10. Tolong Lucas!

1694 Words
Luna bangun dan menemukan dirinya sudah tidak berada di sofa lagi melainkan sudah berada di atas ranjang di samping Lucas. Tangan pria itu bahkan sudah berada di pinggang Luna. Luna hampir tidak bernafas karena kedekatannya dengan pria itu. Dengan hati-hati dia memindahkan tangan Lucas dari pinggangnya dan kemudian turun dari tempat tidur untuk menuju kamar mandi dan cuci muka. Setelah mencuci muka, Luna mau pergi sarapan. Ayahnya memang sedikit kejam dalam hal ini karena memilih tempat yang tidak menyediakan layanan makan di kamar. Luna kemudian membangunkan Lucas, entah kenapa pria ini selalu sulit ketika di bangunkan. Lagi pula, dokter mana yang tidak bisa bangun pagi?. “Lucas, ayo bangun! Kita sarapan,” kata Luna. Lucas menggeliat tubuhnya kemudian menatap Luna. “Kenapa gak ada layanan makan dikamar sih?” tanya Lucas. “Emang udah peraturannya,” jawab Luna. “Ayo buruan, sebelum tutup layanan sarapan gratisnya,” kata Luna lagi. “Ya kan tinggal beli aja,” kata Lucas lagi. “Gak bisa, di sini cuma bisa pakai tunai, kita gak punya banyak tunai,” kata Luna lagi. “Oke, tunggu 5 menit. Aku mau cuci muka dulu,” kata Lucas sambil pergi ke kamar mandi. “Udah?” tanya Luna. Lucas mengangguk. Keduanya kemudian berjalan santai menuju restoran dari resor ini. “Pulau ini punya pemandangan yang bagus, tapi servisnya buruk,” kata Lucas. “Iya, itu juga yang Ayah bilang,” kata Luna. Lucas sedikit kaget. “Ah, itu... Ayah berencana untuk beli pulau ini dari developer lamanya. Aku disuruh sekalian riset di tempat ini,” jelas Luna. “Kamu?? Di saat bulan madu??” tanya Lucas tidak percaya. Luna mengangguk, “Ya, kalau kamu seorang pebisnis, liburan kamu pun harus tetap di selingi pekerjaan,” kata Luna lagi. “Lagian kita juga gak akan bulan madu seperti pasangan lainnya. Jadi tidak masalah," kata Luna lagi. "Pulau ini gak punya sinyal ya?” tanya Lucas. “Iya, karena pulau ini pulau privat, sebisa mungkin akses keluar di putus. Tapi, kalau Ayah jadi beli pulau ini, kayaknya mau aku tambahkan fasilitas telepon atau sinyal deh. Kasihan banget soalnya,” kata Luna. “Itu restoran kita,” kata Luna sambil menunjuk sebuah tempat makan yang sebenarnya tampak modern, agak berbeda dengan kamarnya yang dibuat setradisional mungkin. Lucas dan Luna memasuki restoran tersebut. Anak yang tadi malam mengantarkan makanan Lucas menyambut mereka. “Akhirnya Anda sehat juga, Tuan.” Si anak itu tersenyum pada Lucas. “Iya, itu semua berkat layanan antar makananmu,” kata Lucas dengan sarkasme “Tidak. Anda harusnya berterima kasih untuk wanita itu. Dia yang memaksa kami untuk melakukannya,” kata anak itu lagi. Blush. Pipi Luna seketika itu juga menjadi merah karena malu. Anak itu memang tidak bisa diajak kerja sama. Luna ingat bagaimana semalam dia memohon pada Anak itu dan Ibunya untuk dapat mengantarkan makanan bagi Lucas, karena dia terlalu malu untuk membawanya sendiri. Luna melirik ke arah Lucas yang sedang menatapnya sambil tersenyum membuat Luna semakin salah tingkah. “Tahu dari mana aku suka lobster?” tanya Lucas. “Nebak aja sih sebenarnya,” jawab Luna. Matanya masih memandang ke arah lain. “Kamu... kamu yang mindahin aku dari sofa semalem?” tanya Luna, “Hmm,” jawab Lucas. “Asli kamu berat banget, kayaknya kamu harus diet deh,” kata Lucas lagi. “Sialan kamu!” maki Luna yang membuat Lucas tertawa. “Tapi emang bener berat ya? Aku gendutan sih kayaknya,” kata Luna lagi, membuat Lucas tertawa lagi. “Gak, kamu gak berat kok. Aku tadi cuma bercanda,” kata Lucas lagi. Luna menekuk wajahnya kesal karena sudah dibuat gelisah oleh Lucas. Makanan mereka pun datang. Sandwich tuna pesanan keduanya sudah dihidangkan di meja. Luna segera meraih botol saus tomat dan berusaha membuka tutup botol itu tapi terlalu keras. Dia kemudian melirik Lucas yang sudah lebih dulu melahap roti lapisnya. “Bisa minta tolong bukain?” kata Luna dengan nada lembut yang entah mengapa terdengar imut bagi Lucas. Sebuah karakter yang bertolak belakang dengan kepribadian Luna yang biasanya. Lucas memandang botol saus itu kemudian mengalihkan pandangannya pada tatapan memohon Luna yang menggemaskan itu. Lucas kemudian mengambil botol saus itu dan mencoba untuk membukanya. Ternyata memang sulit untuk membukanya. Lucas pun menggunakan kain alas meja mereka untuk membuka saus itu dan benar saja, penutup botol itu pun akhirnya terbuka. Lucas menyerahkan botol saus itu pada Luna yang menerimanya dengan mata berbinar. Sekali lagi, itu menggemaskan untuk Lucas. *** “Kamu gak mau ikut berenang?” tanya Luna keluar dari kamar mandi sambil mengoleskan gel pelindung matahari di tangannya. Lucas yang sedang membaca majalah menatap Luna yang sudah menggunakan bikini berwarna biru tua yang kontras dengan kulitnya yang putih. Lucas menggeleng kemudian beralih kembali pada majalah itu. “Ya sudah, kamu nyesel sih kalau gak pernah nyoba berenang di sini,” kata Luna lagi sebelum keluar kamar meninggalkan Lucas yang sedari tadi hanya mengalihkan pandangannya di majalah tapi pikirannya pergi bersama dengan bikini Luna. Lucas kemudian duduk di kasur, tubuhnya memanas. Pikirannya sudah melayang entah ke mana. Dia menepuk-nepuk pipinya mencoba untuk menyadarkan dirinya sendiri agar tidak memikirkan hal-hal berbahaya yang ingin dia lakukan pada Luna. Dia pun kemudian memutuskan untuk mandi agar dapat menetralisir naluri lelakinya yang mulai bangkit. Selesai mandi, Lucas pun keluar kamar dan menemukan Luna sedang duduk di kursi pantai dengan menggunakan handuk mandi sehingga seluruh tubuhnya tertutup. Merasa Luna “aman” untuk di dekati, Lucas pun berjalan untuk bergabung dengan Luna. “Kamu udah selesai berenang?” tanya Lucas. Luna menoleh ke arah Lucas sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada matahari yang sudah akan tenggelam, “Baru selesai,” kata Luna. “Hah... aku bakalan menikmati banget liburan kayak gini,” kata Luna. “Semakin tua kita, semakin sedikit waktu liburan ya?” kata Lucas sambil tertawa kecil. “Padahal dulu, aku pengen banget cepet-cepet kerja. Kalau di pikir-pikir lagi ternyata lebih enak jadi bocah,” kata Luna lagi. “Aku ingat pantai pertama aku tuh pas study tur waktu SD. Bayarnya seratus juta,” kata Lucas. “Ke pantai mana seratus juta untuk anak SD lagi?” tanya Luna heran. “Ya kalau pake pesawat pribadi. Kalau pake bis bayarnya 50 rb,” kata Lucas lagi membuat Luna tertawa karena lelucon pria itu. “Trus gak boleh berenang,” kata Lucas lagi. “Loh kenapa?” tanya Luna lagi. “Kalau di mobil,” kata Lucas lagi membuat tawa Luna semakin lama. “Terus minumnya kopi” kata Lucas lagi. “Hmm?” Luna sudah mulai mengikuti lelucon Lucas. “Buat gurunya, buat kami ya soda” “Humor kamu receh banget tau gak?” kata Luna lagi sambil tertawa. “Emang, kata temen-temen aku ini pengamen humor” kata Lucas. “Karena banyak recehannya” sambungnya membuat tawa Luna semakin meledak. Lucas hanya tersenyum melihat Luna yang masih tertawa yang sekali lagi, menarik untuk Lucas. *** Luna duduk di sofa sambil mengeluarkan kado-kado yang diterimanya di hari pernikahannya. Dia membawa beberapa karena memang berencana untuk dibuka secepatnya. Dia membuka berbagai kado dari kolega sampai karyawan-karyawannya. Sebuah kado dengan tulisan “Happy wedding Ibu Boss dan suami, dari : Abel” menarik perhatiannya. Dia pun segera membuka kado dari sekretarisnya itu. Sebuah kain hitam terlihat setelah bungkus kado tersebut selesai dibuka. Luna yang penasaran akhirnya menaikkan kain itu agar dapat dilihat jelas. Ternyata itu adalah sebuah lingerie. Luna terkejut mendapatkan kado tersebut. Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, dengan cepat Luna menyembunyikan lingerie tersebut. “Lagi apa?” tanya Lucas sambil duduk di tepi kasur. “I-Ini lagi buka-buka kado dari kolega sama karyawan aku,” jawab Luna. “Yang dari temen-temen aku?” tanya Lucas. “Aku pikir kamu mau buka itu sendiri, jadi gak aku suruh bawa,” kata Luna lagi. Lucas menghembuskan nafas pasrah. “Dapet apa aja?” tanya Lucas penasaran. “Kebanyakan voucer belanja sih. Kayak ini, kita dapat voucer untuk belanja furnitur,” kata Luna sambil menyerahkan selembar kertas itu pada Lucas. “Se-seratus juta? ini beneran kado pernikahan??” tanya Lucas tidak percaya. “Iya,” jawab Luna santai. Lucas semakin kaget dengan jawaban santai Luna yang berarti wanita ini sudah terbiasa dengan hal ini. “Kenapa gak sekalian dikasih mobil aja?” tanya Lucas masih tidak percaya. “Oh ada yang ngasih mobil. Dari dealer gitu, tapi gak aku ambil karena mobilnya mobil murah. Mending gak usah,” kata Luna lagi. Mulut Lucas terbuka sempurna mendengar jawaban Luna yang enteng itu. “Tidur yuk, aku udah ngantuk banget nih,” kata Luna. Dia kemudian mengambil bantal dari tempat tidur dan kembali ke sofa. “Kamu ngapain?” tanya Lucas saat melihat Luna sudah berbaring di sofa. “Tidur,” jawab Luna santai. “Tidur di sini,” kata Lucas sambil menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya. “Boleh?” tanya Luna lagi, matanya membulat sempurna seperti anak kucing imut. “Boleh,” jawab Lucas. Luna kemudian mengangkat lagi bantalnya dan berbaring di samping Lucas. “Nite, nite Lucas,” kata Luna. “Night Luna” balas Lucas. *** Lucas merasakan pergerakan di sampingnya, membuat mau tidak mau dia membuka matanya. Luna berada tanpa jarak dengannya. Wanita itu menempel ditubuh Lucas dengan tangan memeluk pria itu. Awalnya Lucas tampak kaget tapi kemudian dia tersenyum saat bisa melihat wajah cantik Luna secara lebih dekat. Wanita itu memiliki bulu mata yang lentik alami dan juga hidung yang mancung. Bibir Luna terbuka sedikit membuat bibir itu terlihat sangat sensual. Bibir Luna mengingatkan Lucas pada ciuman mereka di depan air terjun itu. Luna kemudian bergerak sedikit membuat bukit kembarnya bergesekan dengan kulit Lucas. Lucas tahu bahwa Luna tidak memakai bra karena pria itu dapat merasakannya sekarang. Bayangan Luna dengan bikini seksi tadi siang kembali datang, membuat naluri lelakinya kembali bangkit. “Lun...,” panggil Lucas. Luna tidak bergerak. Lucas mencoba untuk mundur perlahan tapi sayang posisinya malah membuat dia dan Luna berhadapan. Wajah wanita itu kini berada di lehernya. Nafas teratur Luna mengenai kulit lehernya membuat Lucas semakin gelisah. Ditambah lagi kini d**a mereka berdua saling menempel sekarang. Lucas semakin tersiksa karena walaupun dia dan Luna sudah berstatus suami-istri, tetap saja Lucas tidak mau jadi b******k yang mengambil haknya tanpa sepersetujuan Luna. “Luna... berhentilah menyiksaku...,” desah Lucas pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD