Housemates With The Boss - 16

2010 Words
“Astaga … aku ketiduran!” Eilish terperanjat saat menyadari bahwa suasana kamarnya sudah berubah gelap. Dia langsung terduduk, menyapu wajahnya dengan telapak tangan, lalu kemudian menyalakan lampu kamar. Eilish juga buru-buru menutup kaca jendela karena gerombolan nyamuk sudah melenggang masuk. Eilish merasa sedikit pusing, haus dan juga lapar. Dia pun langsung menjangkau ranselnya dan mengeluarkan sebuah kantong plastik yang berisi aneka mie instan. Mulai dari kemasan cup, kemasan bungkus biasa ada di sana. Eilish tersenyum senang. “Hujan-hujan seperti ini memang paling seru makan mie rebus!” Dia mengikat rambutnya, lalu membuka pintu kamar itu dengan pelan. Suasana di luar sana sudah gelap. Tapi Eilish bisa melihat cahaya yang merembes dari bawah pintu kamar tetangganya. “Aku bahkan belum sempat berkenalan dengan penghuni kamar sebelah,” bisik Eilish lirih. “Tak mengapa, besok aku juga akan bertemu dengannya,” ucap Eilish lagi. Dia beranjak menuju bagian dapur yang terlihat sangat bersih. Eilish langsung mencari peralatan yang ia butuhkan. Sebuah panci kecil berwarna merah pun ia dapati di lemari bagian bawah. Eilish langsung memasak air untuk menyeduh mie-nya. Dia juga memakai sebagian air panas itu untuk menyeduh kopi. Tak butuh waktu lama. Dia pun segera kembali ke dalam kamar dengan membawa mie dan cangkir kopinya itu. “Let’s go party for tonight,” bisiknya sennag. Ketika sudah berada di dalam kamar, Eilish teringat sesuatu. Dia menyeret kopernya, lalu kemudian langsung membongkarnya. Eilish kemudian mengambil sebuah kantong plastik yang berisi cemilan khas Sumatera Barat. Di dalamnya terdapat dedadu, keripik singkong balado dan juga keripik sanjai. Awalnya oleh-oleh itu ia bawakan untuk Aqina. Tapi ternyata sosok sahabatnya itu baru saja melakukan perawatan gigi. Aqina sekarang memakai kawat gigi untuk merapikan susunan giginya yang memang sedikit berantakan. Alhasil dia sedang tidak diperbolehkan untuk makan yang keras-keras. Eilish tersenyum pelan. “Apa sebaiknya ini aku kasihkan saja untuk penghuni kamar sebelah?” Eilish mengambil sebuah kertas, lalu menuliskan sebuah pesan singkat. ‘Sedikit oleh-oleh dari saya. Semoga kamu menyukainya.’ -Penghuni kamar sebelah. Itulah bunyi pesan yang ditinggalkan Eilish. Dia segera keluar lagi, lalu meletakkan bungkusan cemilan itu di depan pintu kamar tetangganya. Dan kemudian Eilish kembali masuk ke dalam kamar dan mulai menikmati malam bersama mie rebus + secangkir kopi dan juga hujan di luar sana. . . . Danu masih berkutat dengan laptopnya dalam keadaan kamar yang temaram. Dia hanya menyalakan lampu meja yang kini menyorot wajah tampannya yang sedang memakai kacamata. Danu tengah menyusun ulang semua rencana kerja yang dia punya untuk beberapa bulan ke depan. Selain itu dia juga sibuk memeriksa beberapa proposal yang tadi dikirimkan melalui email oleh Akil kepadanya. “Aah … sepertinya akan sangat sulit untuk memperbaiki citra perusahaan ini. Rata-rata mantan klien mengaku kecewa setelah menjalin kerja sama,” bisik Danu pelan. Lelaki itu kemudian meregangan lehernya sejenak. Danu meringis, bukan karena ada yang terasa sakit, melainkan dia tengah kebelet pipis yang sudah sedari tadi ditahannya. “Andai saja ada kamar mandi di dalam kamar, tentu semua akan lebih sempurna.” Danu bergegas melangkah keluar kamar. Pintu kamar itu berderit pelan. Danu langsung terkejut ketika kakinya hampir menyentuh kantong plastik yang tergeletak di lantai. “A-apa ini?” Danu berjongkok untuk melihat. Dia langsung mengambil notes yang tertempel di sana dan membacanya. Danu tersenyum sambil menatap ke pintu kamar sebelah yang kini tertutup rapat. Ia pun memeriksa isi kantong itu dan kembali tersenyum pelan. “Sepertinya dia orang yang baik.” Danu memasukkan kantong cemilan itu ke dalam kamar terlebih dahulu, baru kemudian kembali keluar menuju kamar mandi. Tapi ketika melewati dapur, dia langsung tersentak melihat api kompor gas yang masih menyala. “OH MY GOD …!!!” Danu langsung menghambur dan mematikan api kompor itu. Tatapannya pun beralih pada panci bekas rebusan air yang tergeletak begitu saja. Bak cuci piring yang tadinya kinclong mengkilat juga tampak kotor dinodai oleh beberapa helai mie instan yang sepertinya jatuh ke sana lengkap dengan sampah plastik bumbunya. Helaan napas Danu langsung berubah sesak. “Sepertinya … aku harus menarik lagi kata-kata yang tadi aku ucapkan.” Danu masuk ke dalam kamar mandi untuk menuntaskan panggilan alamnya. Setelah selesai, Danu kembali masuk ke dalam kamar. Dia mengambil cemilan yang tadi ia terima dan menggantungkannya di gagang pintu kamar Eilish. Tapi kemudian, Danu terdiam sejenak. “Apa aku tidak terlalu berlebihan. Bisa jadi dia benar-benar lupa mematikan api kompornya. Dan juga ….” Danu tidak menyelesaikan kalimatnya. Mendadak ucapan Eilish tadi pagi kembali terngiang-ngiang di telinganya. Danu merasa sangat terganggu saat Eilish menganggap sebagai orang yang anti sosial. Eilish bahkan juga mengatakan bahwa ia tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Yang membuat Danu merasa sangat marah adalah … Perkataan Eilish tentang dirinya itu sepenuhnya BENAR! Tapi sepanjang hidupnya tidak ada satu orang pun yang berani memprotes kepribadiannya itu. Terlebih lagi Danu juga sudah mengingat bahwa Eilish adalah perempuan yang juga menamparnya di perempatan jalan waktu itu. “Sial … kenapa aku sangat terganggu dengan perempuan itu. Apa sebaiknya aku langsung memecatnya saja?” Danu mengambil kantong berisi cemilan itu lagi dan kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya. Ya, kali ini Danu tampak berusaha untuk menjadi teman se-rumah yang baik. Dia tidak ingin dicap sombong sejak awal jika ia mengembalikan cemilan itu. “Okey … aku akan memaafkan kekacauan kali ini. Tapi jika nanti dia tetap berulah … aku tidak akan segan-segan mendobrak pintu kamar ini,” ucapnya kemudian. . . . . Pagi datang menjelang. Danu tidak tahu sekarang pukul berapa, tapi dia mendengar suara bising yang mulai mengganggu telinga. ‘One … Two … three … here we go!’ Danu duduk dengan kepala yang terasa berat dan mencoba mendengar kembali dengan seksama. Ternyata itu adalah suara panduan senam yang terdengar nyaring sekali. Danu beralih menatap jam dinding. Waktu ternyata baru menunjukkan pukul setengah enam pagi. “Siapa yang senam pagi-pagi seperti ini?” desisnya sambil mengintip ke kaca jendela yang berada tepat di samping kasurnya. Danu menguap lebar. Suara host dari pemandu senam itu masih terdengar jelas. Danu mengernyitkan dahi. Bukan. Suara ini bukan berasal dari rumah tetangga yang ada di samping kamarnya. Danu perlahan bangun dan mencari sumber suara itu. Deg. Danu melotot. Ternyata suara itu berasal dari kamar sebelah. Di balik dinding itu, sosok Eilish sedang melakukan workout mengikuti sebuah video yang dia putar di youtube. Gadis itu tampak bersemangat sekali melompat-lompat dan juga melakukan gerakan senam mengikuti sosok bule yang ada di layar. Lelehan peluh sudah membanjiri tubuhnya yang memang terlihat sangat bugar. Akhirnya Eilish bisa kembali berolahraga walau hanya di dalam kamarnya. Awalnya dia ingin senam di luar kamar, tapi suasana di luar terasa cukup menakutkan bagi perempuan itu. Eilish terus melompat, memutar tangan, melakukan berbagai gerakan dengan sungguh-sungguh dan tidak sadar bahwa sosok dibalik dinding kamarnya sudah merasa terganggu. . . . Danu mengembuskan napas gusar. Dia mencoba mengabaikan suara berisik itu. Dia tak henti mengomel, karena ternyata rumah ini tidak kedap suara sedikitpun juga. Lelaki itu membenamkan wajahnya dibantal dan mencoba kembali memicingkan mata. Kelopak mata itu mulai sayu dan terpejam kembali, tapi kemudian tubuhnya langsung tergelinjang kaget saat mendengar suara tepuk tangan yang menghentak kuat dari balik dinding sana. “Astaga … apalagi sekarang?” rintih Danu. Dia menelusupkan kepalanya ke bawah bantal. Namun suara tepuk tangan yang berirama itu masih saja terdengar. Sepertinya saat ini Eilish sedang melakukan gerakan melompat sambil menepuk tangan di udara. Hari tenang Danu di rumah kontrakan baru nyatanya hanya sehari semalam saja. Kemarin dia benar-benar merasa damai. Danu bahkan sempat dihinggapi oleh perasaaan ‘rindu pulang ke rumah’. Kemarin hanya ada dia di sana. Hening dan juga tenang. Malam kemarin tidurnya juga sangat nyenyak sekali. Danu berharap aktivitas senam irama yang sedang dilakukan oleh penghuni kamar itu segera berhenti. “Apa aku harus menegurnya?” Danu berpikir sebentar, lalu kemudian menggeleng pelan. “Tidak … aku paling tidak bisa mengontrol emosi jika sudah berhadapan dengan seseorang yang membuat aku kesal. Pasti akan terjadi keributan nantinya.” Lelaki yang tidur dengan ber-telan-jang d**a itu akhirnya mengambil headseat dan memutar lagi di handphone-nya. Dan berkat alunan lagu yang merdu itu … akhirnya Danu bisa terlelap kembali. . . . Jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi saat Eilish selesai berolah raga. Dia kemudian mendinginkan tubuhnya sambil menikmati secangkir teh hijau yang diseduh tanpa memakai gula. Sejak pindah ke Jakarta, berat badan Eilish naik sebanyak dua kilogram dan dia ingin kembali mendapatkan berat badan idealnya dengan melakukan diet. Eilish membuka jendela kamarnya lebar-lebar untuk menghirup udara pagi yang masih segar. Dia berdiri di depan jendela itu sambil memegang cangkir teh hijaunya. Tak lama setelah itu Eilish teringat sesuatu. Dia menjangkau handphone di atas kasur dan segera menghubungi Evan. Namun sayangnya … Nomor sang kekasih masih belum bisa dihubungi sejak semalam. Eilish terpekur lemas. Terkadang dia merasa seperti tidak mempunyai pacar. Sosok Evan selalu sibuk. Eilish kadang ingin menghabiskan malam dengan chatting yang lama. Atau sekedar videocall hingga keduanya mengantuk seperti dulu. Apakah keputusannya untuk menerima Evan kembali adalah sebuah kesalahan? Tidak. Eilish cepat-cepat mengusir pikiran itu dari otaknya. Karena Eilish sepenuhnya percaya bahwa saat ini Evan tengah bekerja keras untuk masa depan mereka berdua. Eilish pun tersenyum membayangkan hal itu. Tanpa terasa matahari sudah sepenuhnya muncul, Eilish pun lekas menyambar sehelai handuk dan bergegas ke kamar mandi. . . . Danu terbangun karena suara alarm di handphone-nya yang berbunyi keras. Tangannya bergerak-gerak menjangkau handphone yang ada di atas meja nakas masih dengan posisi wajah menelungkup di atas bantal. Bukannya terjangkau, handphone itu malah semakin jauh dan kemudian jatuh ke lantai. Deg. Danu buru-buru bangun dan mengambilnya. Dan ujian hidupnya pun berlanjut. Layar handphone itu langsung retak di bagian atas layarnya. Danu mendengkus kesal. Kenapa dia merasa sial sekali saat ini. Tidak ingin berlama-lama larut dalam rasa kesal, Danu segera menuju kamar mandi. Hari ini dia akan bertemu dengan salah satu klien yang akan bekerja sama dengan perusahaannya. Danu melangkah pelan sambil sesekali menguap. Namun setiba di depan pintu kamar mandi, dia terkejut mendengar suara guyuran air di dalam sana. Jemari Danu yang hendak meraih gagang pintu kamar mandi itu pun terhenti. Tatapannya beralih pada pintu kamar sebelah yang kini sedikit terbuka. Danu mendesah pelan. Ternyata penghuni kamar itu yang ada di dalam kamar mandi sekarang. “Aaaah … setelah tadi ribut di pagi buta, sekarang dia juga membuat aku menunggu untuk memakai kamar mandi,” keluh Danu pelan. Lelaki itu akhirnya hanya bisa menunggu. Dia berharap teman serumahnya itu cepat menyudahi ritualnya. Karena hari ini Danu harus berangkat lebih awal. Danu mencoba sabar. Lima menit berlalu. Sosok yang ada di dalam kamar mandi itu tidak juga keluar. Sepuluh menit sudah terlewati. Tapi pintu kamar mandi itu masih saja tertutup rapat. Kali ini kesabaran Danu hampir habis. Dia melangkah gusar mendekati pintu kamar mandi itu. Kepalan tangannya sudah siap untuk mengetuk cepat. Tapi kemudian helaan napasnya kembali terdengar lemah. Danu akhirnya beranjak ke bak cuci piring dan membasuh muka serta menggosok gigi di sana. Dia sudah tidak punya waktu lagi untuk menunggu. Raut wajahnya kini terlihat kesal. Tatapan matanya itu terlihat sangat buas dan sepertinya bisa menerkam siapa saja yang ada di depannya. Bahkan saking emosinya, sikat gigi yang ia genggan itu pun tiba-tiba patah. “Sial …!!!” Danu melempar sikat gigi itu ke tempat sampah dan kembali melanjutkan membasahi rambutnya. Setelah itu ia bergegas ke dalam kamar untuk berpakaian. Danu bahkan tidak sempat lagi memanaskan mesin mobilnya seperti kemarin. Hari ini dimulainya dengan suasana hati yang buruk. Derungan suara mesin mobilnya terdengar kencang saat meninggalkan pekarangan rumah. Dan seiring dengan mobil yang melaju pergi itu … Eilish membuka pintu kamar mandi dan melongokkan wajahnya. “Lho … dia sudah pergi? Gagal lagi, deh kenalannya.” Eilish kembali masuk ke dalam kamar mandi. Ternyata dia melakukan scrub seluruh tubuh dan juga mencukur bulu kakinya. Perlengkapan mandi Eilish kini memenuhi lantai kamar mandi yang sempit itu. Dan ajaibnya lagi, dia bahkan belum mandi. Eilish melanjutkan kegiatannya sambil tersenyum senang. Dia sama sekali tidak sadar bahwa kelakuannya itu sudah membuat awal hari seseorang menjadi buruk. “Semua treadmentnya selesaaaaaaai … dan sekarang ayo kita mandi!” seru Eilish kemudian. . . . Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD