Bab. 2. Mencoba Kuat.

1051 Words
"Maka bicaralah! Apa maumu!" titah Alvaro degan nada rendah tidak membentak seperti tadi. Namun hal tak terduga kembali Alvaro dapatkan saat Kinan malah meninggalkannya ke kamar mandi dengan langkah tertatih. "Sial! Apa yang kau lakukan Al?" tanya Lelaki tampan itu kepada dirinya sendiri. Alvaro hanya bisa berkacak pinggang sambil meremas rambutnya dengan tangannya yang bebas. Lama menunggu gadis yang telah ia nodai untuk keluar dari kamar mandi, namun tak kunjung keluar membuat Alvaro kian gelisah. "Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika keluargaku tahu aku telah melakukan hal keji seperti ini?" Bingung, adalah hal yang Alvaro rasakan saat ini. Pikirannya kacau. Di butuh menenangkan diri agar bisa mengambil langkah yang benar untuk dirinya dan gadis itu. Sedangkan di kamar mandi, Kinan luruh jatuh terduduk di bawah pancuran air shower. Masih dengan selimut membelit tubuhnya. Kinan menangis tersedu meratapi semua hidupnya, yahh kian mencekik. "Tuhan, aku ini salah apa? Kenapa kamu selalu mengujiku dengan berbagai cobaan berat? Sekarang Kau uji aku lebih keras lagi. Dengan Kau hilangkan kesucianku, lalu aku harus menjalani hidup seperti apa lagi?" Kinan menumpahkan kekesalannya kepada sang pemilik hidup. Tangisnya pecah, tak ada lagi yang bisa ia harapkan. Semua yang ia banggakan sudah lenyap dalam sekejap mata. Kini yang ada hanya penyesalan dan penderitaan. "Ada rencana apa lagi setelah kau hancurkan hidupku Tuhan?" Hari ini, aku merasa sangat sulit untuk bernafas. Tetapi, jika aku tiada sekarang, bagaimana nasib keluargaku yahh di desa?" "Huuuu ...!" Hanya tangis yang menggema pada kamar mandi mewah milik Alvaro. Suara gemericik air yang mengadu dengan licinnya lantai menjadi melodi kesakitan untuk Kinanti. Gadis cantik yang memiliki tubuh semampai itu akhirnya bangun, dia meluruhkan semua selimut yang membelit, lalu menengadah menghadap air yang mengalir deras. Dingin, adalah hal yang Kinanti rasakan. Karena memang gadis itu menyalakan air dingin bukan air hangat. Rasa perih langusung terasa begitu menggigit di bagian bawahnya, saat air mengalir membasahi semua tubuhnya. "Aku harus mandi untuk menghilangkan jejak lelaki b******k itu," ucap Kinan dengan tubuh bergetar. Mulai dari tangan hingga ujung kakinya, Kinan menggosok dengan keras memakai sabun. Hingga ia merasakan perih. Kinan mematikan keran air lalu menangis tersedu. "Kau harus kuwat Kinan, jangan menyerah. Tuhan tidak akan memberikan cobaan ini jika kamu tidak K kuwat menjalani." Gadis itu mulai bangkit meraih handuk tidak jauh dari tempatnya berdiri. Mengeringkan tubuh juga rambutnya kemudian memakai bathrobe warna putih yang tergantung. Handuknya ia buat membungkus rambutnya yang basah. Langkah pelan Kinanti menuju pintu kamar mandi. Kinan terus melangkah tanpa menghiraukan seorang lelaki yang mondar-mandir menunggunya keluar. Alvaro menelan ludah melihat penampilan Kinan yang menurutnya semakin menggoda setelah keluar dari kamar mandi. "Hai ...!" seru Alvaro kepada Kinan. Namun Kinanti tidak menggubris keberadaan Alvaro. Gadis itu tetap melangkah menuju kamar ganti lelaki itu. Sedangkan Alvaro mengikuti kemana langkah Kinan pergi. Kinan membuka lemari milik Alvaro, mencari kemeja warna putih. Setelah menemukannya, ia kembali keluar memungut semua baju yang terkoyak mengenaskan di lantai. Alvaro yang sudah tidak tahan karena didiamkan akhirnya mencekal lengan gadis itu. "Tunggu di sini aku akan memberikanmu baju yang layak!" Namun, Kinan tidak menanggapi, dia malah diam saja dan melepaskan cekalan Alvaro. Langkah pelan Kinan kembali menuju kamar mandi. Tak lama dia sudah kembali dengan berpakaian lengkap, menggunakan kemeja Alvaro, rok hitamnya ia pakai kembali. Baju yang kebesaran itu ia gulung hingga siku. Rambut panjang yang masih basah ia gerai, lalu berjalan ke arah meja di sisi ranjang milik Alvaro. Gadis itu ingat lelaki kurang ajar itu memliki alat pengering rambut. Tanpa menunggu lama, Kinan mengeringkan rambutnya, setelah kering ia menyisir menggunakan jemarinya. Lalu menaruh kembali hairdryer ke dalam laci. Wajah pucat itu masih terlihat ayu, meski tidak memakai make up. Setelah merasa rapi, Kinan berjalan ke arah lelaki yang masih memandangnya penuh tanya itu. "Berikan kuncinya Tuan! Saya harus bekerja sebelum saya dipecat karena terlambat," ucap Kinanti. "Kau tidak usah bekerja," jawab Alvaro. Kinanti berdecih memandang Lelaki di hadapannya dengan tatapan nyalang. "Kenapa saya tidak boleh berkerja? Apa biar Anda bisa memanggil saya dengan sebutan j*l*ng?" "Tidak. Bukan begitu, kita bicarakan semua yang terjadi ini biar semua tidak ada yang merasa dirugikan. Aku minta maaf atas apa yang terjadi kepadamu. Setidaknya izinkan saya menebus semua kesalahan yang sudah saya buat." "Baiklah. Tapi, izinkan saya berkerja dulu! Setelah jam kerja saya selesai, mari kita bicara!" Alvaro hanya mengangguk lalu, berjalan ke arah pintu untuk membuka kuncinya. Kinanti keluar dari kamar itu dengan menahan tangis yang ingin segera meledak. * Malam sebelumnya. Malam sebelum kejadian naas itu terjadi, di sebuah kafe yang masih terletak di hotel mewah milik Alvaro ketiga orang lelaki sedang duduk melingkari meja bundar. Masing-masing orang memegang gelas yang berisi cairan bening. Entah mengapa malam itu, Alvaro seakan tak berniat untuk ikut bergabung dalam obrolan dengan sahabatnya. Dia lebih suka menikmati minuman beralkohol itu daripada membuka obrolan dengan sahabat lainnya. "Al, kamu kenapa? Tumben diam saja enggak seperti biasanya?" tanya Raka sahabat Alvaro. Lelaki tampan itu hanya memandang sekilas ke arah Raka sambil menggoyangkan gelas kecil yang ia pegang. "Sepertinya bos muda kita sedang tidak ingin bicara," sahut Alvian. "Ya, sepertinya begitu. Dia lebih suka dengan minuman yang ia pegang daripada ngobrol dengan kita. "Aku sedang tidak ingin bicara, kalian saja yang bicara! Aku akan dengarkan," jawab Alvaro setelah beberapa saat terdiam. "Kalau punya masalah mending sharing dengan kita, jangan kamu pendam sendiri!" Raka mencoba mencairkan hati Alvaro. Namun lelaki bertubuh tinggi tegap itu hanya menggelengkan kepalanya. Satu jam berlalu, Alvaro yang sudah terlalu banyak minum alkohol, merasa pusing dan pandangan mengabur. Tepat jam sebelas malam, Alvaro meningglkan dua temannya untuk kembali ke kamarnya. Rasa pusing yang kian mendera kepalanya tak lagi bisa ia tahan. Maka, dengan langkah sempoyongan lelaki tampan itu akhirnya bisa kembali ke kamarnya. Namun di ruangan yang sama, Kinanti juga sedang membersihkan kamar mandi milik Alvaro. Rencananya setelah selesai, dia juga akan kembali ke mes untuk istirahat. Agar besok bisa kembali berkeja dengan baik. Begitu langkah Kinan keluar dari kamar mandi, dia dikagetkan dengan kedatangan Alvaro yang sudah sempoyongan. Menatap ke arahnya dengan mata merah dan sayu. Bau alkohol langusung menyerbu Indra penciuman Kinanti. Gadis itu berjalan mundur saat bosnya itu berjalan semakin maju ke arahnya. Hingga semakin lama Kinan semakin merasa takut karena bosnya tidak bisa di kendalikan Karena sudah tidak sadar dengan apa yang ia lakukan. "Kau mau apa? Hentikan jangan mendekat!" ucap gadis cantik yang berjalan mundur menghindari lelaki di hadapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD