Bab 2 - Bang Ke

1639 Words
Ghania Pov     Aku memasang kembali Earphone di telinga setelah aku selesai memasang Seatbelt di pinggangku, biasanya aku selalu memperhatikan pramugari memberi petunjuk selama berada di pesawat tapi mataku kali ini tidak bisa diajak kompromi, aku memilih menutup wajahku dengan jaket yang tadi aku pakai lalu mencoba memejamkan mata akibat rasa lelah dua hari ini mengikuti seminar dan pelatihan yang membuat tenagaku habis dan berharap saat bangun pesawat sudah mendarat di Jakarta.     "Mas permisi," aku mencium aroma maskulin cenderung feminim dari samping kananku, ah mungkin penumpang yang duduk di sebelahku. Aku masih acuh dan mencoba untuk terlelap, dia bisa melewatiku saja tanpa perlu mengganggu posisiku sekarang.     "Mas," aku merasakan sentuhan pelan di bahuku.    Aku membuka jaket dengan wajah kesal, terlihat wanita cantik ah tidak tidak bukan wanita tapi laki-laki cantik dengan rambut panjang sebahu, wajah mulus dan terawat berdiri di sampingku. Bahkan bisa dibilang penampilannya terlihat fashionable dibandingkan wanita tulen sepertiku, entah kenapa untuk pertama kalinya aku merasakan minder dan tidak percaya diri.     "Maaf Mas menurut tiket yang saya pegang, kursi yang anda duduki sepertinya kursi milik saya," ujar laki-laki cantik itu sambil menunjukkan tiket pesawatnya, aku terkejut dan merogoh tiket yang tadi aku simpan di saku celanaku. Sepertinya rasa lelah membuatku kacau hingga salah memilih tempat duduk.     "3B," aku langsung nyengir malu akibat keteledoranku dan langsung pindah ke bangku sebelah, dia lalu duduk di tempatku tadi dan diam seribu bahasa.     "Maaf ya," ujarku dengan sopan sambil memasang Seatbelt kembali.     "No problemo," balasnya singkat dan datar.    Setelah mengatakan itu laki-laki cantik tadi lalu mengikat rambutnya dan menutup kedua matanya dengan penutup mata berwarna hitam, akupun memilih untuk melanjutkan tidurku dan mengacuhkan keberadaan laki-laki cantik yang sejak awal mengganggu jiwaku.     Wajahnya sedikit familiar dan sepertinya aku pernah melihat dia, tapi dimana ya... ah kenapa aku jadi penasaran seperti ini, gumamku dalam hati.      Aku menggelengkan kepala agar menghilangkan rasa penasaranku dan mencoba menutup mata yang sejak tadi berontak ingin dipejamkan.     Andai tadi malam Mommy tidak ribut memintaku untuk segera pulang, mungkin aku memilih menghabiskan weekend kali ini di Bali saja daripada di rumah dan mendengar pertengkaran dan sinis-sinisan antara Mommy dan Chikita, adik iparku yang gaul dan berani itu. Selama ini belum ada satupun orang yang berani membantah keinginan Mommy tapi dia dengan lantang selalu membantah  keinginan Mommy kalau menurut Chikita tidak bisa diterima akal sehat.     Ah lupakan Chikita dan nikmati perjalan kali ini, aku mencoba memejamkan kembali mata dan dalam hitungan menit aku mulai masuk ke dunia mimpi. ****     Entah berapa lama aku tertidur tapi goyangan di bahu kembali aku rasakan, aku menggeliat dan enggan untuk membuka mata tapi goyangan itu semakin terasa dan sedikit menyakiti bahuku, rasanya aku ingin menghajar siapapun yang menganggu tidur nyenyakku.     "Apaan sih!" kataku kesal sambil membuka mataku.     "Waktunya untuk turun dari pesawat Mas atau Mas mau kembali ke Bali lagi?" aku langsung melepaskan Seatbel yang terpasang dan langsung berdiri, aku melihat pesawat sudah kosong dan hanya tinggal kami berdua yang masih berada di dalam pesawat.     "Oh sudah sampai ternyata," aku hendak melewatinya tapi rasanya tubuhku tidak akan bisa melewati kakinya yang panjang dan menutupi hampir setengah jalan.     "Permisi, kakinya bisa diperkecil nggak? Saya mau lewat," pintaku dengan nada jutek, dia acuh dan mempersilakan aku untuk melangkahi saja kakinya.      Aku mengeram kesal melihat keacuhannya, aku berusaha melewatinya dengan mengangkat kaki kananku terlebih dahulu awalnya kaki kanan berhasil melewatinya dan saat kaki kiriku ingin melewatinya tiba-tiba tubuhku menjadi tidak seimbang dan hanya menunggu waktu saja aku mencium lantai dasar pesawat.     Arghhhhh Ghania! Bisa-bisanya jatuh di depan dia, aku memejamkan mata dan berharap kecerobohanku ini tidak membuat dia tertawa terbahak-bahak melihatku nyungsep di lantai pesawat, mau  letak di mana muka ini kalau posisi jatuhku kayak tape jatuh ke lantai.     "Hati-hati Mas, laki-laki kok ceroboh," dia memegang pinggangku dan membantuku untuk kembali berdiri dengan normal, setelah mengatakan itu dia berdiri dan mengacak rambut pendekku dengan tangannya.     "Sampai jumpa lagi, Mas," dia melambaikan tangannya dan kembali menggeraikan rambut panjangnya yang tadi masih terikat.     Kenapa dia bisa punya rambut sebagus itu ya, sedangkan aku yang notabene wanita tulen hanya punya rambut bak tentara yang akan pergi ke medan perang, pantas laki-laki cantik itu menganggapku laki-laki. Aku memegang kedua payudaraku yang ukurannya setipis tutup gelas dan pasti semua orang yang tidak mengenalku menganggap aku laki-laki bukan wanita.     "Ah bodo mau laki-laki atau wanita yang penting hati riang, nggak bete ngurusin laki-laki yang bisanya janji-janji manis doang," aku mengambil tas ransel yang aku simpan di bagian atas dan keluar dari pesawat untuk segera kembali ke rumah sebelum Mommy ngomel karena aku belum menampakkan batang hidung. ****     Aku memasang ransel di punggungku, tidak banyak barang aku bawa dari Bali bahkan bisa dibilang ransel ini satu-satunya barang milikku. Aku mengeluarkan kaca mata hitam lalu memakainya untuk menghalau sinar matahari yang siang ini sangat panas. Sudah hampir 15 menit aku menunggu dan jemputan dari rumah tidak kunjung datang, ini yang membuatku malas menuruti perintah Mommy. Aku memutuskan duduk menunggu supir Mommy datang sambil melanjutkan tulisanku yang belum kelar meski sudah hampir satu bulan aku menepi di Bali, rasanya ide cerita sangat sulit untuk dikembangkan.     "Hai my little sister, long time no see," aku mengangkat wajahku saat mendengar suara tak asing di telingaku dan ya laki-laki cantik itu lagi kini berdiri di depanku bersama wanita muda seksi dan cantik. Wanita itu terlihat antusias menyambut kedatangan laki-laki cantik tadi.     "BANG KE ... LVIN," teriaknya sambil berlari ke arahnya.      Aku hampir tersedak saat wanita itu memanggilnya, Bang Ke? Maksudnya bangkai? Wkwkwkwkw busuk dong tapi dia wangi kok. Bahkan wanginya saja masih menempel di tubuhku.     "Natha Natha de Coco," balasnya sambil menjulurkan tangannya, what the hell! Natha de Coco? Ya ampun kali ini aku tidak bisa lagi menahan tawa, aku tertawa meski aku yakin mereka tidak mendengarnya.     "Miss You bang," wanita itu memeluknya dengan erat, seakan enggan untuk membiarkan dia pergi lagi, aku jadi teringat sama Dimas. Aku seperti wanita itu saat Dimas kuliah di Australia.     "Miss you too ... makin cantik saja sih dan semakin seksi, jadi kapan  kamu kenalin abang sama pacar kamu atau jangan-jangan kamu datang ke sini dengan pacar kamu?" perbincangan mereka mulai membuat konsentrasiku hilang, aku menyimpan kembali laptop milikku dan melihat wanita bernama Natha langsung mencubit dadanya, laki-laki cantik itu mengaduh kesakitan.      Ya Tuhan! mereka sangat menjijikkan.     "Sayangnya aku belum laku Bang, abang duluan deh kapan kenalin aku sama calon kakak ipar, Papi sudah berisik minta cucu," balasnya, lagi-lagi aku tertawa.      Kakak ipar atau abang ipar? Yakin laki-laki cantik bernama Bang Ke itu normal? Bukan sukanya sama yang berbatang juga? Upsss.     "Bu, barangnya saya bawa ke mobil dulu ya," aku melihat laki-laki satu lagi menghampiri mereka sambil mendorong trolly yang membawa koper milik laki-laki cantik itu, buset itu koper isinya apa saja sih.       Aku mulai menghitung jumlah koper dan astaga! Enam koper! Wanita itu mengangguk dan menyerahkan tas tangannya kepada laki-laki itu yang aku yakini pasti supir pribadinya. Gila beruntung banget wanita itu, punya supir nggak kalah ganteng dibandingkan kakaknya.     "Siapa?" tanya laki-laki cantik itu sambil menunjuk ke arah supir itu.     "Supir pribadiku," balasnya.      Benar tebakanku. Mereka mulai berjalan dan entah kenapa rasa kepo membuatku mengikuti mereka dari belakang, aku bukan tertarik ya dengan laki-laki cantik itu tapi aku penasaran dengan kelanjutan perbincangan mereka, lumayan untuk menambah ide cerita baruku.     "Ganteng banget supir kamu, pasti kamu bohong! Dia pacar kamukan tapi karena takut abang ledekin, kamu bohong dan ngaku-ngaku sebagai supir." Wanita itu berhenti lalu mencubit pinggangnya.     "Au ah abang baru sehari pulang saja sudah buat aku kesal, Gino itu supir aku kok, memang  dia tampan dan bersih tapi tetap saja dia supir, jauh dari kriteria aku deh bang," balasnya kesal, aku mengangguk setuju.     Setampan apapun laki-laki tapi bagiku mereka hanya makhluk aneh yang bisanya bikin sakit hati doang, ih kok aku jadi curcol gini.     “Mbak Ghania!” teriak suara Pak Ujang, supir Mommy.     Aku memutar tubuh dan memberi kode agar Pak Ujang tidak bersuara lagi, aku takut laki-laki cantik itu melihat diriku dan berpikiran aku mengikutinya.     “Mbak Ghania!”      Ya ampun! Pak Ujang kembali memanggilku dan saat aku ingin menghampirinya sebuah tangan memegang bahuku, jantungku langsung bedetak tak karuan. Ahhhh malu! Pasti laki-laki cantik itu menganggapku suka dengan dia. Hiks  Mommy  mau letak di mana muka ini.     “Mbak Ghania Dharmawan?” Aneh bukan suara laki-laki cantik itu atau Pak Ujang yang menyapaku tapi suara wanita itu, aku memutar tubuhku dan mengeluarkan cengir andalanku. Laki-laki cantik itu sedikitpun tidak tertarik melihatku, dia sibuk dengan ponselnya sedangkan adiknya seperti mengenalku.     “Iya, saya Ghania Dharmawan. Kamu kenal saya?” tanyaku dengan basa basi. Tentu saja dia mengenalku, siapa sih yang tidak mengenal Ghanis D penulis yang bukunya best seller beberapa tahun ini.     “Iya, aku kenal mbak. Aku kan sepupunya Mbak Chikita, pasti mbak lupa sama aku. Aku Nathasa, yeah kita memang baru sekali bertemu itupun saat pernikahan Mbak Chiki,” ujarnya antusias, rasa-rasanya aku belum pernah bertemu dia deh saat pernikahan Dimas. Hmmmm sepertinya umur sudah membuat ingatanku cepat luntur.     “Oh gitu, jadi kamu sepupunya Chiki ya. Senang bertemu kamu di sini. Kamu mau ke mana?” tanyaku lagi masih basa basi meski aku malas setelah tahu laki-laki cantik itu merupakan sepupunya Chikita.     “Iya mbak, aku juga senang bertemu Mbak … aku jemput abang aku, itu dia. Ayo aku kenalin.” Nathasa menarik tanganku mendekati laki-laki cantik yang terlihat acuh.     “Bang Ke,” panggilnya, aku tertawa keras dan tawaku tadi membuatnya melihatku dengan tatapan kesal, “Bang Ke Bang Ke ayo kenalin ini Mbak Ghania, iparnya Mbak Chikita,” sambungnya.     “Ooooo wanita?” cih lagaknya, aku mendengus dan malas berkenalan dengan laki-laki cantik bernama Bang Ke itu.         "Oh laki-laki? Kirain wanita," balasku tak mau kalah, matanya melotot sedangkan aku hanya bisa tersenyum penuh kemenangan, "upsss, sorry dorry morry kirain wanita, cantik sih soalnya." sambungku dengan senyum licik. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD