bc

Misteri Larika

book_age0+
20
FOLLOW
1K
READ
dark
possessive
mate
drama
tragedy
twisted
sweet
like
intro-logo
Blurb

Misteri sosok Larika yang menyeramkan, misterius, dan hanya dapat dilihat oleh Hiro.

Apakah Larika mahluk jahat dan penuh kebencian? Atau justru dia membawa cinta pada jiwa-jiwa kesepian? Benarkah Larika bisa menyebabkan kematian?

chap-preview
Free preview
Misteri Larika Part 1
Misteri Larika Part 1 Usiaku 6 tahun kala itu, saat aku mulai menyadari, ada yang berbeda dariku, ada yang aneh, yang sepertinya tidak akan mungkin di alami oleh anak-anak seusiaku. Kami baru pindah ke rumah baru kala itu. Rumah dengan halaman belakang yang sangat luas. Memiliki 2 buah ayunan, 1 prosotan, berdiri pula beberapa pohon-pohon rindang beserta pagar kayu yang mengelilingi sekeliling rumah baru kami ini. Rumah ini berada di ujung komplek, cukup jauh dari rumah warga terdekat, sekitar 500 meter. Di dalam rumah terdapat ruang tamu, ruang tengah dan dapur yang sangat luas beserta 3 buah kamar tidur dan 2 kamar mandi. Kami sedang sarapan di hari pertama kami pindah ke rumah ini kala itu, saat aku kemudian melihatnya. Yah, aku melihat dia, sesosok anak kecil, perempuan, usianya mungkin saja sepantaran denganku. Ia duduk di sudut dapur. Tangan kecilnya memeluk kedua lututnya sendiri, rambut panjangnya dikepang 2, bibir yang selalu terkatup, wajah yang pucat, beserta tatapan kosong mengarah lurus ke depan, nampak sangat menyedihkan. Aku dekatkan tubuhku pada papa yang tengah asyik menyantap sarapannya. "Siapa dia, pa?" Tangan kecilku menunjuk ke arah gadis berkepang 2 itu. Papa meletakkan sendok dan garpunya sejenak, tatapannya menyusuri arah telunjukku, lalu dia menatapku heran. "Siapa? Tak ada siapa-siapa disana, bukankah itu hanya tembok?" Papa balik bertanya. "Bukan.. Gadis kecil itu.. Dia sekarang melihat ke arah kita.." Suaraku mulai bergetar. Apakah hanya aku, yang mampu melihatnya? Batinku mulai cemas. "Sudahlah Hiro, tak ada siapa-siapa di sana, mungkin kamu hanya melihat bayanganmu sendiri.." Papa melanjutkan sarapannya, menganggap ucapanku angin lalu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, kedua orangtuaku masih tetap tak mempercayai ucapanku, bahwa aku selalu melihatnya, aku melihat gadis menyedihkan itu. Mereka selalu berkata, "Itu hanya khayalanmu saja Hiro, berhentilah menganggu kami!" Akupun menyerah. Kufikir sudahlah, tak ada gunanya aku terus mencoba menjelaskan pada mereka, jika memang hanya aku yang mampu melihatnya, apalagi yang harus kulakukan? Toh gadis itu hanya duduk, dia tak melakukan apapun, tak menganggu siapapun. Aku mencoba masa bodoh. Hingga pada hari itu, kedua orangtuaku menitipkan aku pada tante Amelia, tetangga penghuni rumah berjarak 500 meter dari kediaman kami. Kata mama, ia dan papa harus mengurus sesuatu, dan aku tak boleh ikut. Masih kata mama lagi, tante Amelia orang yang sangat baik, asyik, dan sudah terbiasa dititipi anak kecil. Kami akan senang main bersama. Pada kenyataannya, tak lama setelah mama dan papa pergi, tante Amelia hanya menyuruhku mengabarinya jika butuh sesuatu, lalu iapun asyik bersama smartphone nya di ruang tamu, tertawa sendiri saat menatap layarnya tanpa memperdulikanku. Aku berjalan gontai menuju dapur. Kulirik gadis itu, ia masih di tempat yang sama, duduk mematung, kesepian, sendiri. "Apakah ia tak lelah, selalu duduk saja di situ?" Batinku. Perlahan, aku mendekatinya, turut duduk di hadapannya. Kutelusuri wajahnya yang pucat. "Hai.." Sapaku pelan, nyaris menyerupai bisikan. Ini kali pertama aku memutuskan untuk menyapanya. Yah, meskipun aku tau suaraku sangat pelan, tapi aku yakin ia mendengarku. Aku sengaja memelankan suaraku lantaran khawatir tante Amelia mendengar dan menganggap aku gila, berbicara sendiri. Meski jarak antara ruang tamu dan dapur cukup jauh, terhalang oleh ruang tengah dan 3 buah kamar tidur, aku merasa tetap harus memelankan suaraku. Tak disangka, gadis itu justru melirik ke arahku, tatapannya tajam menusuk. Seketika bulu kudukku merinding. Aku segera berlari meninggalkannya menuju tante Amelia.  ••• Malam ini, gadis itu tak ada di dapur. Aku mulai gelisah. Entahlah, terasa aneh saat tak melihatnya di tempat biasa. Kemana dia? Mengapa dia pergi? Apa dia marah karna aku menyapanya tadi siang? Bukankah aku hanya ingin berteman? Sederet pertanyaan mengganggu benakku. Aku putuskan mengakhiri makan malam dengan segera. Aku masuk ke dalam kamar, perlahan kubuka tirai jendela kamar, dan.. aku melihatnya! Gadis itu berjalan pelan menuju halaman belakang. Apa aku harus menyusulnya? Bukankah ini sudah malam? Apa yang ia lakukan di halaman belakang rumah kami? Bulu kudukku bergidik lagi. Namun tetap saja, rasa penasaran itu akhirnya mendorongku untuk menyusulnya. Aku keluar dari kamar, kulihat papa dan mama tengah asyik menonton sinetron favorit mereka di depan tv ruang tengah. Akupun berlalu menuju dapur, membuka kulkas, dan mengambil cemilan. Lalu dengan cepat aku bergegas keluar menuju pintu belakang, menuju halaman. Ku edarkan pandanganku, akupun melihat dia, gadis itu duduk di ayunan. Tatapannya kosong, cahaya rembulan menyinari wajahnya dan membuatnya nampak lebih mengerikan dari biasanya saat aku melihatnya di dapur. Namun entahlah, meski begitu aku tetap saja penasaran. Langkah kecilku mendekatinya. Akupun turut duduk di ayunan kosong, tepat di sebelahnya. Ia tak bergeming. Tatapannya hanya lurus ke depan. "Aku bisa melihatmu.." Ucapku pelan. Kuberanikan menatap dengan lebih seksama ke arah wajahnya. Perlahan ia menoleh ke arahku pula. "Aku Hiro, apa kamu.. Bisa berbicara?" Tanyaku terbata. Gadis itu hanya diam, tak ada sepatah katapun keluar dari bibirnya, ia hanya terus memandangiku. Perlahan, rasa takut itu seketika sirna. "Besok aku akan masuk SD untuk pertama kalinya, menurutmu.. Apa itu akan menyenangkan?" Lagi-lagi ia hanya diam. "Aku bawa cemilan, apa kamu bisa makan ini?" Aku menyodorkan sebungkus cemilan yang tadi ku ambil dari kulkas. "Atau jangan-jangan kamu.. Memakan manusia?" Ia tak menjawab, hanya melontarkan senyum menyeringai, matanya membesar, ia seakan siap menerkamku saat itu juga, membuat jantungku seakan hendak berhenti berdetak. Tanpa banyak kata lagi, aku segera melompat turun dari ayunan, lalu berlari secepatnya masuk ke dalam rumah. "Mamaaaaa papaaaaa.." Jeritku histeris. ••• Hari pertama masuk SD, jantungku deg-degan. Bermacam fikiran pun menghantuiku. Mulai dari bertemu guru yang galak, teman yang nakal, dan makanan yang nampak tak enak di kantin, semua menyatu menyerbu otakku. Namun ternyata semua tak seburuk itu, wali kelas kami wanita paruh baya yang sangat lembut dan nampaknya baik hati, namanya ibu Sitariah. Akupun mulai mendapatkan teman baru yang menyenangkan, ia menawariku kue yang ia bawa dari rumah, namanya Melki, kami pun duduk sebangku. Selain Melki, ada teman lain yang juga cukup baik, Natali namanya, gadis berponi dengan senyum yang manis dan lesung pipi yang lucu. Ia memberiku beberapa permen dan sekotak s**u UHT dari dalam tasnya. Akupun merasa masuk SD telah menjadi bagian yang menyenangkan dalam hidupku, aku akan segera memiliki banyak teman, tak hanya Melki dan Natali, setiap harinya aku bertekad akan menambah teman-teman baru lagi dari kelas ini. Tak akan ada lagi rasa kesepian tinggal dalam rumah besar bersama gadis hantu! Ah, membayangkan gadis berkepang 2 dengan wajah pucat itu membuat bulu kudukku bergidik ngeri. ••• Hari ini, aku berdua lagi bersama tante Amelia. Menyebalkan, batinku. Aku berjalan keluar halaman belakang, menghirup angin segar. Aku ingin sekali memiliki teman main di sekitar rumah, tapi apalah daya, rumah yang kami tempati adalah rumah paling ujung dan jauh dari warga lainnya, rumah terdekat yang berjarak 500 meter dari rumah kami adalah rumah tante Amelia, dia bahkan tak memiliki anak, meskipun usia pernikahannya sudah cukup lama, itu yang pernah dikatakan mama. Di dekat rumah tante Amelia ada beberapa rumah lainnya, namun anak-anak mereka tak ada yang sepantaran denganku. Ada yang duduk di bangku SMA, ada juga yang kuliah bahkan bekerja, ah menyebalkan. Aku ingin sekali hari segera berlalu, hingga aku bisa kembali ke sekolah. Jemari halus nan dingin menyentuh jemariku, sontak saja aku menoleh, gadis itu! Ia berdiri di sisiku sembari menatap lurus ke arahku. Tak ada ekspresi. Aku segera menepis jemarinya. Mundur ke belakang dan berniat pergi. "Larika.." Ucapnya pelan. Membuat langkahku terhenti. Suara gadis itu sangat lembut, terucap pelan namun jelas terdengar di telingaku. Ada gurat sedih dari suaranya. Aku menatapnya bingung. "Larika?" Tanyaku semakin bingung. Ia lalu menunjuk dirinya sendiri. "Oh, namamu Larika?" Tanyaku menyimpulkan. Perlahan, ia mengangguk. Akupun memberanikan diri mendekatinya. "Aku Hiro.. Bolehkah kita berteman?" Tanyaku kemudian. Ia mengangguk perlahan. Senyumnya terkembang. Namun entahlah, aku merasa senyumnya memiliki aura yang jahat. Dan lagi-lagi, bulu kudukku merinding. *** Tahun berganti tahun, kini aku telah duduk di bangku SMA, tubuhku bertambah tinggi, wajahku pun semakin tampan, mirip papa yang penuh pesona, itu yang selalu dikatakan mama, membuat wajahku malu merona. Namun ada satu hal yang sangat aneh bagiku, Larika si teman hantuku, iapun bertambah besar seperti aku. Bukankah seharusnya hantu tidak bertumbuh kembang? Ia harusnya tetap dalam bentuk yang sama, anak kecil selamanya, seperti awal mula aku melihatnya. Namun entahlah, tak ada jawaban dari pertanyaanku. Kadang aku berfikir, apakah Larika hanya halusinasiku saja? Sosok yang muncul dalam imajinasiku, dia tak pernah benar-benar ada. Jangan-jangan dia bukan hantu, bukan pula sosok gaib lainnya, benar-benar hanya khayalanku semata. Ah, entahlah.. Jika memikirkannya lebih jauh, kepalaku serasa hendak pecah. Tubuh Larika cukup tinggi, meski tak setinggi aku. Kulitnya putih, nampak semakin pucat, nyaris bagai mayat hidup berjalan. Namun tak bisa di pungkiri, ia memiliki wajah yang sangat cantik. Rambutnya masih dikepang dua, kakinya yang jenjang itu membuatku, aah.. Kadang-kadang aku tak mengerti dengan fikiranku sendiri. Sejak perkenalan kami bertahun-tahun silam, aku dan Larika bisa dibilang telah menjadi teman yang cukup dekat. Karna kesibukan orangtua, aku lebih sering bersamanya, main dengannya, mengajak ia mengobrol, meskipun ia jarang sekali mengeluarkan suara. Setiap kali aku bercerita tentang sekolahku, teman-teman baruku, atau bahkan orangtuaku, ia hanya menatap lurus ke arahku, jika ceritaku teramat sangat lucu, sesekali bibir tipisnya mengukir senyum, sesekali saja namun itu teramat sangat fantastis dimataku! "Kamu.. Senyum?" Aku menatapnya tak percaya. Larika segera mengubah ekspresinya, kembali datar. Ganti senyumku yang mengembang, lebar. Aku merasa sangat puas sekali tiap berhasil memergoki senyum tipisnya. "Larika.. Coba dengar aku.." Ucapku pelan sembari menatap Larika dengan serius. Sepulang sekolah, kami biasa duduk di taman belakang rumahku jika orangtuaku tak ada di rumah, namun jika mereka sedang berada di rumah seperti hari ini, kami akan duduk di balik pagar belakang rumahku. Aku takut orangtuaku akan tetap menyangka aku masih saja aneh seperti dulu, jika sampai mereka tau aku menganggap Larika yang tak pernah bisa mereka lihat itu sebagai teman dekatku. "Aku menyukaimu, aku sangat menyukaimu.. Apa aku bisa, memilikimu?" Lanjutku sembari menatap Larika tajam. Entah mengapa, aku bisa melihat gurat kaget dalam wajahnya, meskipun ia nampak berusaha menutupinya dengan tetap bersikap datar tanpa ekspresi, seperti biasanya. Aku menghela nafas panjang, lega berhasil mengumpulkan keberanian mengungkapkan kata perkata yang sebenarnya telah ku susun sedemikian panjangnya, namun hanya bisa terlontar sesedikit itu. "Dia Natali.. Yang dulu satu SD denganku dan sudah sering kuceritakan padamu.. Sekarang dia benar-benar tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, sepertimu.. Maaf aku tadi berlatih mengungkapkan perasaanku padanya dengan menganggap kamu sebagai dia, aku terlalu gugup untuk itu, hehe.." Aku tertawa kikuk. Entah mengapa, raut kaget di wajah Larika tadi kini seakan berubah menjadi kecewa. Entahlah, apakah benar yang aku fikirkan ini? Atau hanya perasaanku saja? "Hiroooo.." Aku mendengar teriakan mama memanggil namaku dari dalam rumah. "Aku masuk dulu yah, sepertinya mama ada perlu," Aku bergegas berdiri. Membalikkan tubuh hendak masuk melewati pagar menuju pintu belakang rumah. "Jauhi dia.." Langkahku terhenti. Suara pelan Larika barusan membuat bulu kudukku bergidik ngeri. Aku hendak berbalik menatapnya, namun urung kulakukan. "Maksudmu?" Tanyaku bingung sembari tetap membelakanginya. "Jauhi Natali atau aku akan membunuhnya.." Desis Larika lirih. BERSAMBUNG

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

PERFECT PARTNER [ INDONESIA]

read
1.3M
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
535.7K
bc

Call Girl Contract

read
323.1K
bc

CEO Pengganti

read
71.2K
bc

Destiny And Love

read
1.5M
bc

My Boss And His Past (Indonesia)

read
236.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook