Chapter 2

1113 Words
C H A P T E R  2 Mia tersenyum pada pria berambut hitam itu kemudian menutup pintunya. "Aku tidak akan tidur di sana," kata Mia pada Hannah.    "Lalu, kau mau tidur di mana? Di perpustakaan?" Hannah bertolak pingggang. "Sekarang segera masuk dan berbaur lah." Hannah membuka pintunya dan mendorong Mia masuk ke dalam kamar. "Aku titip temanku ya," kata Hannah dan pintu tertutup di depannya.   Mia masih terpaku di tempatnya. Kemudian dia berbalik dan menatap teman sekamarnya itu. "Hai," sapanya. Tidak yakin ingin mengatakan apa.    "Aku Sawyer Sherwood," katanya. Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat pada Mia.    Mia menatapnya dan menyambutnya. Gadis itu jadi teringat pada Sam. Kenangan akan pria yang dicintainya mulai menjalari pikirannya. Mia merindukannya dan rasa itu seperti muncul tiba-tiba dan seakan tidak mau hilang.   "Aku Mia Paris," kata Mia saat menyadari dia masih menggenggam tangan pria itu.   "Maaf, tapi aku sudah memilih tempat tidur lebih dulu." Sawyer menatap Mia yang memandangi tempat tidur di belakangnya.   Mia tersenyum, senyuman yang terlihat di paksakan. Tapi dia berusaha untuk tidak terlihat memaksakannya. "Tidak apa," ujar Mia singkat.   Mia segera membawa barang-barangnya dan menaikkannya ke atas tempat tidur. Dia baru saja akan membuka tasnya saat Sawyer mengamatinya. Gadis itu mengurungkan niatnya dan akhirnya hanya memasukkan tasnya ke dalam lemari.   "Aku akan menemui temanku, kau bisa merapikan dulua." Mia tersenyum singkat dan pergi menemui Hannah.   Kamar asrama Hannah berada di lantai tiga sedangkan Mia berada di lantai dua. Setidaknya tidak terlalu jauh, hanya berbeda satu lantai saja. Mia menghembuskan napas saat berjalan melewati tangga. Sejujurnya Sawyer terlihat ramah, tapi untuk ukuran pria, tentu saja dia terlihat seperti pria yang populer.   Dan tentu saja Mia tidak menyukai kata populer—bahkan rasanya tidak ada dalam kosakatanya. Mia berjalan di koridor sambil melihat pintu-pintu dan memastikan dia tidak melewati kamar Hannah. Saat melihat angka 38B, Mia mengetuk mengetuk pintu dan menunggu seseorang membukakan pintunya.   "Mia," kata Hannah saat mendapati Mia dari balik pintu.   Hannah terlihat biasa-biasa saja dan Mia pasti sudah menduganya. "Kau mendapatkan teman sekamar wanita." Mia cemberut pada sahabatnya. "Ini tidak adil. Aku ingin bertukar," tambahnya.   "Kau tahu kita tidak bisa bertukar kamar asrama karena semuanya sudah di data dan memudahkan kita untuk di cari. Dan itu sudah tercatat setidaknya untuk satu tahun ini." Hannah melipat lengannya di d**a.   Mia selalu tidak suka saat dia harus berpisah dengan Hannah. Walaupun, itu hanya masalah kamar saja. Yang Mia khawatirkan adalah jika Sawyer membawa wanita lain ke dalam kamar asrama dan menggunakan kamarnya sebagai tempat untuk b******a. Membayangkannya saja Mia rasanya mau muntah.   Mia bergidik yang dibarengi dengan Hannah yang tertawa. "Kenapa kau tertawa?" tanya Mia.   "Ekspresimu lucu sekali. Kau pasti sedang membayangkan teman sekamarmu membawa wanita ke kamarmu ya?" tanya Hannah yang masih tertawa.   Mia mengangguk. Hannah selalu tahu apa yang Mia pikirkan, sama seperti halnya Mia selalu tahu apa yang Hannah pikirkan juga. Mereka seperti memiliki ikatan batin yang kuat. Dan itu membuat Mia merasa lega dan sekaligus senang.    Jarang sekali orang lain memiliki ikatan batin yang kuat dengan sahabat mereka. Kadang beberapa tidak berjalan mulus. Tapi saat Mia tidak menyukai beberapa sifat Hannah, dia akan selalu mengatakannya. Dan begitu juga Hannah. Itulah kunci dari persahabatan mereka. Saling mengatakan kekurangan masing-masing.   "Ngomong-ngomong, aku lapar. Mau mencari makanan di dekat sini?" tanya Hannah kemudian.   Lagi-lagi Mia hanya mengangguk. Kemudian Hannah masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil dompetnya. "Aku pergi dulu, Florida," kata Hannah.   Gadis yang berada di dalam kamar melambaikan tangan. Dia menatap Mia dan tersenyum sambil melambaikan tangan juga.   Mia balik tersenyum pada gadis itu. "Namanya Florida?" tanya Mia.   "Ya, dia sedikit aneh. Tapi tidak seanehmu," goda Hannah.   Mia menyenggol pundak sahabatnya. "Memangnya aku aneh?" tanyanya penasaran.   Hannah tertawa. "Sangat," jawabnya.   "Dasar maniak makanan," balas Mia.   *** Sawyer baru saja akan merapikan barang-barangnya saat ruangan di sekitarnya berubah. Tentu saja dia tahu siapa yang memanggilnya.   "Bagus sekali, kau berada satu ruangan dengannya. Itu akan memudahkanmu untuk mencari Gungnir yang disimpannya," kata wanita yang duduk di sebuah kursi besar.   "Ya, aku tahu. Lalu, apa lagi yang harus aku lakukan?" tanyanya, meminta untuk petunjuk.   "Terus saja dekati dia dan buat dia menyukaimu dan mempercayaimu." Pria itu kemudian menghilang.   Sawyer kembali pada kamar asramanya. Pandangan sekarang tertuju pada barang-barang milik Mia yang baru saja dimasukkan ke dalam lemari. Dia mengunci pintu kamar terlebih dahulu, takut kalau-kalau Mia tiba-tiba saja memergokinya sedang membongkar tas milik gadis itu.   Sawyer lihat bagaimana ekspresi Mia saat akan membuka tas miliknya. Namun kemudian, Mia mengurungkan niatnya dan pergi menemui temannya. Dengan cepat, Sawyer menyambar lemari Mia dan mengambil tasnya. Ada dua tas besar dan Sawyer mengambil tas yang tadi Mia tidak jadi buka.   Sawyer membukanya dan dia tertegun. Dia pikir, Mia menyimpan Gungnir di dalam tas itu. Tapi Mia tentu saja bukan gadis yang bodoh dengan menyimpan Gungnir sembarangan. Sawyer sekarang tahu mengapa Mia membiarkan dirinya merapikan lebih dulu. Dalam tas itu berisi pakaian dalamnya dan tentu saja Mia akan sangat malu sekali jika memasukkan pakaian dalamnya sedangkan Sawyer mengamatinya.   Sawyer tersenyum sambil menggeleng. Kemudian dia merapikan kembali tasnya agar tidak terlihat seperti habis di bongkar. Setelah itu, dia pergi ke luar kamar untuk mencari Mia.   *** "Aku bingung," ujar Mia sambil berjalan di samping Hannah. "Kenapa kau selalu tahu tempat makanan sedangkan kau belum pernah ke sini sebelumnya." Mia mengamati Hannah.   Hannah menggeleng. "Insting seorang pemburu makanan," kata Hannah sambil tersenyum.   Mia tertawa saat mendengar kata-kata itu. Kemudian dia berhenti saat melihat sebuah motor terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri. Mia berlari seketika dan mendekati motor itu. Hannah hanya mengamati sahabatnya yang tiba-tiba bertingkah aneh.   "Ada apa?" tanya Hannah saat sudah berhasil menyusul Mia.   "Ini motor Alex, aku yakin itu." Pandangan Mia berkeliling untuk mencari Alex.   "Ayolah, mungkin dia ada di sekitar sini. Tapi kita harus makan dulu." Hannah menepuk-nepuk perutnya. "Aku kelaparan sekarang," tambahnya.   "Kau duluan saja, aku tidak akan ke mana-mana sampai Alex datang," ujar Mia.   Hannah menghembuskan napasnya. Dia sangat tahu bagaimana sifat Mia jika ingin melakukan sesuatu. "Kita memang tidak akan ke mana-mana, Mia." Hannah kemudian mengarahkan wajah Mia ke belakangnya. "Karena kita sudah sampai, dan mungkin saja Alex sedang berada di dalam."   Sebuah restoran makanan Asia berada di depan Mia. Papan restorannya bertuliskan "Asian Food". Hannah sudah berjalan masuk lebih dulu. Mungkin karena rasa laparnya memang sudah tidak tertahan lagi.   Mia menyusul Hannah, saat di depan pintu, dia melihat rambut pirang Alex yang sangat familiar. Pria itu sedang menyesap kopinya sedangkan matanya tertuju pada layar ponsel yang menyala.   Jantung Mia berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia takut Alex akan bersikap seperti saat mereka bertemu pertama kali di mini market—diabaikan. Tapi Alex satu-satunya orang yang mengerti perasaan Mia terhadap Sam. Bahkan, Hannah tidak begitu mengerti tentang perasaan ini.   Dengan menghela napas panjang, Mia memberanikan dirinya mendekati Alex.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD