Housemates With The Boss - 17

2101 Words
“GOOD MORNING EVERYBODY …!!!” Eilish menyapa dengan antusias sambil mengembangkan kedua tangannya saat memasuki ruangan tim divisi kreatif. Namun… Tidak ada seorang pun yang menjawab. Eilish tersadar ternyata suasana di dalam ruangan itu sedang mencekam. Terlebih ada sosok Danu yang sedang duduk di ujung sana. “Sepertinya hari ini suasana hati anda sedang sangat baik Nona Eilish … sampai-sampai anda datang terlambat. KAMU TAHU SEKARANG SUDAH JAM BERAPA, HA …!?” bentak Danu sambil menepuk meja dengan keras. Deg. Eilish langsung terkesiap. Kali ini dia tidak membangkang seperti biasanya. Entah kenapa hari ini Danu terlihat sangat murka dan Eilish harus mengakui bahwa ia mulai merasa sedikit takut. “M-maafkan saya … tadi saya terjebak macet di jalanan,” ucap Eilish kemudian. “Besok kamu jalan di langit saja biar tidak terkena macet,” balas Danu gusar. Semua orang yang duduk di ruangan itu kompak menahan tawa. Eilish pun merasa malu dan segera duduk di kursi kosong yang tersedia. Hari ini mereka semua mengadakan rapat tentang sebuah proyek yang cukup menjanjikan. Sebagai CEO baru di perusahaan itu, Danu sudah berhasil menggaet klien pertamanya. Seorang anggota tim kreatif bernama Inneke tampak sedang mempresentasikan ide untuk sebuah iklan dan promosi yang akan diproduksi nantinya. Sosok Inneke tampak sangat percaya diri. Gadis cantik dengan rambut keriting dan kulit gelap yang cantik itu berstatus karyawan baru sama seperti Eilish. Sosoknya langsung menjadi idola. Inneke terkenal sangat ramah dan mudah berbaur dengan siapa saja. Tapi … ada satu hal yang tidak diketahui oleh semua orang. Eilish masih menatap nanar. Dia membolak-balik proposal milik Inneke yang kini juga ada di depannya. Rancangan ide, konsep dan isi keseluruhan proposal itu adalah miliknya. Eilish kemarin memang sempat berbincang-bincang dengan Inneke. Tanpa ada prasangka apa-apa, Eilish pun menceritakan gagasannya terkait ide proposal yang akan ia ajukan. Eilish menatap Inneke lekat-lekat dengan tatapan tak percaya. Tapi perempuan itu bersikap acuh dan tetap percaya diri menyelesaikan presentasinya. “Demikian presentasi rancangan ide dari saya, sekian terima kasih.” Inneke menutup presentasinya dengan tersenyum manis. Tepuk tangan pun terdengar riuh. Sosok Danu juga tersenyum tipis. “Not bad. Overall saya suka ide dan gagasan kamu. Jika dipoles sedikit lagi saja, itu pasti akan menjadi konsep iklan yang sangat briliant!” Danu melontarkan pujiannya. Inneke tersenyum bangga. Sementara Eilish kini merasa gerah dan gelisah. Dia mendadak gugup dan resah. “Hey kamu …!” Deg. Eilish terkejut saat Danu menatap padanya. “I-iya, Pak,” jawab Eilish terbata. “Sekarang giliran kamu untuk mempresentasikan ide proposalnya. Saya harap kinerja kamu sama hebatnya dengan tingkah laku kamu selama ini,” ucap Danu lagi. Deg. Eilish terperanjat. Dia sebenarnya sudah mempersiapkan presentasinya dengan sebaik mungkin. Tapi yang jadi masalah adalah … isinya persis sama dengan apa yang sudah dipaparkan oleh Inneke. “Kenapa kamu terlihat bingung, Lish?” tanya Akil. Eilish tersadar dan menatap sebentar. Danu tersenyum kecut. “Kenapa? Apa jangan-jangan kamu tidak mempersiapkannya?” Helaan napas Eilish terasa tersangkut di kerongkongan. Dia beralih menatap Inneke, tapi gadis itu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Eilish kemudian menatap Danu perlahan, lalu menundukkan kepala. “Maafkan saya ….” Danu menyeringai pelan. “Tidak mengherankan memang. Pepatah lama itu ternyata memang masih relevan bahkan untuk jaman modern sekarang ini. Tong kosong memang nyaring bunyinya. Itu adalah perumpaan paling pas untuk menggambarkan sosok kamu!” Eilish hanya bisa terpekur. Dia bisa saja membela diri dan mengatakan bahwa idenya sudah dicuri oleh Inneke, tapi Eilish yakin bahwa itu hanya akan membuat keadaan semakin rumit. Eilish akhirnya hanya bisa terdiam. Sementara Danu masih menatapnya tajam dengan sorot mata penuh kebencian. “Saya selalu memberikan tiga peringatan kepada siapa saja di perusahaan ini. Dan ini adalah peringatan pertama untuk kamu! Silakan buat masalah dua kali lagi dan kamu AKAN LANGSUNG SAYA PECAT!” Eilish tertunduk lebih dalam. Sementara Danu langsung bangun dari duduknya dan melangkah pergi dari ruangan itu. Setelah Danu pergi, semua orang pun satu persatu juga melakukan hal yang sama. Sedangkan Eilish masih terduduk lemas di kursinya. Hingga kemudian dia tersadar dan segera menyusul Inneke yang juga sudah melangkah keluar. “Inneke …! Ke! Tunggu … kita perlu bicara sebentar.” Eilish langsung mencegat langkah Inneke. Gadis itu tersenyum ramah. “Iya, Lish. Ada apa?” Eilish menatap nanar. Sedetik kemudian dia menarik tangan Inneke menuju atap. “Apa-apaan, sih?” sergah Inneke sambil menghentak tangan Eilish saat mereka menaiki tangga. Eilish yang sudah resah tidak bisa berbasa-basi lagi. “Kenapa kamu mencuri ide aku, ha?” Inneke melotot. “A-aku mencuri ide kamu?” “Iya. Jelas-jelas semua itu adalah ide aku yang kemarin aku ceritain ke kamu, Ke …!” pekik Eilish. Inneke hanya tersenyum. “Memangnya … kamu sudah mempunyai hak paten untuk ide itu? Memangnya kamu sudah membuat proposalnya kemarin itu, ha?” Eilish menggeleng pelan. “A-apa? Bagaimana bisa kamu malah berkata seperti itu.” “Hahahaha … kamu sepertinya baru terjun di pekerjaan seperti ini, ya? Lain kali simpan ide kamu itu sendiri … dunia ini keras Sayang … dan yang aku lakuin itu adalah hal yang lumrah dalam pekerjaan seperti ini.” Inneke menatap tajam, kemudian melenggang pergi menuruni anak tangga kembali. Eilish terdiam. Padahal dia mengira Inneke adalah sosok yang bisa dijadikannya sebagai teman. Tapi tersenyata gadis itu menjelma sebagai musuh dalam selimut. Selain mencuri idenya, Eilish juga mendapatkan peringatan pertama karena perempuan itu. Sangat menjengkelkan. Eilish terduduk lemas di anak tangga menuju atap itu. Dia terpekur dengan helaan napas yang sesak. Tak lama kemudian Eilish kembali menuruni anak tangga. Dan bersamaan dengan itu juga, sosok Danu yang sedari tadi memantau dari atas menganggukan kepala pelan. . . . Hari Eilish langsung terasa buruk. Dia merasa jengkel setiap kali menatap sosok Inneke yang kini sok sibuk menebar kebaikan kepada semua orang. Eilish sama sekali tidak menduga bahwa Inneka ternyata selicik itu. Padahal Eilish sudah memasukkan Inneke ke dalam list someone who must closer. Seseorang yang harus lebih dekat dengannya. Namun ternyata … Dia sudah menikam Eilish bahkan sebelum mereka berteman lebih dekat. Eilish mencoba fokus menyelesaikan pekerjaannya. Layar komputer itu terasa membuat kepalanya pening, namun Eilish tetap memaksakan diri. Dia tidak ingin hancur lebih jauh lagi. Ini baru permulaan dan Eilish tidak akan jatuh secepat itu. Jemarinya dengan cepat menyelesaikan laporan yang diminta oleh Akil. Eilish tidak lagi menghiraukan sosok Inneke yang masih disanjung-sanjung oleh karyawan yang lainnya. Kabarnya jika ide itu dipakau, Inneke akan langsung menjabat sebagai ketua tim. Posisi itu tentu amat menjanjikan. Dia juga akan dilimpahi bonus seperti yang disampaikan oleh Agung sebelumnya. “Eilish … aku boleh minta bantuan kamu nggak?” Deg. Eilish terkejut. Sementara Inneke tersenyum manis. “A-ada apa?” tanya Eilish kemudian. Inneke tersenyum. “Ini … aku diminta sama Pak Danu untuk mengirim file berbentuk dokumennya. Sementara aku cuma bikin format powerpoint aja. So … kamu bantuin bikinin file dokumen biasanya, ya.” Demi tujuh lapis langit dan sekalian alam barzah, Eilish benar-benar tercengang bukan main. Dia tak habis pikir Inneke masih bisa bersikap seperti itu kepadanya. Setelah mencuri gagasan idenya, sekarang dia juga menyuruh Eilish untuk mengerjakan tugasnya? Gila. Eilish tidak bisa tinggal diam. Pangkal gerahamnya sudah beradu kuat, namun … Tatapan mata semua orang yang ada di ruangan itu membuat Eilish mengurungkan niatnya. Kalau pun ia berkoar bahwa Inneke sudah mencuri idenya, Eilish yakin mereka semua tidak akan percaya. Hal itu hanya akan membuat posisi Eilish menjadi semakin sulit. Karena Inneke sudah menjelma sebagai lovely friend bagi semua orang di dalam ruangan itu. “Kenapa? Kamu nggak bisa bantu aku, ya?” Inneke memasang wajah sedih. Glek. Eilish menyadari bahwa semua orang kini sedang memerhatikannya. Alhasil Eilish harus berpura-pura menampilkan wajah ramah. “Ah … aku bisa, kok. Nanti kalau sudah selesai langsung aku berikan.” “Duh. Makasih ya, Lish! Sebagai tim yang solid, kita memang harus bekerja sama bukan?” Eilish tertawa. “Hahahaha. Iya. Kita haru bekerja sama.” Inneke kembali melenggok duduk ke kursinya. Sementara Eilish kini mengatur helaan napas yang sesak. Bara-bara dendam itu mulai menyala. Dia mengira rekan kerja toxic seperti itu hanya ada di dalam drama, namun ternyata semua nyata adanya. Eilish bahkan tidak perlu membuat ulang laporan berbentuk dokumen itu, karena dia memang memilikinya. Eilish hanya perlu mengganti namanya saja menjadi nama Inneke. Menjengkelkan sekali bukan? “Aku berharap dia segera mendapatkan karma,” umpat Eilish di sela-sela ketikaan jarinya di atas keyboard komputer. . . . Jam istirahat dan makan siang. Semua orang berbondong-bondong hendak keluar ruangan mengikuti Inneke. Perempuan itu mentraktir semua rekannya untuk makan siang bersama sebagai perayaan karena proposal miliknya yang dilirik oleh Danu selaku CEO. Inneke juga mengajak Eilish untuk ikut serta, tapi tentu saja Eilish menolak. “A-aku lagi puasa senin - kamis,” jawab Eilish. “Tapi ini kan, hari rabu,” tukas Inneke. Eilish tertawa. “Aku lagi puasa buat bayar puasa yang bolong di Ramadhan kemarin.” “Aaah .. jadi begitu. Oke deh, kalo begitu.” Inneke akhirnya berhenti meracau. Ruangan itu berangsur sepi dan kemudian sepenuhnya lengang. Sekarang hanya Eilish seorang yang ada di ruangan itu. Eilish berpikir sejenak. Merenung dalam-dalam dan sekeras apapun ia berpikir … Eilish merasa bahwa Inneke tidak bisa dibiarkan menang begitu saja. “Ya … aku nggak bisa berdiam diri seperti ini,” bisik Eilish kemudian. Eilish bangun dari duduknya dan bergegas menuju ruangan Danu. Dia datang dengan semberono membuka pintu hingga membuat sang bos terkejut. Danu yang sedang menyeruput cangkir kopinya itu tergelinjang kaget. Kopi itu terkocek hingga tumpah di bajunya. Deg. Danu menatap tajam. Sedangkan Eilish langsung meringis. “M-maafkan saya,” bisik Eilish lirih. Danu memejamkan matanya sejenak untuk meredam amarah yang siap meledak. Dia langsung membuka kemeja itu dengan gusar dan melemparnya ke sudut ruangan. Eilish pun langsung menutup wajahnya dengan telapak tangan. Namun ia tetap mengintip di antara sela jarinya. Sosok Danu beralih mengambil sebuah baju kaos warna hitam yang ada di dalam laci meja dan kemudian memasangnya. Eilish menurunkan tangan dari wajahnya, lalu menundukkan kepala sekali lagi. “Maafkan saya ….” “Kemampuan kamu untuk membuat tidak disukai oleh orang lain memang luar biasa,” ucap Danu sengit. Eilish meremas tangannya sendiri. Hening. Danu masih menatap sengit. Tapi dia juga terlihat tidak begitu marah. “Ada apa kamu datang ke sini, ha?” bentak Danu kemudian. Eilish langsung mengangkat wajahnya. “S-saya ingin diberikan kesempatan untuk mengikutsertakan proposal saya! Saya juga ingin menyampaikan ide dan gagasan saya untuk proyek ini.” Danu menyipitkan matanya. “Tidak perlu lagi karena semua sudah selesai.” “SAYA MOHOOOON …!” pekik Eilish tiba-tiba. “Kenapa?” tanya Danu dengan suara datar. Eilish meneguk ludah. “K-karena saya yakin bisa membuat ide dan gagasan yang lebih menarik. SAYA YAKIN!” Danu menyeringai, lalu bangun dari duduknya. “Apa alasannya? Kamu tidak suka dengan ide proposal rekan kerja kamu tadi?” Eilish terdiam. Hatinya bimbang. Apa sebaiknya dia mengatakan kebenarannya bahwa Inneke sudah mencuri idenya? Tidak. Itu terlalu kekanak-kanakan. “Kenapa kamu malah diam, ha?” sergah Danu. Eilish tersadar. “S-saya hanya ingin mencobanya! Saya juga ingin mencobanya. Saya yakin dan percaya bisa menampilkan proposal yang jauh lebih baik.” “Alasan se-lemah itu tidak bisa saya terima.” tolak Danu tegas. Eilish meneguk ludah. Sementara sosok Danu kini berbalik membelakanginya menatap jendela di luar sana. “Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan,” ucap Eilish kemudian. Telinga Danu tergelitik mendengar tawaran itu. “Kesepakatan?” dia berbalik menatap Eilish. “Saya tahu bahwa anda tidak menyukai saya. Saya juga sadar bahwa saya sudah bersikap sembrono terhadap anda, tapi … saya mohon berikan saya kesempatan kali ini. Dan jika saya gagal, saya akan keluar dari perusahaan ini secara sukarela,” ucap Eilish. Danu menyeringai. “Cukup menarik.” “Saya mohon …,” pinta Eilish lagi. Danu mengangguk pelan. “Baiklah. Saya akan memberikan kamu kesempatan.” “B-benarkah?” Eilish menatap penuh harap. “Iya. Tapi … kamu harus menyerahkan proposan itu besok pagi kepada saya!” Deg. Eilish terdiam, itu sedikit berat, tapi dia harus mengambil risiko itu. “Baik! Saya akan menyerahkannya besok pagi.” “Keluar sana!” usir Danu kemudian. Sebelum keluar Eilish mengambil baju kemeja biru milik Danu yang tadi ia lempar ke sudut ruangan. Danu pun menatap bingung. “Kenapa kamu mengambil baju saya.” “Saya akan mencucikannya,” jawab Eilish. Jemari Danu terangkat hendak mencegah, tapi sosok Eilish sudah menghilang dibalik pintu. Sosok lelaki itu pun tersenyum tipis. “Dia sangat menjengkelkan … tapi juga menarik. Dia bahkan tidak melaporkan tentang pencurian ide itu … Dan sepertinya, aku ingin bermain-main sedikit lebih lama sebelum menyingkirkannya….” . . . Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD