2. First Kiss

1015 Words
"Jadi Alexandra Eleanor. Kamu jadi pacarku atau mau aku lempar kepala kamu pake bola ini." **** Melissa baru saja menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi di bangkunya. Matanya terpejam. Masih terbayang puluhan soal kimia yang membuat otaknya nyaris tak berfungsi setelah Guru kimia meninggalkan kelas. "Gila. kenapa coba gue naik kelas 12 kalo pelajaran yang diajarkan pelajaran kelas 11 dan 10. Kan gue udah lupa." gumamnya pelan. "Kan emang ujian kelas 12 gitu, Mel. Mengulang masa lalu." Beta, teman sebangkunya menyahuti Melissa. "MEL..LO MESTI KE LAPANGAN SEKARANG. SI LUCAS BUAT ONAR." Teriak entah siapa namanya dari ambang pintu kelas 12IPA5. Ya Tuhan apa lagi ini. Jerit Melissa dalam hati. "Bet, lo aja yang turun ya, gue capek." Melissa masih malas membuka matanya. "Gak bisa, lo harus turun." Tanpa menunggu jawaban Melissa, Beta langsung menarik tangan Melissa. Menggelandangnya menuju lapangan. Bisa gak sih, Ya Tuhan, sehari aja hidup Melissa aman dari pelajaran. Dari itu manusia ganteng. **** Duwi dan James serta manusia di sekitar lapangan basket saling memandang. Masih belum mempercayai Lucas, teman baik mereka menyatakan cinta pada gadis secantik Lexa dengan cara mengancam. "James, emang Lucas kenal sama Lexa ?" Tanya Duwi yang sebenarnya dia sudah tau jawaban dari pertanyaannya sendiri. "Lucas mana pernah sih urusan sama cewek ? Urusannya sama bola doang." "Kan, tuh kutu bola nekat banget nembak cewek kutu buku." "Darimana lo tau kalo Lexa kutu buku ?" "Dari dia yang gak terlalu populer. Hahaha." **** Lexa memandang pria di depannya dengan seksama. Lucas. Ganteng. Sumpah ini cowok ganteng banget. Putih. Tinggi. Kulitnya tadi pas nyentuh kulit gue halus banget. FIX ini cowok bukan kuli bangunan. Lexa maju satu langkah. Menyisakan beberapa jengkal jaraknya dari Lucas. Hmm.. Wangi. Fix cowok ini juga bukan tukang sampah. "Udah terima aja !!!" Terdengar suara cewek yang sedikit cempreng dari belakang Lexa. Lexa menoleh setelah melihat mata Lucas berputar malas. Kak Melissa ? Mantan ketua OSIS SMA Diamante. Lexa membatin. Sementara Melissa memperdekat jaraknya menuju Lucas dan Lexa. "Dari pengalaman gue, ini cowok gak main-main sama ucapannya. Daripada kepala brilian lo dilempar bola basket sama ini cowok kurang waras, mending lo pacaran aja sama dia." Melissa sudah berada di samping Lexa. Lexa menatap Melissa keberatan. "Tapi kan Kak, aku gak kenal sama ini cowok." Kata Lexa pelan. "Kan tadi aku udah ngasih tau siapa nama aku." Potong Lucas sebelum Melissa berhasil membuka mulut. "Lucas." "Kita persingkat aja ya, karena gue udah sangat lelah. Lo cantik, pinter, baik. Dia.." Melissa menunjuk Lucas. "Lumayan gantenglah buat lo jadiin pacar. pinter, lumayan juga. Poin plusnya, dia bisa bela diri, jago basket, jadi kalo lo pacaran sama dia, lo pasti dilindungi sama dia." "Mel.." Lucas berniat protes, namun sorot mata Melissa lebih dulu memprotesnya. "Tapi kalo ternyata aku cuma dijadiian bahan taruhan dia sama komplotannya gimana ?" Lexa melempar pandang pada beberapa siswa yang masih bertengger di lapangan basket. "Kan tampang mereka mencurigakan." Lexa berkata lirih. Namun masih tertangkap jelas di telinga Lucas dan Melissa. Melissa menghela napas. "Gak akan. Percaya sama gue, nih cowok gak suka main taruhan. Dan kalo sampe bener lo cuma dijadiin bahan taruhan." Melissa kembali menghela napas. Menatap tajam Lucas. "Gue akan ada di barisan paling depan buat bantuin lo mutilasi dia." Mata Lucas dan Lexa terbelalak menatap Melissa. APA APAAN LO MELL !!! Teriak Lucas dalam hati. Coba aja dia gak ingat siapa Melissa. Udah dipastikan bola itu terlempar ke kepala Melissa. "Tapi kak.." Melissa mengangkat satu jempolnya. "Gue ada di pihak lo." Melissa berkata sungguh-sungguh sebelum melangkah meninggalkan Lucas dan Lexa untuk mengambil duduk di bangku penonton lapangan. Menghampiri Beta. "Jangan dengerin dia. Sekarang jawab, jadi pacarku atau aku lempar bola ini.." "Oke. Aku mau jadi pacar kamu." Jawab Lexa cepat dan pelan. Senyum terukir jelas di wajah tampan Lucas. Meskipun pelan, Lucas dapat dengan jelas mendengar jawaban Lexa. "Oke. Excellent choice." Lucas membuang bola yang sedari tadi dia pegang. Kemudian menarik kedua tangan Lexa sehingga badan Lexa kembali menabrak d**a bidang Lucas. Lucas memposisikan lengan Lexa pada pinggangnya. Lexa berusaha memberontak namun percuma. Lucas masihlah jauh lebih kuat daripada Lexa. Dan dengan secepat The Flash lari dari Jitters menuju Starlabs. Juga tanpa meminta ijin pada Lexa. Lucas mendaratkan bibir merah menggoda miliknya pada bibir tipis Lexa. Melumatnya sebentar. Namun tanpa dia duga, ciumannya dibalas oleh Lexa. PLAKKK !!!!! "Shitt.." Umpat Lucas setelah menjauhkan wajahnya dari Lexa. Lucas menghela napas. Tanpa menolehpun Lucas sudah bisa menebak siapa pemukul kepalanya dengan sangat tidak mesra. "LO MAU NAMA BAIK GUE TERCORENG HAH ???" Melissa berteriak dengan sangat keras. Memaki Lucas yang sekarang melihatnya tajam. "INI SEKOLAHAN JANGAN DIJADIIN TEMPAT m***m. YA TUHAN. LUCAS. BANYAK ADIK KELAS YANG LIHAT." Lucas melihat sekeliling. Ya Melissa benar. Banyak anak kelas sepuluh yang sedang menikmati adegan -berbahaya- Lucas dan Lexa barusan. Lucas mendengus kesal. "Kalian pada mau tidur sekolahan semua ? Ini udah jam 4 sore kenapa masih berdiri matung di sekolahan ?" Omel Lucas setengah berteriak. Lexa masih diam. Memandang cowok yang sekarang berstatus -pacar-nya ini dengan kagum. Bukan karena apa yang barusan diteriakkan oleh Lucas. Tapi karena ciuman yang beberapa menit lalu Lucas berikan. Boleh juga ini cowok. Ganteng. Ciumannya juga lumayan. Sisi jalang Lexa -yang tak seharusnya bangkit di sore ini- membatin. Tertawa puas di dalam sana. "Lexa.." Panggil Melissa melembut. Membuat Lexa menoleh padanya. "Maafin adik gue yang bener-bener kurang waras ini ya ?" Melissa memasang tatapan bersalah. Lexa terkejut sebentar. Oh jadi ini cowok adiknya Melissa ? Batinnya. Sedikit bersorak. Yah, siapa yang gak kenal Melissa Benoist. Mantan ketua Osis kesayangan banyak guru, juga kesayangan mama-papa dan KAYA RAYA BANGET. Lexa tersenyum sekilas. Kepalanya terangguk sebentar. "Iya kak." Hanya 2 kata itu yang bisa Lexa ucapkan karena ponselnya berdering nyaring. "Kalo gitu aku duluan kak, udah dijemput." Tanpa menunggu jawaban Melissa dan Lucas, Lexa segera berlalu. Tak mempedulikan tatapan ingin tahu dari Lucas. Serta tatapan-tatapan lainnya dari penonton di sekitar lapangan basket. **** Penasaran gak sama Lexa ? Kali ini aku coba buat tokoh Lexa yang sangat berbeda dengan tokoh utama dalam cerita-cerita aku sebelumnya. Terinspirasi dari beberapa cerita yang aku baca. But.. Aku sama sekali gak njiplak ya. Cuma tertantang untuk membuat karakter baru.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD