Selalu Semangat

1293 Words
Mbah Abun perlahan mulai menata kembali kehidupan keluarga yang sudah hancur. dia sudah bisa membahagiakan kembali anak istrinya, dengan membelikan mereka berdua baju baru. bahkan ditambah dengan perhiasan yang melingkar di jari manis kedua wanita yang iya selalu sayangi, wanita yang selalu menjadi penyemangat, agar dia lebih giat dalam meningkatkan taraf kehidupannya. Sore itu. mereka sekeluarga, berkumpul di ruang tengah. sambil ditemani oleh cemilan, yang dibeli Mbah Abun dari pasar. "Ambu! besok Abah nggak ke kota, soalnya Abah gak punya hewan ternak yang harus dijual. mungkin para peternak di kampung Ciandam, hewan ternak mereka sudah habis dibeli oleh Abah." Ujar Mbah Abun membuka obrolan di sore itu. "Yah! Gak apa apa, Abah! harusnya Abah senang, karena Abah bisa beristirahat terlebih dahulu. Jangan diforsir terus nanti abah sakit! Abah sekarang sudah tidak muda lagi." Tanggap istrinya yang selalu lemah lembut ketika berbicara dengan suaminya. "Iya Mbah! Ranti kasihan kalau melihat Abah banting tulang seperti itu." Timpal anaknya yang bernama Ranti, dia senang orang tuanya bisa kembali punya usaha, namun dia juga sangat mengkhawatirkan kondisi Abahnya yang sudah tidak muda lagi. "Ah! kalian berdua, sangat kompak kalau meledek Abah. Gini-gini juga Abah belum terlalu tua! umur Abah saja baru 42 tahun. Abah terlihat tua karena orang-orang suka memanggil Abah, dengan sebutan itu." Sanggah Bah Abun sambil menghisap tembakau yang ada di dalam pipa. "Iya! Walau begitu, Abah harus tetap jaga kesehatan, nanti kalau abah sakit, Abah nggak bisa bekerja lagi." Timpal Ranti. "Tenang! Abah kan, robot! Abah tidak akan sakit. Abah sakit ketika melihat kalian menderita, karena Abah tidak bisa menjadi tulang punggung yang baik. sekarang kalian berdua cukup doakan Abah! saja agar selalu sehat dan selalu diberikan rezeki yang melimpah. mumpung Abah masih kuat, bisa menafkahi kalian berdua, bisa membahagiakan kalian. sehingga kalian merasa bangga karena memiliki pria yang begitu bertanggung jawab." "Amin! Walau Abah nggak minta kita berdua untuk mendoakan Abah, kita akan selalu mendoakan yang terbaik buat Abah. Pria yang sudah berani berkorban untuk menghidupi keluarganya." jawab Ambu Yayah sambil memasukkan kue kering ke mulutnya. Akhirnya mereka bertiga pun mengobrol ngalor ngidul. perbawaan hati yang bahagia, sehingga obrolan itu sangat ceria. sehingga tak terasa azan maghrib di masjid terdengar berkumandang, Memberitahu agar orang-orang berhenti dari seluruh aktivitasnya, untuk menyembah sang penciptanya sama seperti keluarga Mbah Abun, yang pergi ke air untuk mengambil air wudhu. meski mereka jarang melaksanakan salat, namun Kalau waktu magrib mereka akan tetap pergi ke air. ***** Truk! truk! truk! "Assalamualaikum!" terdengar ada seseorang yang mengetuk pintu rumah mbah Abun sambil mengucapkan salam. "Siapa ya, bah? malam-malam seperti ini. Kok dia bertamu." tanya Ambu Yayah sambil menatap ke arah suaminya yang terlihat remang-remang, karena di kamar mereka tidak ada lampu penerangan. "Siapa?" tanya Mbah Abun sambil berteriak dari dalam kamar, agar terdengar oleh orang yang berada di luar. "Zuhri, bah!" jawab seseorang dari luar rumah. "Bentar, Jang! Abah buka pintunya." ujar Mbah Abun sambil bangkit dari tempat tidurnya, kemudian ia berjalan menuju ke ruang tamu untuk membuka pintu rumahnya. "Aduh! Masa jam segini udah masuk kamar aja, Mbah?" ujar Juhri setelah Mbah Abun membukakan pintu. "Maklum Jang, Abah capek. pagi-pagi harus ke kota, sorenya harus mencari hewan ternak." jawab Mbak Abun sambil mempersilahkan Zuhri masuk ke dalam rumahnya. Kemudian mereka pun duduk di tiker yang terbuat dari daun pandan. "Maaf, Mbah, kalau kedatangan saya mengganggu waktu istirahat Abah. Kalau tidak ada urusan penting, saya nggak mungkin datang ke rumah abah." ujar zuhri yang merasa tidak enak, karena sudah mengganggu waktu istirahat Mbah Abun. "Nggak apa-apa, Jang! Lagian Abah masuk ke kamar belum tidur, kok! hanya mengistirahatkan tubuh saja, setelah seharian bekerja. Oh ya! hal penting apa? sehingga Ujang datang ke rumah abah." tanya Mbah Abun sambil membuka dompet tembakaunya, kemudian dia mengisi pipanya dengan tembakau, lalu membakarnya. "Begini Bah! Mang Juju! Seperti yang kita ketahui bahwa dia memelihara kerbau." "Terus?" tanya Mbah Abun yang terlihat tidak sabar. "Jadi begini, Bah! si pelen, kerbau bulenya itu mau dijual. menurut saya, mending Abah beli! mumpung dia Kepepet butuh uang, buat membayar hutang." ujar Zuhri menyampaikan maksud tujuannya, datang menemui Mbah Abun. "Oh begitu! Tapi kalau buat beli kerbau, uang Abah Nggak cukup Jang!" "Tenang Bah! saya datang ke sini bukan tanpa solusi. Saya tahu untuk sekarang Abah belum punya uang sebanyak itu. namun Mang Juju memberikan keringanan, kalau abah minat. Abah boleh membayar sebagian terlebih dahulu, sisanya baru nanti di bayar setelah kerbau itu laku terjual." Jelas Zuhri. Mendapat keterangan seperti itu, Mbah Abun terdiam beberapa Saat. seolah dia lagi berpikir menimbang baik dan buruknya, dia tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan. "Kalau menurut saya, mendingan Abah ambil tuh kebo! lumayan kan Kalau bisnis hewan besar, nanti untungnya juga lebih besar!" Zuhri meyakinkan Mbah Abun, Mungkin dia ingin melihat kembali tetangganya yang sukses. "Emang katanya, Mau dilepas berapa Jang?" tanya Mbah Abun yang mulai tertarik, Karena setelah dipikir-pikir. benar apa yang dikatakan oleh Zuhri, Ini kesempatan terbaik untuk terus maju. "Menurut Mang Juju! katanya dia ingin menjual kerbaunya di harga Rp1.500.000." Jawab Zuhri menjelaskan. "Iya, Jang! kalau harganya segitu, jujur! Abah nggak punya." "Itu kan harga masih bisa ditawar, Bah! Kalau menurut orang kota, itu harga nego, belum final. siapa tahu aja kalau langsung Abah datangin ke orangnya langsung. Harga kebo itu bisa turun!" ujar Zuhri terus meyakinkan. "Ya sudah! begini aja, Jang! besok, pagi-pagi antar Abah ke rumah Mang Juju! kita cek dulu kerbaunya Seperti apa, Siapa tahu aja benar apa yang diucapkan oleh Ujang, dia mau dibayar setengahnya terlebih dahulu." ucap Bah Abun memberi keputusan. "Nah begitu dong! itu baru namanya pengusaha, yang tidak takut ketika menentukan pilihan, untuk kemajuan kehidupannya!" Timpal Zuhri sambil tersenyum, Mungkin dia merasa bahagia, karena usaha meyakinkan Mbah Abun berhasil. "Ya sudah! antar Abah besok ya!" Mbah Abun mengulangi permintaannya. "Siap, Mbah!" "Ngomong-ngomong Maaf belum dikasih air minum. kasihkan ngobrol, sampai lupa menjamu tamunya." Ujar Mbah Abun yang baru sadar, dia belum memberikan jamuan terhadap tamunya. dia pun berdiri hendak pergi ke dapur untuk mengambil air minum. "Nggak usah repot-repot, bah! saya nggak lama kok! saya hanya menyampaikan itu saja. Ya sudah, saya pamit dulu. silakan dilanjut istirahatnya." ujar Juhri sambil bangkit, kemudian dia mengeluarkan tangan mengajak Mbah Abun bersalaman. "Buru-buru! amat, Jang! kan minumnya juga belum diambil." "Sudah! nggak usah. kasihan istri nunggu di rumah, hanya ditemani anak-anak." ujar Zuhri sambil membuka pintu rumah mbah Abun, kemudian dia pun keluar, lalu pergi menembus kegelapan malam, diantar oleh tatapan Mbah Abun. Setelah Zuhri tidak terlihat lagi, dengan cepat Mbah Abun pun menutup pintu. karena lampu damarnya yang ada di dalam, tersiok-seok terkena angin dari luar. Ceklek! Tak lupa Mbak Abun mengunci pintunya, kemudian ia berjalan menuju kembali ke kamarnya. "Siapa Abah!" tanya Ambu Yayah yang belum tidur. "Jang Zuhri, dia mau menawarkan kerbau Mang Juju." Jelas Bah Abun. "Terus abah mau?" tanya Ambu Yayah sambil bangkit dari tempat tidurnya, kemudian ia duduk di tepi ranjang. "Besok abah mau lihat kerbaunya terlebih dahulu. Lagian kalau untuk beli kerbau, uang kita kan belum cukup, mbu. tapi ada berita baiknya, karena menurut yang Zuhri. Mang Juju bersedia untuk dihutang terlebih dahulu, sampai Abah menjualnya ke kota." Bah Abun menjelaskan apa yang tadi dia obrolkan dengan tamunya. "Emang mau dijual berapa?" Tanya Ambu Yayah mulai tertarik. "Rp1.500.000!" jawab Mbah Abun singkat. "Walah! kalau harganya segitu, benar kita tidak akan sanggup membelinya. Uang tabungan kita hanya Rp800.000, tapi Semoga aja bener apa yang dikatakan Jang Zuhri, Mang Juju mau dihutang terlebih dahulu, sampai kerbaunya laku terjual. "Jadi kamu setuju, Ambu? kalau abah beli kerbaunya Mang Juju." tanya Mbah Abun. "Dari dulu juga, Ambu nggak pernah tidak setuju dengan apa yang hendak Abah lakukan. yang terpenting Abah tetap hati-hati! jangan sampai rugi." saran Abu Yayah yang selalu menyupot semua usaha suaminya. Setelah mengobrol sebentar, akhirnya mereka pun naik ke atas ranjang, lalu menutupnya dengan sarung sebagai pelindung dari Hawa dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD