Vina yang masih mematung dengan debaran jantung yang tidak karuan. Seperginya Kiki tentu saja Vina mencoba menarik napas berpikir jernih. Namun tidak bisa, Vina kebingungan sendiri. Ia mempertanyakan kejadian yang baru saja terjadi. Untuk apa? Mengapa? ini gila.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD