2. Ni

1088 Words
Pagi ini, Iona dan Kudo sedang bersiap. Dengan pakaian rapi, Iona pergi bersama Kudo untuk melamar pekerjaan di tempat Kudo bekerja. Kudo sudah beberapa bulan bekerja di sebuah restoran sebagai asisten chef. Pria itu ingin mengajak Iona untuk bisa bekerja bersama di sana. Meski sangat tidak mungkin, tetapi Iona ingin mencoba hal itu. Ke duanya berangkat dengan berjalan kaki, bukan karena Kudo tidak memiliki kendaraan, tetapi tempat ia bekerja memang tidak jauh dari sana. Dan Kudo sudah terbiasa berjalan kaki. Selama mereka berjalan bersama, Kudo nampak melihat wajah Iona yang sedang memikirkan sesuatu. “Kau kenapa?” tanya Kudo. “Hmm? Tidak, aku hanya berpikir untuk mundur saja.” “Kenapa? Bukankah kau sendiri yang ingin bekerja di sana?” “Entahlah, aku tidak yakin.” “Sudahlah! Sekarang kau harus ikut bersamaku. Aku akan menunjukkan padamu sesuatu yang selalu kau impikan,” ujar Kudo. Iona hanya tersenyum dan kembali melangkah mengikuti Kudo. Sampai mereka di depan sebuah restoran besar di Tokyo. Restoran dengan papan nama Streetwish, membuat Iona membulatkan mata. “Kau serius? Kau bekerja di sini?” tanya Iona. “Ya, ayo kita masuk dan bertemu dengan kepala chef di sini,” ajak Kudo. Saat sudah berada di dalam restoran, Kudo mencoba berbicara pada teman kerjanya. Ia mengatakan jika Iona sedang mencari posisi yang pas untuknya di sini, Kudo juga memberitahu jika Iona sangat pandai memasak. Sayang … saat itu Iona juga mendengar pembicaraan Kudo dengan temannya. Mengenai pekerjaan yang ada di dalam restoran itu. “Kau sangat tahu bagaimana kepala chef di sini, setidaknya cari orang yang tepat! Kenapa kau membawa wanita yang terlihat seperti tidak bisa bekerja?” “Hei, jangan melihat orang dari penampilan! Kau tidak tahu bagaimana kinerjanya!” sahut Kudo, kesal. “Sudahlah! Sebaiknya kau masuk dan lanjutkan pekerjaanmu, jangan lupa untuk menyuruh temanmu itu kembali ke rumahnya!” Kesal … Kudo menghampiri Iona dengan perasaan kecewa. Ia tidak bisa membuat Iona untuk bisa bekerja di sana. “Kudo, sudahlah! Aku tidak apa. Mungkin ada pekerjaan lain di tempat lain, aku akan pergi untuk mencari pekerjaan itu. Aku akan pulang sebelum makan malam,” ujar Iona dengan tersenyum. “Baiklah, jaga diri. Hati-hati di jalan.” “Terima kasih, aku pergi.” Iona melangkah keluar dari restoran itu, ia pun kembali mencari lowongan pekerjaan di kedai maupun restoran kecil di sana. Hanya saja, kebanyakan pekerjaan itu untuk para pria. Sampai akhirnya Iona merasa putus asa. Ia pulang ke apartemen milik Kudo, dan melewati kedai ramen yang kemari ia datangi bersama temannya itu. Langkah kaki Iona tiba-tiba saja berhenti di depan kedai, dan saat melihat ke arah pintu masuk, Iona melihat ada selembar kertas yang bertuliskan lowongan pekerjaan. Iona pun masuk ke dalam sana dengan riang. “Selamat datang,” sapa wanita tua pemilik kedai. “Nenek, apa benar kau membutuhkan seseorang untuk bekerja di sini?” tanya Iona. “Ya, benar. Apa kau tertarik?” “Ya, aku ingin sekali bekerja di sini,” ujar Iona. “Tetapi … aku tidak bisa membayar dengan mahal.” “Tidak apa, aku akan dengan senang hati bekerja di sini, meski kau tidak membayar banyak,” ujar Iona. “Baiklah, kau bisa memulainya hari ini.” “Benarkah? Baiklah, aku akan meletakkan tasku terlebih dahulu.” Iona meletakkan tas miliknya di atas meja yang ada di bagian belakang dapur. Ia kini melihat Nenek pemilik kedai menyiapkan pesanan orang. “Seperti ini, kau bisa melakukannya?” tanya Nenek pemilik kedai. “Ya, aku mengerti.” “Sekarang, antarkan ramen ini pada bapak itu,” ujar Nenek pemilik kedai. Iona dengan senang hati mengantarkan pesanan pembeli di sana. Ia tersenyum dan menyapa pengunjung selanjutnya. Kedai itu memang berada di ujung jalan kecil, tetapi pengunjung yang datang selalu ramai. Karena rasa dari ramen sangat pas dan lezat. “Selamat makan,” ucap Iona pada setiap pengunjung yang sudah mendapatkan seporsi ramen. Pengunjung di sana merasa senang karena Iona sangat ramah, dan bekerja dengan cepat. Jika saja tidak ada Iona, pasti Nenek pemilik kedai akan sangat lama menghidangkan ramen itu untuk mereka. “Nenek, apa kau selalu sendirian? Kalau tidak salah, aku melihat kakek. Apa dia tidak datang kemari?” tanya Iona saat kedai terlihat mulai sepi. “Kakek sedang sakit, dan ia sekarang ada di rumah bersama cucuku. Hanya saja, cucuku tidak bisa membantu. Ia tidak bisa menjalankan bisnis ini dengan baik, karena selalu dimanjakan oleh harta ke dua orang tuanya,” jelas Nenek. “Apa? Kenapa seperti itu? Bukankah mereka sebagai anak harus membantu Nenek?” “Mereka sudah memiliki bisnis sendiri di wilayah Kyoto, dan kebetulan cucuku bersekolah di kota ini. Jadi … ia bisa berkunjung kapan saja.” “Begitu rupanya.” Iona ikut sedih mendengar cerita Nenek pemilik kedai, ia pun kembali bekerja membantu Nenek untuk menghidangkan ramen. Sampai akhirnya kedai tutup, Iona membantu Nenek untuk membereskan dan merapikan seisi kedai. “Sudah selesai, sebaiknya kau pulang,” ujar Nenek. “Nenek, aku antar kau pulang. Bagaimana?” tanya Iona. “Tidak perlu, aku sudah terbiasa pulang sendirian. Sebaiknya kau cepat kembali.” “Baiklah, hati-hati di jalan.” “Kau juga.” Iona tidak menyangka jika akan pulang telat hari ini. Sampai di apartemen, ia tidak menemukan Kudo di sana. Dan sepertinya Kudo juga belum kembali. “Kudo belum pulang, untung saja aku tadi membeli beberapa bahan makanan.” Iona mulai meletakkan bahan makanan di atas meja dapur. Ia mulai meracik bumbu untuk di gunakan. Iona juga memasak nasi sebelum mulai memasak lauk. “Kudo pasti akan senang dengan makanan ini.” Iona tersenyum saat mengingat masa kecil yang selalu bersama Kudo. Ia juga ingat dengan makanan yang selalu di suka oleh pria itu. Sampai semua bahan selesai ia siapkan, akhirnya iona mulai memotong sayuran dan juga sosis. Cukup lama Iona memasak hingga semua siap, akan tetapi … Kudo masih belum datang. Lelah menunggu, Iona pun memejamkan mata dan tertidur di meja makan. Ceklek “Aku pulang!” ucap Kudo saat memasuki rumah. Kudo melihat iona yang sudah lelap di meja makan. Merasa tidak enak, ia pun menyiapkan tempat tidur untuk Iona dan memindahkannya ke sana. Kudo juga melihat makanan yang Iona masak untuk dirinya. “Dia masih saja ingat makanan ini. Sudah lama sekali aku tidak memakannya.” Sembari melihat wajah Iona yang sedang tidur, Kudo memasukkan makanan sedikit demi sedikit menggunakan sendok ke dalam mulutnya. Kudo tersenyum juga terharu dalam waktu yang sama. Bisa bersama Iona seperti saat ini adalah suatu kebahagiaan untuk dirinya. “Iona, jika saja kau tahu. Apa kau akan masih berada di sisiku?” gumam Kudo.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD