1. Istri Muda Papaku
"Aah... Lebih kuat lagi Mas... Oooh aku benar-benar tidak tahan!" rintihan penuh kenikmatan itu lepas begitu saja dari bibir wanita itu.
Tidak ada jawaban dari rintihan itu, hanya terdengar suara helaan nafas kasar dan setelahnya rintihan penuh kenikmatan itu kembali lepas dari bibir wanita itu.
"Oooh... Oooh yea... seperti itu Mas. Ayo lebih kuat lagi. Aku akan segera meledak!" rancau wanita itu lagi , dan aku yang justru semakin gelisah tidak karuan. Namun wanita itu belum benar-benar mengerang merasakan kenikmatan itu , saat tiba-tiba dia justru menghela nafas kasar saat laki-laki yang dia panggil Mas itu mencabut miliknya dari dalam tubuh wanita itu, dan muntah di luar milik wanita itu.
"Aah Mas ini kenapa sih...? Kenapa tidak mengeluarkannya di dalam. Lagian aku masih belum meledak Mas, masa Mas udah kelar aja!" ucap wanita bernama Susi itu, wanita yang merupakan ibu tiriku, tapi papaku, Baskoro, hanya terlihat membuang muka dengan nafas tersenggal-senggal setelah mendapatkan kenikmatannya sendiri tanpa memikirkan perasaan Susi yang belum mendapatkan klimaksnya, padahal dia sudah mengerang dan mendesah begitu merdu hanya untuk memacu adrenalin papaku agar bergerak lebih kuat dan lebih dalam, tapi belum saja dua menit, Baskoro, papaku justru sudah mencabut miliknya dari tubuh Susi dan justru memuntahkan larvanya di luar tubuh Susi seolah dia takut untuk membuat Susi , istri mudanya hamil.
"Ini terlalu nikmat Susi, aku benar-benar sudah tidak tahan... Oh sungguh milikmu benar-benar nikmat!" ucap papaku memuji kenikmatan tubuh istri mudanya.
"Tapi aku belum klimaks Mas. Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan... Ini benar-benar sangat menyiksa. Tidak bisakah Mas bermain dengan tangan atau lidah saja untuk menyelesaikan perasaan gelisahku ini!" Rengek Susi sambil meremas perut bagian bawahnya seolah ada rasa sakit yang begitu kentara dia rasakan karena hasrat yang belum meledak itu masih terasa mengganjal di sana.
"Aku gak bisa Susi. Aku gak bisa bermain dengan tangan apalagi lidah. Itu benar-benar sangat menggelikan untuk sekedar dibayangkan. Sorry ...!" balas papaku. Bahkan dia berbicara tanpa melihat ekspresi istrinya yang cemberut hanya karena klimaks yang hampir dia dapatkan justru berakhir gagal dan sekarang rasa gelisah itu tentu saja memenuhi pikiran Susi.
"Ayolah Mas... Aku sudah hampir meledak. Mungkin jika Mas masih bermain satu atau dua menit saja, aku pasti bisa mendapatkan klimaks ku!" Susi kembali merengek tapi papaku justru menggeleng seraya mendongak dengan menopang kepalanya di punggung sofa, karena saat ini mereka sedang bercinta di ruang kerja papaku.
Susi mendatangi ruang kerja papaku dengan menggunakan pakaian tidur berbahan tipis dan nyaris transparan , dan tentu saja niat Susi untuk menggoda papaku agar mau bercinta dengannya malam itu.
Godaannya memang langsung terkabulkan karena menit yang sama papaku juga langsung bereaksi dan menyerang tubuh Susi dengan cara yang dia sukai.
Iya tentu saja papaku hanya melakukan dengan cara yang dia sukai saja, tapi tidak memikirkan bagaimana cara yang Susi sukai, bahkan papaku tidak peduli apakah Susi akan tersiksa dengan perasaannya sendiri jika klimaks itu tidak kunjung dia dapatkan.
"Aku sudah capek Susi. Bagaimana kalau kita lanjutkan besok saja. Sekarang lebih baik kita tidur dulu. Sungguh tenagaku benar-benar sudah habis sekarang!" ucap papaku lagi dan dari arah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup aku bisa melihat jika Susi cemberut sambil menekuk wajahnya.
"Tapi Mas...!" Susi.
"Udah kita lanjut besok saja. Aku janji besok durasinya akan lebih lama!" ucap papaku lagi.
Dia lantas bangkit dari duduknya kemudian merapikan pakaiannya lagi sebelum akhirnya dia juga mengelap sisa keringat di pipisnya dengan tisu yang asal dia ambil di atas meja kerjanya , kemudian melenggang keluar begitu saja dari ruang kerja itu, membiarkan Susi masih dengan kekesalan juga perasaan nyeri yang menjalar dari pangkal pahanya sampai ke syaraf di otaknya.
Aku buru-buru bersembunyi di balik sisi dinding ruangan itu dan setelahnya papaku berjalan melewati ku beberapa langkah menuju kamarnya, dan menghilang di balik pintu kamar.
Aku kembali melihat ke arah dalam ruang kerja papaku. Susi masih terlihat duduk gelisah di sudut sofa dengan menekan perut bagian bawahnya sambil menggigit belah bibir bawahnya sendiri. Mungkin dia sedang menuntaskan perasaannya sendiri dengan cara dia sendiri, dan lagi-lagi aku hanya bisa melihatnya dari arah pintu tanpa bisa melakukan apapun untuknya, meskipun aku bisa saja membantunya menyelesaikan masalahnya, akan tetapi tentu saja aku tidak punya keberanian untuk melakukan itu mengingat Susi adalah ibu tiriku, istri muda papaku yang baru dia nikahi tiga bulan lalu.
Aku melihat Susi mendongak, punggungnya menggeliat indah dengan mata terpejam. Sebelah tangannya menahan dan meremas rambut di kepalanya, dan sebelahnya lagi ada di bawah tubuhnya, terhimpit oleh kedua pahanya.
Aku tidak tahu apa yang dia lakukan, tapi aku melihat pinggulnya terus turun naik, sementara bahu juga kepalanya terus menggeliat gelisah.
Aku menelan salivaku sendiri, menahan hasratku yang tiba-tiba bangkit hanya karena melihat ekspresinya yang begitu menggoda. Aku berusaha menahan milikku untuk tidak tegang, akan tetapi sangat sulit jika sedang dalam kondisi seperti ini.
"Oooh shit..." aku mengumpat pelan pada diriku sendiri karena mulai berpikir yang tidak-tidak pada Susi, ibu tiriku, dan bersamaan dengan itu ujung kakiku justru menyenggol vas bunga di luar ruangan hingga suara decitan dari benda bergesek pun ikut mengalihkan perhatian Susi.
Susi langsung menghentikan pergerakan tangannya yang ada di bawah tubuhnya, kemudian pandangannya tertuju ke arah pintu yang setengah terbuka.
"Siapa di sana...!" seru Susi. Dia langsung merapikan pakaiannya, meskipun itu tetap tidak akan bisa menutupi kemolekan tubuhnya. "Mas... Apa Mas masih di situ?!" sambung Susi lagi.
Pandangan matanya masih terfokus pada daun pintu, akan tetapi aku yakin dia tidak bisa melihat siapapun dari arah sana, sementara saat ini dia masih belum mendapatkan kenikmatan itu hingga dia juga masih enggan untuk menghentikan aksi tangannya di bagian intim tubuhnya.
Susi bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke arah pintu. Alih-alih keluar dari pintu itu dan buru-buru menyusul papaku ke kamar mereka, dia justru menutup pintu itu lagi.
Entah apa yang sedang Susi lakukan di dalam sana, akan tetapi percayalah, ada rasa penasaran yang kini semakin menumpuk di otakku.
Aku menempelkan daun telingaku di sisi pintu, berharap bisa mendengar sesuatu yang mungkin bisa menjawab rasa penasaranku, dan benar saja... Ada desahan kenikmatan yang lembut , samar-samar terdengar dari daun pintu itu, dan aku berani menyimpulkan jika saat ini Susi sedang bersandar di daun pintu itu dengan tangan yang masih berusaha menuntaskan rasa inginnya.
"Oooh... Iiih.. ehmm..!" rintihnya dengan suara parau yang terdengar lembut tapi juga menggoda siapapun yang mendengarnya, termasuk aku.
"Uuh... Aaahhh!" suara desahan itu semakin terdengar lembut , dan detik berikutnya ada suara helaan nafas lega di balik pintu itu.
Aku tahu suara itu... Suara ketika seseorang mendapatkan perasaan lega... karena percayalah , aku juga sering bersuara seperti itu setiap kali menyelesaikan pekerjaanku atau apapun itu dengan sempurna.
Aku tahu Susi sudah mendapatkan klimaknya, dan aku yakin tidak lama lagi dia pasti akan keluar dari ruangan itu, dan sebelum dia benar-benar menyadari keberadaan aku di sini, akan lebih baik aku juga pergi dari tempat itu, dan kembali ke kamarku, meskipun kini berbalik menjadi aku yang justru merasa gelisah teramat sangat karena hasrat itu tidak juga reda dalam benakku.