Housemates With The Boss - 10

1272 Words
“Evannya mana?” tanya Aqina yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah membasuh mukanya. Eilish mengembuskan napas kasar. “Dia sibuk banget … buat sekedar mampir pun dia nggak punya waktu.” Aqina menyipitkan matanya memerhatikan wajah Eilish lekat-lekat. “Kamu nangis, ya?” Deg. Eilish melotot, tapi kemudian dia langsung menggelengkan kepala. “Nggak, kok.” “Halah itu masker kamu udah hilang membentuk dua aliran sungai air mata di pipi kamu!” sergah Aqina. Eilish terperanjat. Dia bahkan lupa bahwa sedang memakai masker. Eilish langsung menatap cermin dan seketika langsung berteriak histeris. “TIDAAAAAAK …!!! j-jadi tadi aku ketemu Evan dengan wajah seperti ini?” “Ya iya … orang tadi aku panggil-panggil buat cuci muka dulu, tapi kamunya malah ngeloyor gitu aja!” Eilish memejamkan mata sejenak disertai rasa panas yang menjalari wajahnya. “Mana tadi aku sempet meluk dia lagi.” “Ckckckck … kamu tau nggak Lish… kamu adalah orang paling rasional yang pernah aku kenal. Tapi kalau sudah menyangkut tentang Evan, kamu berubah jadi manusia super bucin yang seperti kehilangan akal sehatnya. Aku bener-bener nggak ngerti kenapa, sumpah!” Aqina menggeleng-gelengkan kepala karena kelakuan Eilish. “Itu yang namanya cinta, Say ….” Eilish membela diri. “Makan tuh, cinta!” umpat Aqina. Eilish tertawa terbahak, lalu mengedipkan matanya. “Sekarang kamu boleh menertawakan aku. Tapi lihat saja nanti … kamu juga pasti akan mengalaminya.” Aqina mencibir meledek, lalu kemudian tatapannya beralih pada bingkisan yang dibawa oleh Eilish. “Itu apa?” tunjuk Aqina. “Oh iya, aku hampir lupa.” Eilish langsung menjangkau dan membuka bingkisan itu. “Gila … cemilannya banyak banget!” Aqina tampak tersenyum bahagia saat melihat Eilish mengeluarkan satu persatu cemilan dengan kualitas premium itu. Ada berbagai aneka kue kering yang terlihat nikmat seperti nastar, puteri salju, kue cokelat dan berbagai jenis lainnya. “Ini pasti kue-kue yang nggak laku pas lebaran kemarin,” ledek Aqina lagi. Eilish langsung menatap sengit. “Huss … jangan begitu. Kalo nggak suka ya udah … kamu nggak usah ikutan makan,” ancamnya. Aqina langsung cengengesan. “Canda kok, Sayang. Santai dong, jangan ngegas. Nanti cantiknya luntur. Baru maskeran juga kan … pake masker aku yang harganya tujuh puluh lima ribu.” Eilish berdehem. Dia jadi mati kutu setelah Aqina menyebut harga masker yang sudah dipakainya. “Dia tahu aja kalo aku emang lagi butuh asupan gula,” ucap Eilish kemudian. “Kita makannya berdua ya chinggu.” Aqina menyenggol pundak Eilish dengan manja. Eilish berdecak pelan. “Tadi sok-sok ceramahin aku. Pake ngeledek kuenya lagi … sekarang malah minta bagi kuenya.” “Hehehe ….” Aqina terkekeh dan mengangkat jarinya membentuk huruf V. Semua cemilan sudah keluar dan menyisakan sebuah kotak kecil berwarna putih. Eilish pun mengambil kotak itu dan mengguncangkannya pelan. “Ini apa, ya ….” “Buka aja, Lish … kali aja isinya perhiasan emas, intan permata.” “Ngaco kamu!” sergah Eilish. Eilish membuka kotak putih itu. Sementara Aqina juga memantau dengan bola mata membesar dibalik kacamatanya. Ternyata isinya adalah sebuah dompet warna cokelat dengan coraknya yang khas diikuti dengan lambang hurruf LV yang berdempetan. “LOUIS VUITTON …!!!” pekik Aqina dengan mulut menganga. Eilish mengibaskan tangannya. “Jangan norak gitu dong, ah! Ini paling KW!” Aqina merebut dompet itu daan melihatnya dengan teliti. “Nggak, Lish … INI ASLIIIII …!!! kamu nggak bisa lihat, nih!” Eilish meneguk ludah, lalu memeriksa dompet itu kembali. “Tapi kotaknya kan biasa aja dan nggak ada surat pembeliannya juga.” “Mungkin Evan sengaja menyembunyikannya agar kamu nggak ngerasa terbebani menerimanya,” tukas Aqina. Eilish kembali memerhatikan dompet itu. Dari segi kualitas, bahan dan jahitannya yang super rapi itu memang terlihat kalau produk itu memang asli. Lapisan kulitnya, logo yang terter, bagian dalamnya pun terlihat sempurna. Aqina pun langsung sibuk dengan handphone-nya dan tak lama kemudian kembali bersorak. “Nah lihat deh … ini Louis Vuitton Clemence Nbu! Harga prelovednya aja bisa mencapai delapan juta rupiah… duh nggak kebayaang harga barunya berapa.” Eilish meneguk ludah. “Hahaha. Fix, ini pasti palsu. Nggak mungkin Evan bisa kasih hadiah semahal itu.” “Ini asli!” “Palsu!” “Asli!” “Palsu!” Eilish dan Aqina terlibat perdebatan sengit. Aqina meyakini bahwa dompet itu asli. Sedangkan Eilish kini tengah meragu. Dan jika seandainya dompet itu memang asli, maka akan ada satu tanda tanya besar lagi di benaknya. “Di mana Evan mendapatkan uang sebanyak itu?” Sebelumnya Evan memang sudah bercerita tentang pekerjaannya. Saat ini Evan bekerja sebagai manager pemasaran dari salah satu usaha kuliner yaitu ayam geprek Jensu yang memang terkenal sudah memiliki banyak outlet hampir si seluruh daerah di nusantara. Evan juga pernah menceritakan tentang nominal gajinya kepada Eilish. Dan menurut Eilish, jumlah gaji itu tidak cukup besar jika digunakan untuk hidup di Ibukota. Lantas bagaimana bisa Evan menghambur-hamburkan uang seperti ini? Ingatan Eilish pun kembali terbayang pada suasana kamar kost-an milik Evan yang dipenuhi oleh barang-barang branded dengan harga yang expensif. Dia juga teringat pada postingan ** Evan yang terlihat seperti seorang pria metrosek-sual Apa dia sudah mendapatkan kenaikan gaji? Apa Evan mendapatkan banyak bonus dari pekerjaannya? Eilish tentu kini bertanya-tanya. Dan entah kenapa perubahan Evan yang terlalu ekstrim itu mulai mengganggu pikirannya. . . . Danu mengembuskan napas kasar menatap situasi kantor yang akan menjadi tempatnya berjuang. Kantor itu konon katanya sudah dibersihkan semaksimal mungkin. Namun hasilnya terlihat sama saja. Tetap suram, kotor dan juga terasa lembab. “Ini yakin sudah dibersihkan …!?” bentak Danu frustasi. Akil tergelinjang kaget, lalu menyeringai takut-takut. “S-sudah, Pak. Semua sudah dibersihkan semaksimal mungkin. Tapi lantai yang tua ini seperti wajah keriput yang tidak bisa lagi di selamatkan dengan skincare apa pun. Noda di dinding juga seperti kenangan cinta pertama yang akan selalu membekas di hati. langit-langitnya pun demikian, Pak. Intinya adalah … kami sudah berusaha semaksimal mungkin.” Danu semakin frustasi dan panik. Suasana kantor itu benar-benar terlihat mengerikan baginya. Sejenak dia tampak berpikir keras. Danu sedang mempertimbangkan sesuatu. Sebenarnya dia masih memiliki tabungan rahasia dengan nominal yang cukup banyak. Danu akan menggunakan uang itu untuk menyokong kehidupan pribadinya. Namun melihat keadaan kantor yang seperti ini … Danu berubah pikiran. Dia mengambil handphone-nya, lalu dengan cepat menghubungi seseorang. “Halo Intan … aku butuh bantuan kamu sekarang. . . . Perempuan dengan setelan jas dan rok dibawah lutut berwarna biru langit itu bernama Intan Prasmeri. Dia adalah seorang konsultan di bidang desain interior. Sejauh ini Evan selalu berlangganan dengan Intan terkait urusan dekor mendekor. Karena memang, hasilnya luar biasa bagus. Namun dengan nominal yang bagus juga tentunya. “Ini sih gampang,” ucap Intan seraya mematut-matut keadaan kantor Danu yang mengenaskan. “Gedungnya juga tidak terlalu luas,kan … Dindingnya bisa dicat ulang, atau dikasih walpaper saja. Plafonnya tinggal diganti dan lantai bisa banyak opsi. Kita bisa lapisi dengan karpet premium atau vynil juga bisa. Terus untuk interiornya seperti biasa … kita selalu menyediakan furnitur-furniture luxury yang tentunya bisa membuat tempat ini berubah menjadi super mevaaaaaaah dan menakjubkan.” “Jadi ini masih bisa diselamatkan?” Intan mengangguk. “Tentu saja bisa. Pokoknya bagian luar mau pun dalam ruangan ini bisa disulap sekejap mata. Karena sebenernya struktur dan basic bangunan ini masih oke. Emang karena kurang perawatan aja. Makanya hancur seperti ini.” Danu menatap pelan. “Dikebut seharian bisa nggak?” “Bisa dong! Aku bisa kerahkan gerombolan pekerja untuk menyulap tempat ini dengan cepat.” Intan menepuk pundak Danu pelan sambil tertawa. “Hahaha … kamu kayak nggak kenal aku aja. Kamu meragukan kemampuan aku, ha?” . . . Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD