17

1492 Words
“Makanya kami bilang, KAMU DAN PETUGAS KEAMANAN IKT SAJA!” Liana berseru kencang. “Apakau akan bertanggung jawab nanti jika sesuatu terjadi kepada sahabatku, jika ternyata benar ada petunjuk diatas? KAMU MAU BERTANGGUNG JAWAB TIDAK NONA?” Bentar Liana lagi. Edward  menjawil tangan Liana agar mengurangi nadanya. “Shh ..., pelan-pelan. Nanti dia semakin tidak mau membukakan pintu. Kau bodoh sekali,” geram Edward  kesal. “Apa kau punya saran lain?” geram Liana. Edward  diam, dia sendiri sudah kehabisan bahan untuk membujuk resepsionis itu. Resepsionis menggeleng. "Maaf, ini tetap peraturan. Saya harus menjalani peraturan. Kami tidak diizinkan memberikan kunci karena akan mengganggu privasi penghuni. Hal itu sama sekali tidak dibenarkan. Saya harap Anda mengerti. Kalau saya izinkan, saya akan mendapat masalah." "Tolong Anda juga pahami kami. Kalau bukan karena hal yang sangat penting, kami tidak akan meminta Anda untuk membukakan pintu." Liana tetap bersikukuh. "Saya yakinkan Anda kalau kami tidak akan membuat masalah apa pun." "Maaf tidak bisa, Nona. Peraturan tetap peraturan." Resepsionis tetap tidak mau mrngubah keputusannya. Wajar saja lantaran pekerjaannya dipertaruhkan. Di sisi lain Edward  dan Liana dapat mengerti, tetapi masalah yang mereka hadapi sangat mendesak. Sayangnya, mereka tidak bisa mengungkapkannya pada orang lain karena hanya akan menimbulkan keresahan, tanpa solusi. "Seperti yang dikatakan teman saya. Kami tidak akan berbuat ulah yang merugikan Anda. Saya yakinkan sekali lagi," bujuk Edward . "Anda bisa saja bicara seperti itu sekarang. Tapi kalau sampai terjadi sesuatu, Anda akan lepas tangan. Saya benar-benar tidak mau itu terjadi. Mohon dipahami." "Atau biarkan kami bicara dengan atasan Anda," pinta Liana. Resepsionis mencerna pikiran sebelum akhirnya mengangguk. "Silakan duduk dulu. Mohon ditunggu sebentar." Resepsionis menghubungi atasannya. Cukup lama dia menghubungi atasannya. Sementara itu Edward  dan Liana menunggu. Liana tampak tidak sabar. Berkali-kali dia mendesah seraya melihat jam. Edward  yang terlihat lebih tenang, sesungguhnya merasakan hal yang sama. Namun, dia memang selalu lebih biasa mengendalikan emosinya. Beberapa menit kemudian, seseorang muncul dan menghampiri resepsionis. Resepsionis itu pub mengantarkan perempuan itu menemui Edward  dan Liana. *** “Hello, good evening,” seorang perempuan muda cantik mendatangi Liana dan Edward . Perempuan tersebut memiliki aksesoris kecantikan yang menawan. Rambutnya hitam pendek dan dipotong dengan model bob. Wajahnya oval dan dihiasi alis melengkung, mata lebar, hidung mungil, serta bibir yang seksi. Kecantikannya nyaris sempurna, apalagi ditunjang badan proporsional dengan tinggi perempuan rata-rata. Dia adalah Maddy, atasan resepsionis tadi. Salah satu pengurus dan pengelola apartemen yang disewa oleh Leona. “Good Evening Miss … “ Jawab Edward  sopan. Edward  menjulurkan tangannya. “Aku Edward ,” Ucapnya. Maddy menyambut tangan Edward , “Maddy!” Ucapnya ramah. “Ada yang bisa aku bantu tuan dan nyonya?” Tanya Madddy sambil tersenyum ramah. “Begini ceritanya Miss Maddy. Kami mempunyai teman yang menyewa salah satu unit apartemen disini. sudah beberapa hari, teman kami ini hilang. Kami sudah mencariny kemana-mana, amun sampai sekarang masih belum ada petunjuk. Hari ini, kami berniat untuk mencari sesuatu didalam apartmennya. Kami yakin dia meninggalkan jejak didalam sana. Namun sayangnya kami tidak memiliki kunci apartemen tsb. Tadi kami membernaikan diri bertanya nona—“ “Rose!” jawab Maddy menunjuk ke arah gadis resepsionis tadi, yang memiliki sepasang mata sendu yang indah, hidung mancung, bibir seksi, rambut brunette berkilau “Yeah, kepada nona Rose, apakah berkenan demi kemanusiaan membantu kami untuk membukakan pintu unit apartemen yang disewakan Leona. Karena kami sudah tidak tau lagi harus mencari petunjuk kemana lagi, satu-satunya yang belum kami cari petunjuknya adalah di dalam apartemennya. itulah mengapa kami sangat butuh masuk kedalam apartemen itu,” Edward  menutup ceritanya dan memasang wajah sedih. Maddy mengangguk dan menunjukkan raut wajah prihatin. “Baik, aku mengerti kesulitan anda, dan aku sangat memahami perihal kendala yang sedang anda alami sekarang. Namun sebelumnya dengan sangat menyesal aku harus memberitahukan anda, bahwa dalaam hal ini, kami tidak bisa membantu. Mohon maaf sekali. Hal ini diluar kekuasaan kami pengurus dan pengelola apartemen ini. Kami tidak boleh mengizinkan atau membukakan pintu kepada siapapun selain penyewa disini,” Maddy menutup omongannya. “Miss Maddy kami benar-benar minta tolong, hal ini sangat urgent, bagaimana jika teman kami sampai terbunuh? Padahal seharusnya kami bisa menemukan dia lebih cepat karena ada petunjuk yang terdapat di apartemennya. bisakah anda membantu kami nona? Anda dan petugas keamanan boleh ikut untuk memastikan kami tidak akan melakukan apapun didalam sana. Kami hanya utuh mencari petunjuk. Itu saja nona. Tolong kami.” Liana memohon. “Mohon maaf, seperti yang tadi aku katakan, kami tidak punya hak untuk itu lagipula hal itu melanggar peraturan disini, dan terlebih hal itu melanggar hukum. Jadi aku dan semuaa pengurus disini tidak akan berani membukakan pintu. Saran aku, kalian laporkan saja dulu kepada polisi tentang kehilangan teman kalian itu,” Saran Maddy. Sebenarnya saran Maddy sudah dilakukan oleh Edward  and Liana namun mmenunggu Polisi dengan segala regulasinya terlalu lama untuk Edward  dan Liana ang harus segera menemukan Leona sebelum ditemukan oleh kubu lain nantinya. “Maaf nona, kami sudah melaporkan ke kepolisian perihal ini, berikut suratnya dan bukti lapornya. Apakah membawa surat ini memberi perubahan pada keputusan kalian?” Tanya Edward . “Dengan sangat menyesal aku harus mengatakan tidak tuan. Surat ini tidak akan memberikan pengaruh apapun pada keputusanku,” Maddy menjawab tegas. “Anda kejam sekali nona. Tadi katanya aku suruh lapor polisi. Tapi aku sudah lapor polisipun anda tidak mau membantu.” Ujar Edward . “Maksudku adalah lebih baik anda melaporkan ke polisi, biar polisi saja yang mengurus semuanya. Kalau polisi yang datang kesini, kami bisa membukakan pintu untuk mereka, beda cerita jika warga sipil yang meminta kami membukakan pintu. Itu tidak bisa kami kabulkan,” terang Maddy. Tiba-tiba Liana menitikkan air matanya. “Leona maafkan aku, aku sudaah berjanji akan menemukanmu. Tapi sepertinya aku tidak bisa menepatinya. Leona ku yang malang … hu hu hu … “ Liana menangis tesedu-sedu. Edward  memeluk Liana sambil menenangkannya. Maddy memberikan kode kepada Rose untuk mengambil kan tissue dan air mineral. Rose memberikan tissue dan air mineral tesebut kepada Edward . “Sshh tenang ya … kita pasti akan menemukan Leona. Kamu harus tenang agar kita bisa berpikir dengan kepala jernih. Tiak terburu-buru,” bujuk Edward . “Aku merasa menyesal, kenapa waktu itu aku tidak ikut menginap saja dbersamanya, agar aku bisa menahan kepergiannya,” Liana berbicara sambil terus menangis. Air mata sudah membasahi bahu bajunya Edward . “Yeah, ini musibah kita semua. Tidak ada yang bisa mengulang waktu, kamu yang sabar ya …” ucap Edward  lagi. “Maaf aku menginterupsi, namun jika semua sudah clear, aku mohon pamit dulu,” ujar Maddy tanpa perasaan. Tiba-tiba Liana berlutut dan memeluk kaki Maddy. “Nona Maddy tolong kami” “OOUCHH!” karena panic, Maddy berteriaak kencang. Teriakan Maddy menjadi perhatian orang-orang disekitar lobby. “Nona jangan begini,” ucap Maddy. “Please ms Maddy, tolong aku, aku berjanji tidak akan mengambil apapun dan tidak akan mengganggu apapun. Please nona … tolong kami. Aku tidak tau harus beharap kepada siapapun lagi,” Ucap Liana tersedu-sedu. Edward  yang kaget melihat Liana begitu akhirnya ikut melakukan hal yang sama seperti Liana. Dia juga berlutut di depan Liana. “Tolong kami miss, kami benar-benar butuh bantuanmu. Leona adalah sahabat baik kami. Kehilangan dia membuat lubang besar pada hidup kami. Kasihan juga keluarganya. Sampai sekaarang masih saja menangisi kehilangan Leona. Kami minta tolong nona. Tolong bantu kami. Kami akan melakukan apapun yang kau suruh benar-benar akan melakukan semua yang kau perintahkan. Jika kau memerintahkan kami untuk tidak menyentuh apapun kami pun akan melakukannya hanya tolong ijinkan kami masuk. please …” ucap Edward  dengan raut sedih. Liana sudah tidak terkontrol lagi, air matanya membasahi stocking hitam Maddy. Maddy memandang mereka dengan tatapan iba. “Rose panggilkan petugas keamanan.” Perintah Maddy. Rose berjalan kearah para petugas. Setelah terlihat berbincang sebentar, kemudian Rose berjalan lagi kearah Edward  dan Liana bersama keempat petugas keamanan. “Jim, Alex, tolong temani Mr Edward  dan Ms—“ “Liana,” Jawab Edward . “Ms Liana And Mr Edward  ke unit 302 ya. Nanti Rose akan memberikan kunci kepada kalian. Rose persiapkan semua kebutuhan mereka,” perintah Maddy. Rose mengangguk dan langsung mempersiapkan semua yang dibutuhkan, Kunci dan kartu Akses, serta no sandy pintu. Rose memasukkan semua itu kedalam sebuah dompet kecil, yang diserahkan kepad pria yang dipanggil Jim tadi. Setelah menerima, Jim dan Alex mengajak Liana dan Edward  keatas. “Ms Maddy terimakasih banyak atas bantuannmu, katakan saja kau butuh apa, maka aku akan mengupayakannya,” ucap Edward  sambil mengecup tangan Maddy. “Nevermind Mr Edward , cukup pastikan kalian tidak mencuri apapun daan tidak mengubah dn menggeser apapun benda yang ada di dalam sana.” Ucap Maddy tegas. “Pasti!” jawab Edward . “Jim, Alex, pastikan itu ya!” “Yes Ma’am …” jawab mereka berbarengan. Setelah berpamitan keempat orang tersebut berjalan memasuki lift, Jim menekan nomor lantai. Lift berjalan keatas, terasa getaran lift, tidak lama Lift berhenti di lantai yang dituju, Mac, Liana, Jim dan Alex buru- buru keluar sebelum pintu lift tertutup lagi. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD