Bab 2

1012 Words
"Aku ikut boleh enggak?"tanya Ana dengan tatapan memohon. "Ikut?" Thea menatap temannya dengan bingung. Maksudnya, ia tidak akan pernah percaya jika seorang Ana menawarkan dirinya ikut masuk ke dalam club malam. "Iya, Thea...aku stres di kost aja." Ana memegangi kepalanya. "Tapi, di sana rame dan berisik, An, banyak cowok-cowok,asap rokok...kamu enggak apa-apa?" Thea mulai khawatir. "Aku tahu kok soal itu. Enggak apa-apa. Boleh ya?" Thea mengangguk pelan, sebaiknya Ana memang harus pergi keluar untuk menenangkan pikiran. Tapi, pergi ke club malam dengan kondisi hati yang seperti itu, Thea tidak yakin itu adalah keputusan yang tepat atau tidak. Ia khawatir karena ini akan menjadi kali pertama bagi Ana. "Tapi, kamu harus makan dulu ya? Aku enggak mau kamu sampai kenapa-kenapa di sana. Aku kan kerja." "Oke. Aku makan sekarang." Ana pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Setelah itu, ia pergi membeli makan di depan kost. Thea menunggu Ana di kamar dan memastikan wanita itu menghabiskan makanannya. Di jam yang sudah ditentukan oleh Thea, mereka berdua pun pergi ke sebuah club malam di kota itu. Sesampai di sana, Thea langsung berganti pakaian. Ana hanya bisa menunggu sambil melihat ke sekeliling. Saat itu, club masih sepi. Ia hanya duduk termenung di sudut ruangan ganti karyawan wanita. "An, kamu mau di sini atau di dalam? Sudah mulai banyak tamu. Tapi, kalau masih mau di sini juga enggak apa-apa."tanya Thea yang sudah terlihat cantik dengan make up di wajah. "Aku pengen masuk, The." "Ya udah, Ayo!" ajak Thea. Ana mengikuti Thea, suasana di dalam sedikit remang-remang dengan lampu warna-warni di beberapa sisi. Thea tampak bicara dengan bartender. Lalu memanggil Ana."Ana,sini!" Ana mendekat."Kenapa,The?" "Kamu duduk di sini aja ya. Boy,titip temen aku ya,"pesan Thea pada pria bernama Boy. "Sip!"balas pria bertato tersebut. "Ana, aku kerja dulu ya. Kalau perlu apa-apa minta tolong sama Boy aja,"pesan Thea. "Oke, thanks." Thea mengusap pundak Ana, lalu pergi. "Mau minum apa,Mbak?" "Panggil Aja aja, Mas." Boy tersenyum"Kalau begitu panggil saya Boy saja,Ana." "Oke." Ana tersenyum. Ia merasakan perasaannya mulai membaik. "Mau minum apa,An?"tanya Boy. Ana terdiam, menatap deretan botol minuman di belakang Boy."Aku enggak tahu. Belum pernah ke tempat seperti ini.". "Oh, oke...minum soda aja ya." boy memutuskan. "Boleh." "Oke, sebentar." Malam semakin larut, musik semakin keras, club juga semakin ramai. Thea menuju bartender usai mengantarkan pesanan. Ia melihat Ana sedang tertawa cekikikan. "Loh, kenapa nih, kayak asyik obrolannya, Boy." "Asyiklah, namanya juga lagi teler." "Hah?" Thea meletakkan nampan di atas meja lalu memeriksa Ana."Ya ampun, kenapa ini, Boy? Kamu kasih minum apaan?" "Tadi, aku kasih soda kok. Tapi, tadi dia ditawarin minum sama salah satu tamu. Eh dia ketagihan. Tamunya juga baik, ngasihnya satu botol ke Ana." Boy terkekeh. "Hei, ini udah kelewatan,An!" Thea menarik botol minuman yang dipegang Ana. Namun, gadis itu menghindar dengan cepat sambil tertawa. "Tidak ada satu pun yang boleh melarang aku minum." Ana meneguknya sekali lagi. Thea menggeleng-gelengkan kepalanya."An, aku tahu deh ini enggak mudah. Siapa pun enggak akan siap menerima kenyataan sepahit ini. Tapi, jangan sampai berlebihan begini." "Kamu enggak tahu, Thea,betapa besarnya jasaku sama kantor. Bertahun-tahun aku kerja di sana, dedikasiku untuk kantor begitu besar. Tapi, sejak dia menjadi direktur...hidupku kacau balau dan sekarang malah dipecat. Direktur sialan." "Eh, enggak boleh gitu. Itu,kan bos kamu." Thea menarik botol itu dengan paksa lalu menyerahkannya pada Boy. "Bukan bos aku lagi." Ana tertawa lepas."Sini minumanku, belum habis." "Temen lo ini kenapa,The?" "Barusan dipecat,"jelas Thea. "Bawa ke ruang ganti aja deh, Thea, suruh istirahat di sana. Soalnya kalau di sini kan makin rame. Takutnya, aku lengah dia malah kenalan sama cowok enggak bener." "Oke. Thanks ya, Boy, udah bantu jaga Ana. Ayo,An." Thea memapah Ana ke ruang ganti dan membiarkan gadis itu terbaring di sana sampai terlelap.   ** Ana terbangun dengan kepala pening. Ia berusaha membuka matanya lebar-lebar, tapi masih terasa begitu berat. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali. "Ana!" Thea mengguncangkan tubuh Ana. "Eh,Thea...kenapa? Kamu di sini toh?" Thea mengembuskan napas lega."Akhirnya kamu bangun, Ana! Bangunlah...aku mau berangkat kerja." "Hah? Kok berangkat pagi, The?" "Ini udah malam, Ana...gila ya aku pikir kamu udah mati,"omel Thea. Ana berusaha bangkit, lalu melihat ke sekeliling. Ia sedang ada di kamar Thea sekarang."Udah malam?" "Iya. Semalam kamu mabuk, terus enggak sadarkan diri sampai sekarang. Aku harus masuk kerja, Ana. Kamu di sini aja di kamarku. Semua makanan udah kusiapkan di kulkas. Jangan kemana-mana ya,"pesan Thea. Tadinya ia ingin izin saja kalau Ana tidak bangun juga. Tapi, syukurlah Ana sudah bangun. Ia tidak akan pernah membawa Ana ke club malam lagi. Semalam dengan susah payah ia meminta bantuan Boy untuk mengantar mereka pulang. Untung lelaki itu sedang baik hati. Sehingga ia tidak perlu susah payah membawa Ana pulang. "Maaf nyusahin kamu, Thea." Ana merasa bersalah. "Enggak apa-apa. Pokoknya udah habis ini kamu mandi terus makan. Oke?" Thea memakai jaketnya."Aku pergi ya...dahh." "Hati-hati!" Ana mengusap wajahnya dengan kasar. Ternyata separah inikah dirinya saat ini. Ia bahkan sudah tidak seperti Ana yang dulu lagi. Tiba-tiba ia teringat  wajah Randy yang arogan,lalu  memecatnya. Hati Ama terasa perih, lukanya masih benar-benar basah. Ia segera bangkit, lalu pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Setelah itu, ia memeriksa kulkas, ada beberapa makanan yang ditinggalkan Thea untuknya. Ia makan dengan lahap. Suasana menjadi hening sekali,tidak ada siapa-siapa di kost ini selain dirinya. Biasanya di jam segini, penghuni kost pergi ke luar. Ada yang bekerja, ada yang sedang pergi keluar untuk sekedar makan malam. Ana bangkit, ia ingin pergi ke kamarnya saja. Langkahnya terhenti saat melihat Mia sedang mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. "Mia?" Mia menoleh, wanita itu tersenyum senang. "Ana...syukurlah. Aku coba telpon sejak siang tadi, kamu enggak angkat." "Iya, seharian aku tidur di kamar Thea, hapenya di kamarku." Ana membuka pintu kamarnya."Masuk yuk." Mia meletakkan bungkusan yang ia bawa di atas nakas."Aku bawakan cake kesukaan kamu." "Terima kasih, Mia. Bagaimana kabar kantor?"tanya Ana dengan senyuman kecut. Ia merindukan kantor, tentu saja. Ia sudah cukup lama bekerja di sana. "Kantor baik-baik saja. Cuma, kak Tina sedikit kewalahan gantiin kamu. Harus ekstra keras jaga anak-anak PKL. Jatuhnya sih...kayak baby sitter." Ana tertawa sinis."Ya begitulah gilanya si Randy." "Wah, manggil Randy." Mia terkekeh. "Iyalah, ngapain dipanggil Bapak. Udah bukan bos aku lagi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD