2. Pertemuan Keluarga

2099 Words
“Gimana makan malam kamu dengan dokter muda itu?” tanya Ray pada adiknya Luna. Wanita itu tampak menyesap lagi teh yang ada di tangannya. “Begitulah,” jawab Luna terlihat tidak tertarik. “Kalau tidak suka mendingan jangan di teruskan,” Kata Ray lagi. Luna mengangkat bahunya. “Memangnya waktu itu kamu suka dengan Via?” tanya Luna. Dia sebenarnya agak penasaran kenapa kakaknya waktu itu menurut saja ketika dijodohkan dengan istrinya yang sekarang itu. “Dia menyenangkan, aku suka” jawab Ray dengan enteng. “Itu dia masalahnya denganku. Semua lelaki yang dikenalkan ke aku itu gak ada yang aku suka,” keluh Luna. “Kamu yang gak suka atau kamu gak punya waktu untuk menyukai mereka?. Suka itu butuh proses dan waktu. Kamu ketemu saja belum udah mencak-mencak bilang gak suka,” Jelas Ray. “Aku masih ingin bebas, Ray. Menikmati waktuku dalam mengejar karier. Laki-laki hanya akan menghambat aktivitasku,” Jelas Luna. “Ya sudah, tolak saja kalau begitu,” Kata Ray. Luna menggeleng. “Kali ini gak bisa. Kabar ini sudah diketahui hampir semua kolega Ayah. Kalau sampai batal, dia pasti akan memenggal kepalaku dengan senang hati. Lagian, aku juga gak ingin lihat Ayah dan Ibu malu lagi,” Kata Luna lagi. “Anak baik,” ujar Ray sambil mengusap rambut adiknya sayang. “Permisi Tuan Ray. Tuan Ray dan Nona Luna sudah ditunggu Tuan besar di ruang makan,” kata seorang pelayan. “Oke, makasih,” Kata Luna “Yuk,” ajak Ray. “Nah, ini anaknya,” kata sang Ibu saat melihat Luna juga Ray. “Kenapa?” tanya Ray. “Ayah baru ditelepon sama temannya Ayah yang menjodohkan anaknya sama Luna. Katanya mereka mau jadi nanti hari Sabtu mau diadakan acara pertemuan,” Kata Ibu mereka dengan nada bersemangat. Luna melongo, dia tidak habis pikir lelaki itu akan menerimanya. Dengan semua sikap acuh dan dingin yang coba ditampilkan oleh Luna. Bisa-bisanya laki-laki itu menerimanya. *** “Kamu sudah ketemu calonmu?” tanya seorang pria yang sedang tiduran lemah. Dia sedang bertanya pada anak lelakinya yang baru selesai pulang kerja dan menjenguknya. “Iya Pa,” Jawab Lucas. Dia kemudian mengambil tempat duduk di samping ranjang papanya. “Gimana? Menurut kamu? Papa harap kamu menyukainya uhuk—” katanya terpotong batuk. Lucas berdiri untuk mengelus d**a papanya. “Keluarga mereka sudah banyak bantu kita, Lucas,” Kata sang Ayah dengan nafas tersengal-sengal. “Iya... Iya,” ucap Lucas mencoba menenangkan Ayahnya. Sang Ayah tersenyum. “Terima kasih, Lucas. Kamu tahu ini mungkin permintaan terakhir Papa ke kamu,” ucap si ayah lagi. “Aku gak janji ya, Pa.” Lucas menundukkan kepalanya. Lucas tahu bahwa hutang papanya itu telah dibayarkan oleh keluarga Irawan itu. Lucas tidak bisa membantu bisnis papanya itu, Papanya juga sudah sakit-sakitan. Bisnis mereka sedang tidak baik. Lucas menarik nafas dalam, ada sesak di sana. Dia belum sanggup untuk kehilangan ayahnya. Beliau adalah pendukung nomor 1 dalam hidupnya. Tapi melihat keadaan ayahnya sekarang, Lucas tahu bahwa dia harus segera mengikhlaskan hatinya. *** Lucas memandang langit malam dengan cahaya bulan yang terang dari dalam kamarnya. Di hatinya sedang terjadi dilema besar. Apakah ia harus merelakan hubungannya dengan Regina dan membuat orang tuanya bahagia atau membangkang lagi dan mendapatkan kebahagiaannya bersama Regina tapi dia harus mengecewakan orang tuanya. Seumur hidupnya, hampir separuhnya dipakai Lucas untuk membangkang dari keputusan-keputusan orang tuanya. Ponsel Lucas berdering membuat pria itu berdiri dan segera mengambil ponselnya yang diletakannya di kasur. Lucas agak terkejut melihat nama Luna muncul di layar ponselnya. “Halo?” sapa Lucas “Kamu kenapa bisa setuju dengan perjodohan ini?” tanya Luna tanpa basa-basi. “Hah?” Giliran Lucas yang heran dan juga terkejut. “Ini keluarga kamu udah bilang setuju dan Sabtu ini akan ada pertemuan keluarga,” Kata Luna lagi. Lucas mengerutkan alisnya. Kapan dia bilang pada ayahnya dia setuju dengan perjodohan ini? Dia bahkan selalu mengalihkan pembicaraan kalau topik mengenai perjodohan ini muncul. Lucas menjauhkan ponsel itu untuk memaki, entah pada siapa. “Kata siapa?” tanya Lucas lagi setelah kembali tenang. “Ibumu yang telepon ke ayahku barusan,” Jawab Luna. “Memangnya aku bilang aku setuju mau di jodohkan sama kamu?” tanya Luna dengan nada seperti merendahkan. Lucas terdiam mendengar kata-kata Luna. Entah kenapa dia merasa tersinggung dengan kata-kata Luna. Memangnya kenapa dengan dirinya? Dia cukup tampan, kariernya bagus. Mungkin penghasilannya tidak sebanyak Luna yang seorang CEO tapi tetap saja, Luna sudah melukai harga dirinya. Lucas menarik salah satu sudut bibirnya. Dia tiba-tiba ingin bermain dengan wanita ini. Dia ingin melihat seperti apa wanita ini jika jatuh cinta kemudian dipermainkan. “Hei! Kamu dengar gak sih?” Suara Luna meninggi dengan nada kesal di dalamnya. “Memangnya kenapa kalau aku setuju? Memangnya kamu siapa bisa atur keputusan-keputusanku?” tanya Lucas. Giliran Luna yang terdiam. Wanita itu tidak mendapatkan kata-kata untuk membalas Lucas. Dia tahu laki-laki itu juga tidak menyukainya. “Aku gak suka kamu, dan kamu juga gak suka aku,” ujar Luna. “Kata siapa aku gak suka kamu?” Lucas tersenyum. “Hah?” Luna kebingungan. “Aku suka kamu. Kamu cantik, badan kamu bagus dan lebih lagi ... kamu kaya,” Kata Lucas. “Sialan kamu!” umpat Luna. Lucas tersenyum lebar. “Sampai jumpa hari Sabtu, calon istri,” kata Lucas sebelum menutup telepon itu. Lucas melempar ponselnya ke kasur, kemudian mengusap wajahnya kasar. Pikirannya melayang ke Regina, gadis yang dia cintai. Bagaimana caranya dia mengatakan pada Regina bahwa dia akan menikah dan Regina bukanlah pengantinnya?. *** “Dia super nyebelin, Ray,” Kata Luna pada kakaknya yang sedang asyik dengan ponselnya. “Kenapa?” Tanya Ray sambil mengantongi ponselnya. “Si dokter ini,” Kata Luna sambil meletakan tangannya di pinggang. “Masa tiba-tiba dia bilang dia suka aku dan berniat untuk melanjutkan perjodohan. Padahal kan aku tahu dia juga gak suka aku. Aku aja berusaha sejutek mungkin pas makan malam,” sambung Luna. Ray mengangguk mendengar cerita Luna. “Mungkin aja dia memang suka sama kamu? Kamu cantik,” Kata Ray. “Ih ... kamu gak ngebantu apa pun!” kata Luna sebal kemudian keluar dari ruangan itu. Sementara Ray merasa sedikit curiga dengan calon adiknya itu. Luna benar, kenapa laki-laki itu dengan gampang menerima perjodohan mereka?. *** Kabar pertunangan Luna sudah mulai terdengar, meski belum banyak yang tahu siapa sosok yang akan menjadi suami dari Putri kedua pemilik Grup Irawan itu. Kabar itu bahkan sudah didengar oleh karyawan-karyawan Luna. Luna tentu saja dapat mendengar bisikan-bisikan gosip itu. Tapi, Luna memilih mengabaikannya dan fokus saja pada pekerjaannya. Suara ketukan pintu membuat konsentrasi Luna sedikit buyar. “Masuk,” kata Luna. Sosok Abel sang sekretaris muncul dari balik pintu. “Ada yang mau ketemu Ibu,” kata Abel. “Sudah ada janji?,” Tanya Luna. Dia tidak suka jika ada yang menemuinya tanpa janji. “Belum, tapi....” Abel menggantung kata-katanya. Luna meletakan pekerjaannya dan memandang Abel dengan tatapan membunuh. “Kan sudah tahu, kalau tidak ada janji mana bisa ketemu saya? Sudah berapa lama kamu kerja sama saya?” bentak Luna. Akhir-akhir ini suasana hatinya memang tidak bagus. Abel mengerjap takut. “Tapi dia katanya—” kata Abel terpotong karena seorang pria menerobos masuk ke ruangan Luna. “Calon suami kamu. Ya masa calon suami kamu harus pakai janji dulu.” Sosok Lucas muncul dari belakang Abel. Pria itu memegang bahu Abel, “Makasih ya. Nanti aku traktir kamu.” Luna terkejut sekaligus tersenyum sinis. “Ayahku saja harus punya janji, apalagi orang luar sepertimu,” kata Luna sinis. “Awww,” Lucas memegang dadanya seolah kata-kata Luna itu menyakiti hatinya. “Aku mau ngomong sama kamu,” kata Lucas lagi. “Ngomong apa lagi? Tunggu saja hari Sabtu,” Kata Luna lagi. “Terlalu lama, aku butuh ngomong ini secepatnya,” kata Lucas lagi. Luna melirik jam, sudah jam 6 sore. Jam kerjanya sebenarnya sudah selesai tapi Luna seperti kebanyakan wanita karier, lebih suka berada di kantor. “Udah jam pulang kamu kan?” tanya Lucas lagi karena tidak mendapatkan respon dari Luna. “Aku ada lembur,” kata Luna lagi. “Aku ingin nikah sama kamu,” kata Lucas pada akhirnya. Luna terkejut. Matanya melotot ke arah Lucas. Dia memandang Lucas seolah pria itu baru saja mengatakan hal gila padanya. “Kenapa?” tanya Luna “Permintaan Papa, mungkin yang terakhir,” kata Lucas lagi. Raut wajah lelaki itu berubah menjadi sedih. Luna menunduk, dia sudah mendengar soal kondisi Ayah Lucas. Mungkin dia menerima perjodohan ini karena permintaan ayahnya yang sudah sekarat. Lucas berjalan mendekati Luna. Badan Luna menegang. “Tolong aku, Lun. Menikahlah denganku. Aku ingin membahagiakan ayahku untuk yang terakhir kalinya,” Kata Lucas sambil memegang tangan Luna, kini dia sudah berlutut di hadapan Luna. “Tapi kan ... kita gak saling cinta,” Kata Luna. Lucas menggeleng. “Cinta itu masalah waktu, Lun. Nantinya kalau kamu memang gak bisa cinta ke aku, kita bisa pisah. Aku akan terima semua keputusan kamu setelah kita menikah. Untuk saat ini, aku hanya ingin kamu mau menikah denganku,” Kata Lucas yang terdengar hampir seperti orang putus asa. Luna terdiam lagi, dia mencoba merenungkan itu semua. “Apakah rumah tangga kita akan normal?” tanya Luna Lucas mengangguk. “Kalau kamu mengizinkan aku untuk membuat kita saling jatuh cinta, maka akan kupastikan kita akan memiliki kehidupan rumah tangga yang indah. mungkin, kita bisa sampai... memiliki anak?” kata Lucas lagi. Luna masih terdiam. “Kalau kamu mau aku menjauhimu setelah kita menikah juga tidak apa-apa. Pokoknya kehidupan setelah pernikahan kamu yang atur. Aku hanya ingin membahagiakan orang tuaku terutama ayahku,” kata Lucas lagi sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dan membukanya di hadapan Luna. Sebuah cincin dengan kepala berlian yang menyilaukan itu diserahkan kepada Luna. *** Luna memasuki ballroom tempat akan diadakannya pertemuan keluarga alias pertunangannya dengan Lucas. Orang-orang tampak berseliweran untuk menghias tempat itu. Ruangan itu sudah mulai terlihat bentuknya. Ruangan itu tampak cantik dengan tema warna perak dan ungu. “Kamu di sini!” suara Lucas mengagetkan Luna. “Iya, disuruh lihat sama geladi resik,” jawab Luna. “Ya udah ayo!” kata Lucas sambil menarik tangan Luna. Luna bergeming. “Mau ngapain?” tanya Luna. “Ya mau geladi resik kan? Ya udah ayo. Acaranya tinggal beberapa jam lagi,” kata Lucas lagi. Luna akhirnya mengikuti langkah Lucas sambil tangannya digandeng oleh lelaki itu. Beberapa orang berhenti dari aktivitas mereka dan melihat ke arah Lucas dan Luna. Beberapa dari mereka bahkan memperhatikan dengan wajah kagum melihat “calon tunangan” itu. Keduanya memang terlihat serasi, yang satunya cantik dan satunya lagi tampan. Pasangan serasi. Luna menatap Lucas yang tampak memperhatikan sang MC menjelaskan mengenai tata acara nanti. Luna memperhatikan lagi wajah calon tunangannya itu, garis wajahnya yang maskulin, bulu matanya yang lentik dan hidung mancungnya cukup membuat Luna terpukau. Dia belum pernah memperhatikan seseorang sedetail ini, selama ini yang ia perhatikan dengan detail hanya pekerjaannya. “Biasa aja ngeliatinnya, nanti juga kamu bakalan ngeliatin aku tiap hari,” bisik Lucas di telinga Luna. Luna yang menyadari bahwa dia terlalu lama melihati wajah Lucas menunduk malu, tapi sikap Luna ini malah membuat Lucas gemas. Dia mencubit pelan pipi Luna. “Ih!” Luna mencoba menyingkirkan tangan Lucas dari pipinya, membuat lelaki itu tertawa puas. “Ayo balik ke kamar. Ini udah waktunya siap-siap,” kata Lucas sambil melihat arlojinya. Lelaki itu kemudian kembali menggandeng tangan Luna membawanya keluar dari ballroom itu dengan perasaan aneh yang mendesak di hati wanita itu. *** “Kamu dari mana?” tanya Vivi pada anak lelakinya yang akan segera bertunangan malam ini. “Habis geladi resik,” jawab Lucas singkat. “Papa gimana?” tanya Lucas lagi sambil membuka kulkas kecil untuk mengambil minum. “Lagi istirahat. Dia semangat sekali sampai tekanan darahnya jadi tinggi,” jelas Vivi lagi sambil menatap anaknya. “Terima kasih, Lucas,” kata Vivi lagi. Lucas hanya tersenyum, Vivi tahu bahwa itu bukanlah senyum bahagia dari anaknya. Tapi, dia selalu berharap Lucas akan menemukan kebahagiaannya dengan pilihan orang tuanya. “Aku mau mandi dulu,” kata Lucas kemudian berlalu menuju kamar mandi. Lucas menutup pintu kamar mandi kemudian menjatuhkan tubuhnya dibalik pintu itu. Hatinya hancur jika mengingat malam ini ia akan mengkhianati cintanya pada Regina. Wanita itu pasti akan tahu sebentar lagi, bahwa prianya akan menikahi wanita lain. “Sialan!!” Lucas memukul pelan lantai keramik kamar mandi itu. Kenapa dia malah harus berakhir dengan wanita sombong itu?. Kenapa setiap kali wanita itu berbicara, rasanya seperti wanita itu selalu menginjak harga dirinya. Dia akan membuat wanita itu menyesal nanti. Tidak sekarang, nanti... setelah mereka menikah. Karena Lucas sudah punya rencana untuk membalas Luna dan keluarganya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD