1

4033 Words
Alkisah, hiduplah seorang gadis rupawan bernama Méline. Rambutnya sewarna cahaya matahari, berkulit putih dengan kedua manik mata berwarna hijau hazel. Sang gadis tidak hanya diberkati kecantikan oleh Yang Kuasa, dia juga memiliki perangai halus yang menyenangkan. Maka kecantikan gadis itu tersebar ke penjuru Benua Terra. Tempat kelahiran Méline ramai didatangi pemuda yang ingin meminangnya. Namun Méline tidak tertarik menerima pinangan pelamarnya. Para pemuda pun pulang dengan hati hampa dikarenakan penolakan Méline. Hari silih berganti, satu pemuda datang dan pergi berganti dengan pemuda lainnya, namun Méline masih saja bersikukuh menolak pinangan para pemuda. Hingga datanglah seorang petani yang bermaksud mempersunting Méline. Pemuda itu tidak memiliki kekayaan, ketampanan, ataupun kekuasaan. Semua orang menertawakan keinginan pemuda itu untuk mempersunting Méline. Tetap saja, pemuda itu bertandang ke kediaman Méline. Diutarakan niatannya mempersunting Méline. Ketika Méline bertanya mengenai hal yang bisa diberikan si pemuda kepadanya, si pemuda pun berkata bahwa dia tidak memiliki rumah mewah, perhiasan, uang melimpah, ataupun kuasa. Si pemuda hanya bisa menjanjikan kehidupan sederhana, di mana mereka berdua bisa saling melengkapi dan membina sebuah keluarga, dengan anak-anak dan cucu yang akan menemani mereka di hari tua. Méline memutuskan menerima pinangan dari seorang petani. Mereka berdua hidup bahagia dalam kesederhanaan. Méline menunggu di rumah, sementara sang suami bekerja di ladang. Méline pikir kebahagian akan berlangsung selamanya, hingga kulit kencangnya mengendur, hingga wajahnya dipenuhi guratan-guratan halus, dan rambutnya memutih sempurna.  Lalu tawa dari cucu-cucu Méline yang akan selalu menghibur di kala kejenuhan mendatangi si tua Méline. Namun musim dingin panjang melanda dan merubah jalannya kehidupan Méline. Penyakit menyerang suami Méline, dan dia pun meninggalkan Méline seorang diri. Tanpa suami dan anak, membuat Méline hidup dalam penderitaan.  Rasa kehilangan yang dalam membuat Méline jelita memutuskan menculik setiap pemuda yang dijumpainya. Méline akan mengambil jantung pemuda malang itu dan mempersembahkannya di altar kegelapan dengan harapan suami yang dicintainya akan hidup kembali.  Tidak ada yang bisa mengembalikan jiwa yang sudah hilang dari raganya, begitu pula dengan Méline, tak peduli seberapa banyak jantung pemuda yang ia ambil, sang suami tidak akan pernah kembali ke dalam pelukannya. Penduduk desa yang murka memutuskan untuk menangkap Méline. Mereka mengarak Méline dan menyebutnya sebagai penyihir darah. Para penduduk mengikat Méline di sebuah tiang dan kemudian meletakkan tumpukan kayu di sekitarnya. Satu per satu para penduduk mulai melemparkan obor ke dalam tumpukan kayu dan menciptakan pusaran api. Gadis jelita yang dulu dicintai oleh begitu banyak pemuda itu terbakar hidup-hidup. Tidak ada belas kasih dan cinta. *** ″Aku tidak mengerti letak bagusnya sebuah cerita yang mengisahkan penduduk membakar seorang gadis beramai-ramai,″ keluh Alice untuk sekian kalinya. Alice menatap kelam buku bersampul kulit yang tergeletak di atas meja. Hari ini dia tampak lesu dan tidak bersemangat. Cleo—sang guru yang berada tak jauh darinya pun berkata, ″Kalau begitu, kau tidak pantas disebut sebagai magi. Ke mana perginya semangat ′aku akan menjadi magi terkenal′ yang sering kau gembar-gemborkan di depanku itu, Alice? Atau kau sudah merasa bosan dengan magi dan beralih minat pada yang lain?″ Ada berbagai macam sebutan bagi seorang pengguna sihir, mulai dari penyihir, warlock, wizard, alchemist, peramu, sorcerer, dan termasuk magi. Masing-masing pengguna sihir memiliki keistimewaan, satu sama lain berbeda. Wizard dan warlock, kedua kaum tersebut merupakan golongan pengguna sihir terkuat. Pada beberapa tingkatan, mereka mampu memanipulasi alam dan bahkan pada tahap tertentu beberapa dari mereka sanggup melintas dimensi.  ″Sebenarnya.″ Alice berdeham. Berusaha memilah kata-kata manis yang akan disampaikannya pada Cleo. ″Aku belum mengisi formulir perencanaan semester depan. Terlalu banyak pilihan. Lagi pula, aku masih bingung dengan pilihan antara magi dan alchemist. Aku ini istimewa—tidak mudah menentukan pilihan penjurusan sihir. Harusnya para pengajar memberiku bimbingan khusus dalam menentukan pilihan.″  ″Kata siapa kau istimewa?″ sindir Cleo yang tentu saja tidak dipedulikan Alice. ″Segera tentukan penjurusan untuk semester depan. Semakin cepat, semakin baik. Ketahuilah, tidak semua pengguna sihir mendapatkan kemampuan mereka secara ajaib. Mereka perlu mengasah kemampuan dasar. Semuanya butuh proses—tidak ada yang namanya sihir instan.″  Di Avalon, hampir semua manusia memiliki kemampuan sihir. Adapun dari mereka yang berniat mengembangkan potensi sihir yang mereka miliki, mereka bisa mendaftarkan diri ke akademi. Di sana, mereka—para pengguna sihir—nantinya akan mendapatkan pendidikan dasar, sebelum pada akhirnya memutuskan mendalami bidang sihir tertentu sesuai dengan minat dan kemampuan.  Ada empat akademi di Avalon, masing-masing akademi diberi nama berdasarkan kota tempat akademi berdiri. Akademi Isthar dengan lambang beruang hitam bersayap berada di bawah naungan seorang magi bernama Rudolf Petterson. Akademi Riden yang memiliki lambang rusa dengan matahari sebagai latarnya; akademi ini berada di bawah pengawasan seorang penyihir putih bernama Lez Ramona. Berikutnya, akademi dengan lambang serigala putih bermahkota yang dipimpin oleh seorang wizard bernama John Makarov, yakni Akademi Snowmist. Terakhir, tempat Alice belajar yaitu Akademi Pollaris dengan lambang sayap putih mengembang. Akademi yang menjadi kebanggaan Avalon, sebagian besar lulusan Akademi Polaris bekerja di Avalon. Akademi ini dipercayakan kepada seorang penyihir wanita bernama Amanda Rose.  ″Lihat saja, aku pasti lulus dan menjadi ahli sihir yang paling disegani.″  Alice mulai bangkit dari duduknya, tak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Segera saja, Alice bergegas meninggalkan sang guru. Namun sebelum dia berhasil menarik gagang pintu, Cleo mulai berdeham pelan dan berkata, ″Oh, ya? Kudengar dari guru sejarah, kau bahkan tidak mampu menjelaskan klasifikasi magyk.″ Yang dimaksud dengan klasifikasi magyk adalah pembagian jenis sihir yang bisa dipakai oleh seorang pengguna sihir. Masing-masing pengguna sihir memiliki cara sendiri dalam menyalurkan kemampuan sihir mereka. Seperti penggunaan simbol sihir, imagi sihir, pentagram, dan rune—huruf-huruf kuno yang mewakili karakteristik kekuatan semisal api, air, angin, petir, penyembuhan, dan lain-lain. Ada rune yang memang sudah tergambar dalam sebuah benda (pada beberapa kasus, seorang kesatria—yang tidak memiliki kemampuan sihir—menggunakan pedang ataupun s*****a yang ber-rune), dan benda tersebut akan sama kuatnya dengan seorang pengguna sihir. Oleh sebab itu, beberapa s*****a berada di bawah pengawasan Dewan Avalon. Lagi pula, kebanyakan pengguna sihir seperti wizard, magi, dan penyihir, mereka lebih senang menggunakan alat bantu seperti tongkat untuk menyalurkan energi sihir. Pada kasus tertentu, tongkat atau amulet yang memiliki entitas di dalamnya (yang dimaksud dengan entitas di sini ialah mahluk gaib dari alam lain; bisa berupa ifrit, roh magis, siluman, bahkan demon. Semakin kuat entitas yang bisa ditaklukkan dan dimasukkan ke dalam suatu benda, maka bisa dipastikan semakin tinggi nilai benda tersebut), benda-benda semacam itu lebih sering digunakan. Alasannya: dengan bantuan entitas yang dikurung di dalamnya, si wizard ataupun penyihir akan mendapatkan hasil dua kali lipat (bahkan lebih) daripada memakai kekuatan murni. Hal ini pulalah yang menyebabkan banyak makam-makam penyihir ataupun wizard yang menjadi sasaran penjarah makam. Mereka—para penjarah makam—berharap bisa menemukan benda-benda sihir yang bernilai tinggi. Salah satu pekerjaan yang cukup menjanjikan namun lebih baik ditinggalkan. Bagaimanapun juga, mengambil barang orang lain (apalagi benda itu milik orang mati) tidaklah dibenarkan. ″Oh,″ ucap Alice lesu, ″aku benci hidupku.″ Akhirnya Alice menyerah dan berjalan gontai ke tempat duduk yang tadinya ingin ditinggalkannya. Buku cerita yang ada di atas meja nampak membosankan dan membuat Alice ingin merobek seluruh lembaran kusam yang menempel di dalam sampul tebal berwarna merah tua. ″Ada baiknya memahami akhir bagi semua sihir gelap,″ ucap Cleo menyarankan. ″Penyihir terhebat pun tak sanggup melawan amukan penduduk yang hanya bersenjatakan garpu tala dan parang.″ Seperti biasa, Cleo memberikan pelajaran tambahan kepada Alice. Di antara sekian banyak siswa yang bermasalah, Alice merupakan momok yang ingin dijauhi oleh semua pengajar. Pasalnya, Alice sering melakukan eksperiman di setiap pelajaran, bahkan dulu Alice pernah hampir membakar separuh akademi karena percobaannya yang gagal (Alice berusaha mencampur larutan biji jarak dan cairan galga—yang mudah terbakar—di dekat perapian dan membuat kehebohan di antara siswa).  ″Nona Cleo,″ panggil Alice. ″Panggil aku dengan ′guru′,″ koreksi Cleo.  Memang, Cleo pada usia dua puluh lima, dia sudah menjadi magi. Wajahnya cantik dan dia memiliki rambut berwarna cokelat terang. Alice lebih senang memanggil Cleo dengan ″nona″ daripada guru. Hal itu membuat Cleo kesal.  ″Baiklah, Guru,″ ujar Alice, ″aku tidak berencana mengakhiri hidupku seperti Méline.″ Cleo mengerutkan kening, ditatapnya Alice yang tanpa ragu memperlihatkan kebosanan yang tak tertahankan. Terkadang Cleo bertanya-tanya tentang bagaimana Alice bisa lolos dari seleksi, Cleo menebak bahwa itu hanyalah sebatas keberuntungan.  ″Tapi, kalian berdua memiliki kesamaan.″ Alice mulai mengelus rambut pirang mudanya, dilihatnya ujung-ujung rambut yang panjangnya tak beraturan. ″Yah, pertama kami berdua sama-sama seorang gadis berparas cantik yang begitu digilai pemuda. Lalu, kebetulan saja rambut Méline berwarna pirang seperti milikku.″ Alice mulai melempar ke belakang beberapa helai rambut pirang yang tergeletak di pundaknya. ″Selebihnya tidak ada.″ ″Aku tidak ingat pernah berkata bahwa kau itu cantik,″ sanggah Cleo. ″Lalu apa yang kau pelajari dari kisah Méline?″ ″Banyak hal,″ jawab Alice mantap. ″Dan ... apa itu?″ Dengan penuh percaya diri Alice mulai mengacungkan jari telunjuknya dan menghitung, ″Satu, Méline bodoh karena memilih seorang petani sebagai suami. Dua, mengambil jantung itu menjijikkan. Tiga, apakah benar Méline itu penyihir hitam terkenal? Kenapa aku tidak pernah mendengar namanya disebut dalam pelajaran Tuan Lenny?″ Kedua bahu Cleo langsung lemas. Garis bibirnya mulai membentuk lengkungan suram. ″Sekarang aku paham mengapa kau sering mendapat tugas menyalin.″  Alice hanya bisa tersenyum kecut mengingat tumpukan salinan yang harus segera diselesaikannya. ″Yah, mungkin aku memang sedikit berbeda dari mereka.″ ″Alice,″ tanyanya, ″tahukah kau perbedaan antara seorang wizard dan shaman?″ ″Shaman mengandalkan mantra dan hobi mengutuk, sedangkan seorang wizard—″ ″Dan seorang wizard?″ tanya Cleo penuh selidik. ″Wizard,″ jelas Alice, ″mereka tidak mencari sihir seperti shaman, seorang wizard terlahir dengan inti sihir di dalam diri mereka. Wizard tidak menciptakan sihir, sebab sihir sudah ada di dalam diri mereka. Semenjak mereka lahir di dunia.″ Cleo mengangguk puas mendengar jawaban Alice. ″Tidak seperti shaman, seorang wizard tidak perlu menggunakan mantra rumit untuk memunculkan sihir, sebab sihir sudah menjadi bagian dalam diri seorang wizard. Shaman bisa menggunakan sihir dengan bantuan media tertentu, dan oleh karena itu, para shaman membutuhkan waktu lebih lama. Yang lebih penting, karena inti sihir, atau yang lebih sering dikenal sebagai magia, sudah ada pada diri seorang wizard, maka mereka tidak diharuskan melakukan rapalan mantra. Sihir merupakan bagian dari inti kehidupan.″ ″Lalu bicara mengenai penyihir,″ lanjut Cleo. ″Penyihir hitam, mereka biasanya memiliki demon sebagai sekutu. Dengan persekutuan, seorang penyihir bisa menandingi magi. Penyihir yang seperti itu berbahaya. Sihir gelap itu berbahaya. Meski jumlah mereka tidak sebanyak dulu, ucapkan rasa terima kasih pada para pendahulu yang telah memerangi para penyihir hitam hingga kita bisa menikmati kedamaian di masa kini. Dan ingatlah, penyihir hitam itu berbahaya. Seorang penyihir hitam bahkan memiliki kemampuan mendatangkan wabah untuk menyapu bersih sebuah kota. Bisa kau bayangkan, seberapa besar kekuatan yang penyihir hitam miliki? Satu-satunya cara yang masyarakat percayai untuk melenyapkan penyihir hitam adalah dengan membakar mereka, namun sesungguhnya cara ini pun tidak efektif. Tikam jantungnya, di sanalah letak kelemahan si penyihir hitam.″ Melihat sosok Cleo yang menceritakan perihal sihir selalu membuat Alice bersemangat. Ada aura yang meluap-luap di dalam diri Alice.  ″Yang membuatku penasaran di sini adalah,″ jelas Cleo, ″ketika penyaringan murid, Nyonya Muler jelas mengindikasi magyk besar dalam dirimu. Pancaran energi sihir yang dimiliki oleh seorang manusia, masing-masing individu memiliki kadar sihir berbeda-beda. Dan kebetulan, kadar milikmu paling besar yang pernah dilihat olehnya. Seharusnya, kau sudah bisa mengklasifikasikan kemampuan magyk. Di mana, pada tahap ini, kau bisa memilih jenis magyk yang sesuai denganmu. Semisal Rosalina.″ Mendengar nama Rosalina disebut, tak urung membuat Alice merasa ditampar. ″Rosalina lagi,″ keluhnya. ″Kenapa nama itu selalu menyertai hidupku?″ Tak peduli dengan sindiran Alice, Cleo terus menerangkan, ″Dia memiliki kemampuan untuk merubah energi sihir di sekelilingnya menjadi tabir pelindung. Selain itu, dia juga bisa memvisualkan benda yang ada dalam bayangan menjadi wujud nyata. Dan kau Alice.″ Kedua sorot mata kelabu milik Cleo menatap murung Alice. ″Klasifikasi magyk milikmu apa? Sudahkah kau menemukannya?″ Apa yang dikatakan Cleo ada benarnya. Alice hampir-hampir tidak tahu klasifikasi magyk yang dimilikinya. Satu-satunya bakat yang menurut Rosalina dimiliki oleh Alice hanyalah memperburuk keadaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Alice berkata, ″Aku sendiri juga tidak mengerti.″ *** Rasanya Cleo perlu menambah jam belajar Alice. Gadis itu sebenarnya tidak terlalu buruk untuk menjadi seorang sorcerer, hanya saja dia juga tidak bisa disebut cukup baik hingga layak mendapat perlakuan khusus. Bagaimana bisa seseorang terlihat baik dan buruk bersamaan? Jika ada manusia yang memenuhi kriteria baik dan buruk secara bersamaan, Cleo yakin Alice-lah seorang. Sering kali Alice berkata bahwa Cleo tidak cocok menjadi seorang guru karena wajahnya tidak terlihat seperti seorang pengajar. Pernah Cleo bertanya pada Alice perihal kriteria wajah yang sesuai sebagai seorang pengajar. Dan jawaban yang diterima Cleo cukup mengerikan hingga dia menyesal telah bertanya. Secara garis besar, Alice beranggapan bahwa seorang guru itu setidaknya harus tua, banyak keriput, tidak cantik, dan memiliki aura yang bisa membuat orang lupa bernapas. Memang, Cleo lebih pantas menjadi istri seorang pejabat dan hidup dalam kemewahan serta kenyamanan. Tapi, bukan itu kehidupan yang diinginkan Cleo. Uang bukanlah satu-satunya hal yang bisa memberikan kebahagiaan. Masih ada banyak hal yang lebih berharga daripada sekeping koin emas.  Lelah.  Hari ini Cleo cukup mengalami tekanan di kepala karena murid bimbingannya: Alice. Cleo harus melakukan sesuatu sebelum Alice menghancurkan reputasi mengajar yang Cleo banggakan. Dia sudah sengaja mengajukan diri sebagai mentor pribadi Alice (yang sangat ditentang oleh pengajar lainnya—terutama pengajar pria), maka dia harus membuktikan bahwa Alice memang layak mendapat kesempatan menjadi seorang sorcerer dan bekerja di kerajaan.  Pasti. Cleo bisa mewujudkannya. *** Sudah hampir tiga puluh menit Alice memandang cermin oval yang tergantung di dalam kamar asramanya. Cermin dengan bingkai emas di sepanjang sisinya itu tampak mengilap dan memantulkan penampakan yang ada di hadapannya. Gadis berambut pirang dengan kedua manik mata berwarna hijau hazel, hidung mancung, kulit putih yang halus, dan bibir berwarna merah muda.  ″Wahai cermin ajaib, katakan padaku. Siapa gadis tercantik di negeri ini?″ Alice memalingkan wajah. Dia bisa melihat seorang gadis berambut jahe yang sudah menjadi teman sekamarnya selama kurang lebih tiga bulan semenjak Alice berhasil diterima sebagai murid. Gadis berkepang itu mulai memamerkan segaris senyum di wajah berbintiknya.  ″Jeanne! Aku tidak seperti itu,″ ucap Alice defensif. Gadis itu mulai menyilangkan kedua lengan. Kulitnya tampak pucat dalam balutan gaun tidur berwarna putih tulang dengan renda di bagian lengan, kerah, dan bawah roknya. ″Ayolah, semua gadis seumuran kita pasti pernah melakukan hal yang demikian.″ ″Tidak denganku,″ sanggah Alice. ″Baiklah, aku percaya. Jadi, hal keren apa yang kaulakukan seharian ini? Membakar jenggot Tuan Ru? Menaburkan bubuk gatal di baju Rosalina? Mematahkan peralatan praktik? Ayolah pasti ada hal yang bisa kauceritakan padaku. Kumohon. Kumohon,″ ucap Jeanne memelas sambil merapatkan kedua telapak tangan di depan d**a. ″Sebenarnya, aku menghabiskan waktu dengan membaca berbagai macam buku yang bisa dipastikan tidak akan pernah kau lihat di kelas.″ Meskipun teman sekamarnya itu menggunakan nada menggemaskan ketika berbicara, entah mengapa Alice merasa bahwa dirinya tengah dihina habis-habisan. ″Kebakaran itu bukan salahku, aku tidak mengira api yang kunyalakan di atas lilin cendana itu akan menghanguskan separuh jenggot Tuan Ru. Catat, aku tidak pernah menaburkan bubuk gatal ke pakaian Rosalina. Sumpah!″ ucap Alice sembari mengacungkan tangan kanannya. ″Itu bukan aku. Dan kenapa seolah aku seorang pembuat onar?″ ″Ayolah, itu keren sekali. Jarang-jarang melihat wajah Tuan Ru seperti kodok rawa. Itu sangat lucu.″ ″Jeanne, aku rasa ada yang salah denganmu.″ Tidak peduli dengan komentar Alice, temannya itu semakin berapi-api menceritakan reaksi Rosalina ketika seluruh tubuhnya berwarna merah dan mulai berlarian sambil berteriak kencang di sepanjang kelas. Tak lupa dia menceritakan perihal ujian kenaikan peringkat yang akan diadakan beberapa hari lagi. ″Tidak. Ini tidak boleh dibiarkan berlama-lama. Jika aku terus mendapatkan hukuman menyalin, maka, ketika ujian peringkat aku tidak akan mendapat kesempatan memperbaiki peringkatku yang hampir-hampir selalu ada di bawah. Jean,″ ungkapnya putus asa, ″semester depan nanti, saat penjurusan magyk, mungkin aku akan memilih kelas magi, tapi masalahnya aku tidak bisa menggunakan aura sihir. Sudah berulang kali aku berusaha mengeluarkan aura—yang konon katanya dimiliki oleh setiap manusia itu—dan belajar cara mengendalikannya, dan hasilnya mengecewakan. Aku tidak bisa.″ ″Bagaimana kalau kelas sorcerer?″ ucap Jeanne menyarankan. Alice mengerutkan dahi. ″Berarti aku harus belajar mantra dan t***k bengeknya?″ ″Ayolah, keberadaan sorcerer sangat dibutuhkan di Avalon. Aku yakin, jika kau memilih menjadi seorang sorcerer, begitu kau keluar dari akademi, aku bisa bayangkan banyaknya lowongan pekerjaan yang berdatangan. Alice, bayangkan itu.″ Terlintas di benak Alice gambaran mengenai dirinya di masa depan; karier menjanjikan, tempat kerja yang nyaman, dan dibutuhkan oleh masyarakat. Sungguh, itu merupakan godaan yang sulit untuk ditolak. ″Kau benar, itu tidak buruk juga.″ ″Benar, bukan?″ ″Iya,″ ucap Alice membenarkan. ″Tapi itu hanya bisa terjadi kalau aku lulus ujian dasar.″ ″Alice, itu hanya ujian biasa. Tulis saja apa yang kausuka. Aku yakin para guru tidak akan banyak berkomentar. Dan hei, apa kau lupa? Kau adalah si anak kampung yang memukau para penguji.″ Alice sendiri sebenarnya tidak paham dengan tata cara penyeleksian. Saat itu—saat seleksi penerimaan siswa—Alice hanya diminta untuk berdiri di hadapan seorang wanita gemuk berbaju hitam. Hampir-hampir Alice berencana mengundurkan diri karena pelototan si wanita gemuk. Sesaat kemudian wanita itu gemetar, seolah ada sesuatu yang membuatnya terguncang. Kedua mata wanita itu memutih, sebelum kedua tangannya mencengkeram lengan Alice. Payahnya, Alice hanya bisa berdiri membatu mendapati wajah si wanita gemuk itu yang berubah pucat. Suara aneh yang serupa cicitan mahluk asing keluar dari dalam mulutnya. Alice tak bisa memahami ucapan si wanita, hanya nyeri di kedua lengan yang bisa Alice rasakan. Jemari gemuk itu semakin keras mencengkeram lengan Alice. Lalu brukk, wanita itu rubuh dan semuanya menjadi kacau.  ″Menurutku, itu tidak keren,″ ucap Alice singkat.  ″Jangan begitu,″ ucap Jeanne menyemangati, ″bukankah kegemparan itu membuatmu diterima di akademi dengan penilaian plus-plus? Yah, plus misterius, sih.″ ″Aku tidak mau dikenang sebagai murid yang seperti itu.″ Jeanne menghela napas. ″Lalu murid seperti apa?″ Tidak puas. Alice mulai mengempaskan diri ke kasur dan mendesah, ″Aku ingin lulus dengan peringkat bintang lima.″ ″Tidakkah ada hal lain yang lebih menarik?″ Benar, apa yang membuat Alice begitu gigih? Padahal ada banyak hal yang bisa dilakukannya selain menjadi ahli sihir. Di desanya, Alice terkenal pandai dalam meramu. Bakat itu ia dapatkan dari nenek tua yang mengasuhnya. Alice dan nenek itu tidak memiliki ikatan darah, meski begitu sang nenek tetap merawat Alice layaknya cucu sendiri. Perempuan tua itu tidak pernah membeda-bedakan Alice dengan cucu-cucunya, dengan penuh kesabaran dia mengajarkan Alice tentang tetumbuhan dan cara meramu. Bisa saja Alice hidup sebagai seorang peramu di desanya yang terpencil. Meracik dan memotong tanaman obat, mengaduk ramuan sambil berdendang. Sebuah kehidupan sederhana yang menenteramkan. ″Jeanne,″ kata Alice. ″Kau tahu sendiri betapa sederhananya keluargaku.″ ″Sebenarnya aku tidak tahu,″ sela Jeanne. ″Tapi aku tidak keberatan mendengarkan.″ ″Kau benar-benar menyebalkan,″ ungkap Alice.  ″Aku ini manis.″ Alice memutar mata. ″Baiklah, demi sahabatku yang baik, akan aku ceritakan betapa sedihnya kehidupanku. Di desa, aku, Nenek, dan kedua saudara laki-lakiku hidup dengan pendapatan dari menjual ramuan. Jika aku bisa lulus dari sini, yah, meskipun aku masih belum yakin dengan pilihan karierku nanti, bisa saja aku menjadi seorang magi atau jika beruntung aku akan menjadi sorcerer. Jika impianku terkabul, mungkin aku bisa membantu Simon mendapatkan pekerjaan di kota. Yah, meskipun Simon sepertinya tidak terlalu tertarik pindah ke kota. Padahal jika Simon mau, dia mungkin bisa mendaftarkan diri sebagai kesatria. Dia itu merupakan pemuda paling kuat yang pernah ada di desaku.″ ″Baiklah,″ sela Jeanne. ″Dia pemuda kuat dan mungkin tampan, lalu?″ ″Tolong jangan potong ceritaku,″ ucap Alice jengkel. ″Dan aku tidak berencana mengenalkanmu dengan Simon. Kau kan galak.″ Jeanne memutar bola mata, tampak tak terkesan. ″Lanjutkan ceritanya saja.″ ″Akan aku lanjutkan,″ katanya. ″Berbeda dengan Simon yang memang memilih hidup di desa, saudaranya yang bernama Robin memiliki ketertarikan terhadap sihir. Aku kaget bukan main saat mengetahui Robin memutuskan masuk Akademi Polaris. Tentu saja, tidak perlu diragukan lagi, dia pun lulus dengan nilai tinggi. Menyebalkan, Robin memang sudah terlihat jelas terlahir sebagai lelaki sukses yang akan mendapatkan kekuasaan dan banyak wanita yang akan dijadikan sebagai harem. Ingin sekali aku mendapatkan sekian persen dari kelebihannya itu.″ ″Jangan berlebihan,″ ucap Jeanne jengkel. ″Memangnya setampan apa dia?″ ″Cukup tampan untuk membuatmu lupa dengan Tuan J. Sudahlah itu tidak penting. Seperti yang diperkirakan Nenek, Robin lulus dan berhasil bekerja sebagai penyidik. Semenjak itu, dia jadi lebih sering menghabiskan waktu di Dewan Pengawas.″ Gadis berambut jahe itu tidak memberikan komentar apa pun. Ditatapnya lekat kedua mata hazel Alice. ″Karena itu,″ lanjut Alice. ″Tolong bantu aku mengejar ketertinggalan. Aku tidak ingin lulus dengan nilai minimal. Itu bahkan terlalu mengerikan untuk dibayangkan. Aku tidak ingin saudara laki-lakiku yang mengerikan itu melihat kegagalanku.″ ″Alice,″ ucap Jeanne mantap. ″Aku akan berusaha menolongmu semampuku. Tetapi ada yang sedikit aneh bagiku. Mengapa kau sebut saudaramu dengan kata ′menakutkan′? Seharusnya, mereka adalah orang-orang yang paling peduli denganmu, bukan?″ ″Itu dia.″ Alice langsung bangkit dan menepuk pundak sahabatnya. ″Peduli milik Robin dan peduli milik Simon itu sangat berbeda. Aku bahkan harus kucing-kucingan dari Robin agar bisa mengikuti ujian di Polaris. Mengingatnya saja membuat bulu kudukku berdiri.″ Jeanne menampik tangan Alice. ″Jelaskan.″ Alice mulai mengetuk-ngetuk dagu mengunakan jari telunjuk. Kedua alisnya bertaut hingga membentuk huruf ″V″. ″Entah ini hanya perasaanku atau memang Robin selalu bersikap dingin terhadap semua perempuan, yang jelas, selama aku tinggal bersamanya, kami berdua jarang bercakap. Bukannya aku berniat melebih-lebihkan ya, asal tahu saja, Robin sangat populer.″ ″Yah, aku bisa mengerti perasaan seorang adik dari dua pemuda terpopuler di desanya.″ Kedua pipi Alice mengembung melihat raut geli sahabatnya. ″Gadis-gadis yang naksir Robin itu selalu menempeliku hanya untuk sekedar bertanya mengenai makanan kesukaan Robin, tipe gadis pujaan Robin, dan sebagainya. Itu merepotkan.″ Alice mulai meletakkan kedua tangan di kepala, seolah menahan rasa sakit. ″Bercerita hanya membuatku teringat pada hal-hal yang seharusnya kulupakan.″  ″Maaf sudah membuatmu ingat pada hal-hal yang ingin kaulupakan,″ sindir Jeanne. ″Permintaan maaf diterima,″ sahut Alice. Kemudian, dia pun melirik tumpukan salinan yang masih belum diselesaikan. ″Aku benci tugas!″ ″Kalau begitu cepat selesaikan,″ ucap Jeanne santai. Malam ini Alice berusaha keras menyelesaikan tugas dari pembimbingnya. Meskipun sesekali Alice sesenggukan memohon pada Jeanne untuk membantu menyalin yang tentu saja hanya ditanggapi sang sahabat dengan suara dengkuran kodok.  Keinginan luhur seorang Alice untuk menjadi seorang sorcerer masih jauh dari kenyataan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD